** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** [input]=20 Tinjauan Terhadap Hubungan Agama-Negara Oleh: Muhammad Shiddiq al-Jawi Publikasi 13/04/2004 hayatulislam.net - Pendahuluan Tinjauan hubungan agama-negara secara ideologis pertama-tama harus diletakk= an pada proporsinya sebagai pemikiran cabang, bukan pemikiran mendasar tent= ang kehidupan (aqidah). Sebab pemikiran mendasar tentang kehidupan adalah p= emikiran menyeluruh (fikrah kulliyyah) tentang alam semesta, manusia, dan k= ehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah ke= hidupan dunia, dan hubungan antara kehidupan dunia dengan apa yang ada sebe= lumnya dan sesudahnya (An Nabhani, 1953). Oleh sebab itu, pembahasan hubung= an agama-negara harus bertolak dari pemikiran mendasar tersebut, baru kemud= ian secara langsung dibahas hubungan agama-negara sebagai pemikiran cabang = yang lahir dari pemikiran mendasar tersebut. Mengingat kini ideologi yang ada di dunia ada 3 (tiga), yaitu Sosialisme (I= sytirakiyyah), Kapitalisme (Ra`sumaliyyah), dan Islam, maka aqidah atau pem= ikiran mendasar tentang kehidupan pun setidaknya ada 3 (tiga) macam pula, y= akni aqidah Sosialisme, aqidah Kapitalisme, dan aqidah Islamiyah. Masing-ma= sing aqidah ini merupakan pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pelba= gai pemikiran cabang tentang kehidupan, termasuk di antaranya hubungan agam= a-negara. Pandangan yang Berkembang Aqidah Sosialisme adalah Materialisme (Al Maaddiyah), yang menyatakan segal= a sesuatu yang ada hanyalah materi belaka. Tidak ada tuhan, tidak ada ruh, = atau aspek-aspek kegaiban lainnya. Materilah asal usul segala sesuatu. Mate= ri merupakan dasar eksistensi segala macam pemikiran. Dari ide materialisme= inilah dibangun 2 (dua) ide pokok dalam Sosialisme yang mendasari seluruh = bangunan ideologi Sosialisme, yaitu Dialektika Materialisme dan Historis Ma= terialisme (Ghanim Abduh, 1964). Atas dasar ide materialisme itu, dengan sendirinya agama tidak mempunyai te= mpat dalam Sosialisme. Sebab agama berpangkal pada pengakuan akan eksistens= i tuhan, yang jelas-jelas diingkari oleh ide materialisme. Bahkan agama dal= am pandangan kaum sosialis hanyalah ciptaan manusia yang tertindas dan meru= pakan candu yang membius rakyat yang harus dimusnahkan dari muka bumi. (Lih= at Karl Heinrich Marx, Contributon to the Critique of Hegel=92s Philosophi = of Right 1957: 42). Dengan demikian, menurut Sosialisme, hubungannya dapat diistilahkan sebagai= hubungan yang negatif, dalam arti Sosialisme telah menafikan secara mutlak= eksistensi dan pengaruh agama dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.= Agama merupakan candu masyarakat yang harus dibuang dan dienyahkan. Aqidah ideologi Kapitalisme, adalah pemisahan agama dari kehidupan (fashlud= din =91anil hayah), atau sekularisme. Ide ini tidak menafikan agama secara = mutlak, namun hanya membatasi perannya dalam mengatur kehidupan. Keberadaan= agama memang diakui =96walaupun hanya secara formalitas=96 namun agama tid= ak boleh mengatur segala aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial,= budaya, dan sebagainya. Agama hanya mengatur hubungan pribadi manusia deng= an tuhannya, sedang hubungan manusia satu sama lain diatur oleh manusia itu= sendiri (Zallum, 1993). Berdasarkan aqidah Kapitalisme, formulasi hubungan agama-negara dapat diseb= ut sebagai hubungan yang separatif, yaitu suatu pandangan yang berusaha mem= isahkan agama dari arena kehidupan. Agama hanya berlaku dalam hubungan seca= ra individual antara manusia dan tuhannya, atau berlaku secara amat terbata= s dalam interaksi sosial sesama manusia. Agama tidak terwujud secara instit= usional dalam konstitusi atau perundangan negara, namun hanya terwujud dala= m etika dan moral individu-individu pelaku politik. Aqidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-N= ya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan qadar (taqdir) Allah. Aqidah ini merup= akan dasar ideologi Islam yang darinya terlahir berbagai pemikiran dan huku= m Islam yang mengatur kehidupan manusia. Aqidah Islamiyah menetapkan bahwa = keimanan harus terwujud dalam keterikatan terhadap hukum syara=92, yang cak= upannya adalah segala aspek kehidupan, dan bahwa pengingkaran sebahagian sa= ja dari hukum Islam (yang terwujud dalam sekulerisme) adalah suatu kebatila= n dan kekafiran yang nyata. Allah SWT berfirman: =93Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka = menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim (pemutus) terhadap perkara yang me= reka perselisihkan..=94 (Qs. an-Nisaa` [4]: 65). =93[i]Barangsiapa yang tidak memberi keputusan hukum menurut apa yang ditur= unkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.=94 (Qs. al-Maa`idah = [5]: 44). Berdasarkan ini, maka seluruh hukum-hukum Islam tanpa kecuali harus diterap= kan kepada manusia, sebagai konsekuensi adanya iman atau Aqidah Islamiyah. = Dan karena hukum-hukum Islam ini tidak dapat diterapkan secara sempurna kec= uali dengan adanya sebuah institusi negara, maka keberadaan negara dalam Is= lam adalah suatu keniscayaan. Karena itu, formulasi hubungan agama-negara d= alam pandangan Islam dapat diistilahkan sebagai hubungan yang positif, dala= m arti bahwa agama membutuhkan negara agar agama dapat diterapkan secara se= mpurna dan bahwa agama tanpa negara adalah suatu cacat yang akan menimbulka= n reduksi dan distorsi yang parah dalam beragama. Agama tak dapat dipisahka= n dari negara. Agama mengatur seluruh aspek kehidupan melalui negara yang t= erwujud dalam konstitusi dan segenap undang-undang yang mengatur kehidupan = bernegara dan bermasyarakat.=20 Maka dari itu, tak heran banyak pendapat para ulama dan cendekiawan Islam y= ang menegaskan bahwa agama-negara adalah sesuatu yang tak mungkin terpisahk= an. Keduanya ibarat dua keping mata uang, atau bagaikan dua saudar kembar (= tau`amaani). Jika dipisah, hancurlah perikehidupan manusia. Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al Iqtishad fil I'tiqad halaman 199 berkata: =93Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara ke= mbar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah= penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan se= gala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.=94 Ibnu Taimiyah dalam Majmu'ul Fatawa juz 28 halaman 394 telah menyatakan: =93Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuas= aan, niscaya keadaan manusia akan rusak.=94 Sejalan dengan prinsip Islam bahwa agama dan negara itu tak mungkin dipisah= kan, juga tak mengherankan bila kita dapati bahwa Islam telah mewajibkan um= atnya untuk mendirikan negara sebagai sarana untuk menjalankan agama secara= sempurna. Negara itulah yang terkenal dengan sebutan Khilafah atau Imamah.= Taqiyyuddin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Hukmi fil Islam hal. 17 men= definisikan Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin d= i dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban dakwah Isl= am ke seluruh penjuru dunia.=20 Seluruh imam madzhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat= bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah) ini. Syaikh Abdurrahman Al Jazi= ri menegaskan hal ini dalam kitabnya Al Fiqh =91Ala Al Madzahib Al Arba=92a= h, jilid V, hal. 416: =93Para imam madzhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi=91i, dan Ahmad) --rahimahum= ullah-- telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) itu wajib adanya, dan bahwa u= mmat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah,) yang akan meninggikan s= yiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menind= asnya...=94 Tak hanya kalangan empat madzhab dalam Ahlus Sunnah saja yang mewajibkan Kh= ilafah, bahkan seluruh kalangan Ahlus Sunnah dan Syiah juga termasuk Khawar= ij dan Mu=92tazilah tanpa kecuali bersepakat tentang wajibnya mengangkat se= orang Khalifah.=20 Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar jilid 8 hal. 265 mengatakan: =93Menurut golongan Syi'ah, mayoritas Mu'tazilah dan Asy'ariyah, (Khilafah)= adalah wajib menurut syara'.=94 Ibnu Hazm dalam Al Fashl fil Milal Wal Ahwa' Wan Nihal juz 4 hal. 87 mengat= akan: =93Telah sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji'ah, seluruh Syi'ah, da= n seluruh Khawarij, mengenai wajibnya Imamah (Khilafah)=85=94 Kekeliruan Kaum Substansialis Kendatipun hubungan agama dan negara dalam Islam sudah jelas dan gamblang, = namun sayangnya masih saja ada saja kesalahpahaman atau kekeliruan pada seb= agian orang mengenai hal tersebut. Kekeliruan yang paling umum dijumpai ada= lah pendapat yang menyatakan bahwa yang penting bukan bentuk formal negaran= ya, yakni Khilafah, tetapi substansi ajaran Islam itu sendiri, seperti kead= ilan, persamaan, persatuan, dan sebagainya. Prinsip-prinsip itulah yang kat= anya penting dan substansial, bukan bentuk negara secara legal-formal. Kare= na itu, Khilafah bisa saja diganti dengan sistem republik, kerajaan, atau s= istem politik lainnya asalkan substansi ajaran Islam tetap dapat dipelihara= dan diwujudkan.=20 Secara global, dapat ditegaskan bahwa pola pikir semacam ini tidak mungkin = terlahir dari Aqidah Islamiyah, sebab pola pikir ini jelas-jelas bertentang= an dengan Aqidah Islamiyah dan bertentangan pula dengan nash-nash tafshili = (rinci) yang menegaskan kewajiban Khilafah. Dibuang kemana gerangan dalil-d= alil Al Kitab, As Sunnah, Ijma=92 Shahabat dan Qa=92idah Syar=92iyyah yang = mendasari wajibnya Khilafah? Apakah semua dalil yang sahih itu bisa saja de= ngan mudah diingkari dengan dalih bahwa Khilafah sekedar aspek legal-formal= , bukan substansi? Dibuang kemana pula pendapat para imam madzhab dan mujta= hidin terpercaya yang mengatakan wajibnya Khilafah? Apakah semua pendapat p= ara ulama itu =96rahimahumullah=96 adalah sampah kotor yang harus dimasukka= n tempat sampah ataukah hanya sekedar dongeng cengeng bernada romantisme ya= ng tidak laku lagi dijual di era modern ini? Jelaslah, pola pikir kaum substansialis sebenarnya lahir dari Aqidah Kapita= lisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Aqidah inilah sebenarnya asums= i pokok yang mendasari seluruh bangunan argumentasi sekuleristik dari kaum = substansialis. Hanya saja, mereka tidak menyatakann asumsi ini secara teran= g-terangan, sebab jika dinyatakan, tentu akan mendapat reaksi dan tentangan= keras dari umat Islam (Mahmud Abdul Majid Al Khalidi, 1980). Kritik terhadap pendapat ini secara lebih rinci adalah sebagai berikut: Apa yang disebut-sebut sebagai =93substansi=94 Islam itu sendiri sebenarnya= tidak begitu jelas apa maksudnya dan apa maunya, demikian pula poin-poin d= alam =93substansi=94, seperti persatuan, keadilan, dan lain-lain. Ada kalan= ya =93substansi=94 itu disejajarkan dengan =93maqashidusy syari=92ah=94 yan= g merupakan tujuan penerapan syariah, seperti muhafazhah =91alal mal, muhaf= azhah =91alal karamah, muhafazhah =91alal aql, dan seterusnya. Ada kalanya = =93substansi=94 itu ditafsirkan sebagai nilai-nilai universal yang dapat di= terima oleh semua pihak dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa memandang agam= a dan keyakinan individunya. Ketidak jelasan pengertian =93substansi=94 Isl= am ini saja sebenarnya sudah menunjukkan kelemahan dan kerapuhan cara panda= ng kaum substansialis mengenai hubungan agama-negara. Sebab kejelasan penge= rtian suatu terminologi dalam pemaparan sebuah ide adalah suatu keharusan d= an tuntutan yang mutlak. Kejelasan pengertian di samping merupakan tuntutan= akademis dan tuntutan ilmiah, juga merupakan suatu faktor yang akan membuat terminologi itu menjadi operasional. Kekaburan ma= kna dari suatu istilah tidak lain hanyalah menunjukkan adanya kecacatan ide= secara akademis dan ilmiah, di samping mengakibatkan suatu istilah menjadi= tidak operasional (Amien Rais, 1991). Dengan demikian, ide kaum substansia= lis ini tak lebih hanyalah sebuah ide kosong yang tak ada substansinya. Tidak ada kejelasan kategorisasi istilah =93substansi=94 atau =93formal=94,= apakah ia suatu definisi syar=92i (at ta=92rif asy syar=92i) yang harus di= istinbath dari dalil-dalil syar=92i, ataukah definisi non-syar=92i (at ta= =92rif ghairu syar=92i) yang memang semata merupakan deskripsi fakta (Zallu= m, 1985). Juga tidak jelas bagaimana muncul pengutamaan atau prioritas =93s= ubstansi=94 daripada =93formal=94, sehingga seolah-olah yang wajib itu =93s= ubstansi=94, sedang =93formal=94 itu tidak wajib. Ketidak jelasan kategoris= asi ini semakin mengaburkan apa yang dimaksud dengan =93substansi=94. Mengutamakan =93substansi=94 daripada aspek =93legal-formal=94, dapat diart= ikan mengutamakan tujuan daripada cara. Cara apa saja bisa ditempuh, asalka= n tetap menuju kepada satu tujuan. Ini tentu saja kaidah berpikir yang bert= entangan dengan Islam. Islam tidak demikian. Satu tujuan yang Islami, harus= dicapai dengan cara yang Islami pula, bukan dengan sembarang cara, apalagi= dengan menggunakan hukum-hukum kufur. Islam tidak mengenal prinsip =93Al G= hayah tubarrirul waashitah=94 (Tujuan dapat menghalalkan segala cara/ the e= nd justifies the means). Kaidah yang benar adalah =93Al Ghayah laa tubarrir= ul waashithah=94, artinya, tujuan tidak membenarkan segala sarana atau cara= . Suatu tujuan yang Islami, harus semata ditempuh dengan cara yang Islami, = bukan yang lain (An Nabhani, 1964). Penutup Hubungan agama-negara dalam pandangan Islam harus didasarkan pada Aqidah Is= lamiyah, bukan aqidah yang lain. Hubungan ini sangatlah eratnya, karena aga= ma (Islam) tanpa negara tak akan dapat terwujud secara sempurna dalam kehid= upan.=20 Hubungan ini secara nyata akan dapat diwujudkan jika berdiri negara Khilafa= h Islamiyah, yang pendiriannya merupakan kewajiban seluruh kaum muslimin. T= anpa Khilafah, agama dan negara akan terpisah dan terceraikan. Dalam keadaa= n demikian, menerapkan Islam secara sempurna dan menyeluruh adalah utopia, = ibarat mimpi di siang bolong. [ ]=20 Posted by: Redaksi on 13, Apr 04 | 2:58 pm=20 Return to : WEBLOG http://hayatulislam.net/ Untuk mendapatkan artikel-artikel seputar Islam, silahkan kunjungi Hayatul = Islam.Net - Menuju Islam Kaffah http://hayatulislam.net --------------------------------- Find local movie times and trailers on Yahoo! Movies. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->=20 Give the gift of life to a sick child.=20 Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~->=20 *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg= Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;=20 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx =20 Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ =20 ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **