[list_indonesia] [ppiindia] Tergagap di Tingkat Lokal

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 16 Mar 2005 22:21:06 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

 
TEMPO
 No. 03/XXXIV/14 - 20 Maret 2005

Nasional 
Tergagap di Tingkat Lokal 

Pemda kikuk mendata penduduk. Problem di tingkat pusat masih jauh dari beres. 
Ketika si miskin bertambah miskin. 


SETAHUN terakhir tak ada perubahan berarti dalam kehidupan Rosadi. Usaha 
berjualan sate maranggi yang padam sejak tahun lalu tetap tak berasap. Untuk 
memasak saja, kepala keluarga yang masih menanggung dua anak sekolah menengah 
pertama itu mengandalkan kayu bakar. Kompor minyak tanahnya sudah lama 
istirahat. Alas rumahnya di Desa Babakan Jati, Kelurahan Adiarsa Timur, 
Karawang, Jawa Barat, itu masih asli tanah. 

Sejak Juli tahun lalu ia memegang kartu keluarga miskin yang diterbitkan Bupati 
Karawang. Namun fasilitas yang mestinya ia nikmati, seperti beras murah Rp 
1.000 per liter dan beasiswa pendidikan, lewat begitu saja, tak menghampiri 
rumahnya. "Kami tetap membeli beras Rp 2.500 dan membayar uang sumbangan 
pembangunan dan pendidikan si bungsu Rp 25 ribu per bulan," kata Cicih, istri 
Rosadi. 

Kini, setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), beban hidup 
keluarga miskin itu makin berat. Menurut Rosadi, hingga kini tak ada 
pemberitahuan perihal penyaluran dana kompensasi BBM oleh pemerintah daerah. 
"Enggak pernah dapat penyuluhan," katanya, bagai di tengah kegelapan. 

Tetangga Rosadi, sebut saja Adung, juga tak tahu-menahu soal dana kompensasi 
itu. Meski pemerintah mengampanyekan program ini lewat televisi dengan 
menampilkan pelawak Bolot segala macam, "Semua orang desa bingung," ujar Adung, 
tokoh masyarakat di lingkungannya. Dia malah bertanya, "Sebetulnya siapa, sih, 
yang berhak menerima dana subsidi itu?" 
Di Tangerang, Banten, keluarga buruh yang banyak menjadi penganggur akibat 
pemutusan hubungan kerja dan pabrik tutup, November lalu, seperti tak tersentuh 
program dana kompensasi. Sastro dari Federasi Serikat Buruh Karya Utama mengaku 
belum ada pendataan dari pemerintah daerah. "Kami prihatin, apalagi banyak 
anggota kami buruh perempuan yang punya bayi dan balita," katanya. 

Apa sebetulnya yang terjadi? Pemerintah daerah, yang berperan lebih besar dalam 
penyaluran dana kompensasi bagi si miskin, rupanya masih bingung akan peran 
barunya. Berbekal semangat otonomi daerah, pemerintah pusat memang menyerahkan 
sebagian tugasnya ke pemerintah daerah. 

Menurut Deputi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan 
Pembangunan Nasional (Bappenas), Dedi M. Masykur Riyadi, proses penyaluran dana 
program kompensasi BBM berdasarkan struktur pemerintah daerah. Jadi, mulai dari 
tingkat terendah rukun tetangga (RT) hingga pemerintah provinsi. Tapi, rupanya 
di tingkat lokal proses itu tergagap-gagap. 

Simak saja pengakuan Bupati Karawang, Achmad Dadang. Meskipun sudah memiliki 
tujuh kriteria warga yang bisa digolongkan miskin, pihaknya belum melakukan 
pendataan terkini. "Sambil melakukan koordinasi dengan pusat dan provinsi, 
dalam satu-dua pekan lagi kami akan memperbarui data," katanya. Jadi, masih 
satu-dua pekan lagi. 
Sutrisno, Kepala Desa Kronjo, Tangerang, Banten, lain pula bingungnya. Meski 
dipastikan mendapat jatah seratus kartu jaminan pemeliharaan kesehatan 
masyarakat miskin (JPKMM), ia tetap gelisah. Sebab, dari sekitar 9.000 
warganya, lebih dari seribu tergolong miskin. "Semuanya minta kartu itu," 
katanya. "Bagaimana membaginya secara adil?" 

Aparat Desa Kelapa Dua, Curug, Tangerang, malah belum punya kriteria dan 
prosedur yang tepat mendata si miskin. Karena itu, mereka belum melakukan 
kegiatan apa pun. "Kami menunggu perintah atasan saja," ujar Syamsudin, staf 
Kepala Desa Kelapa Dua. 

Kebingungan di tingkat lokal ini tentu berimbas ke pemerintah pusat. Sebab, 
data makro yang dipakai setiap departemen terkait harus diperbarui di tingkat 
lokal, lewat pemerintah daerah. Departemen Kesehatan, misalnya, menyatakan 
hingga akhir bulan ini baru bisa mendata 18 juta dari 36,1 juta penduduk miskin 
versi Badan Pusat Statistik (BPS). 
"Klarifikasi ini melibatkan petugas PT Askes, pegawai departemen, dan para 
tokoh lokal," ujar Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari kepada Maria Ulfah 
dari Tempo. Ia memperkirakan seluruh data baru rampung pada Juni. Di Departemen 
Pendidikan Nasional, problem pendataan ini relatif lebih ringan. Data murid 
miskin di tingkat lokal sudah tersimpan rapi oleh sekolah yang bersangkutan, 
persis model tahun sebelumnya. 

Apalagi, audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan 2003 menilai penyaluran 
dana kompensasi BBM di sektor pendidikan sangat berhasil (skornya 90-100 
persen). "Sampai sejauh ini tiada kendala di prosedur penyaluran," kata Menteri 
Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo. 

Sektor infrastruktur pedesaan juga masih bergantung pada data lokal. Meski 
begitu, Departemen Pekerjaan Umum sudah punya prioritas kegiatan: perbaikan 
jalan desa. Setelah itu, baru pembangunan instalasi air minum dan hidran umum. 
"Kami akan cocokkan data BPS dengan data lapangan oleh pemerintah kabupaten dan 
kecamatan," kata Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto kepada Agricelli dari 
Tempo. 

Joko Kirmanto memperkirakan dana kompensasi infrastruktur pedesaan ini bisa 
terlaksana paling cepat Juli. BPS sendiri mencatat ada 11.140 desa miskin di 
Indonesia yang tersebar di 31 provinsi dan 419 kabupaten. Tapi, pemerintah 
pusat juga direpoti urusan baru: Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) 
meminta dana kompensasi BBM. 
Nilainya juga cukup besar: Rp 600 miliar, untuk kegiatan pembangunan 
perkampungan nelayan dan dana mikro kepada keluarga nelayan. "Ada tambahan dari 
DKP, nilainya sedang dihitung," kata sumber Tempo di Bappenas. "Indikasinya, 
sih, bakal disetujui, sehingga semuanya jadi sembilan sektor." 

Urusan baru lain adalah perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang ingin 
dana kompensasi bagi pengusaha angkutan, setelah inspeksinya ke berbagai 
pelabuhan dan terminal dua pekan terakhir. Presiden ingin harga baru BBM tidak 
menyebabkan tarif angkutan naik terlalu besar. Untunglah, pemerintah tidak 
memberikan kompensasi berupa dana kontan seperti di sektor lainnya. 

Pemerintah pun bergerak cepat. Kamis pekan lalu, Menteri Keuangan Yusuf Anwar 
mengaku sudah meneken kebijakan insentif kepada pengusaha bus itu. "Hari ini 
suratnya saya teken. Keringanan bea masuk itu antara lain untuk sasis angkutan 
dan suku cadang." Insentif itu membuat pemerintah kehilangan pendapatan dari 
bea masuk Rp 150 miliar per tahun. 

Sekarang tinggal urusan dengan lembaga legislatif. Sebab, dana kompensasi BBM 
itu ternyata baru bisa dicairkan oleh Departemen Keuangan jika Dewan Perwakilan 
Rakyat sudah menyetujui. "Dana kompensasi BBM Rp 10,5 triliun tergantung 
pembahasan APBN Perubahan 2005 dengan DPR," ujar Dirjen Anggaran Departemen 
Keuangan, Achmad Rohjadi. Artinya, masih perlu waktu. Padahal si miskin 
langsung makin miskin sejak harga BBM dinaikkan. 

M. Syakur Usman, Mawar Kusuma, Nanang Sutisna (Karawang), Ayu Cipta (Tangerang) 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Tergagap di Tingkat Lokal