[list_indonesia] [ppiindia] Re: Para Rektor Eks IKIP dan Profesor Prihatin terhadap Situasi Pendidikan

  • From: "Rahadian P. Paramita" <prajnamu@xxxxxxxxxxxx>
  • To: "PPIINDIA" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Fri, 4 Mar 2005 13:23:41 +0700

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

Tolong Bapak-bapak Eks IKIP itu cek lagi, pertemuan di Jogja yang diam-diam 
dilakukan oleh DPR bersama beberapa tokoh, yang notabene adalah tokoh UPI/IKIP. 
Dan keluarannya adalah RPP Standar Nasional Pendidikan yang gak karuan isinya, 
dan tidak pernah di-publish apa isinya ke masyarakat awam.


Date: Fri, 4 Mar 2005 00:20:20 +0100
   From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
Subject: Para Rektor Eks IKIP dan Profesor Prihatin terhadap Situasi Pendidikan

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/04/utama/1599778.htm

Jumat, 04 Maret 2005

Para Rektor Eks IKIP dan Profesor Prihatin terhadap Situasi Pendidikan

Jakarta, Kompas - Para rektor eks Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan 
bersama para profesor dan aktivis organisasi nonpemerintah yang bergerak 
dalam bidang pendidikan, Kamis (3/3), mengungkapkan keprihatinan terhadap 
arah kebijakan pendidikan nasional yang tidak jelas. Mereka juga 
mengingatkan agar pemerintah tidak melepaskan tanggung jawab negara dalam 
penyelenggaraan pendidikan dan mendesak agar pendidikan dasar benar-benar 
dibebaskan dari semua bentuk pungutan.

Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Soetjipto menilai pendidikan 
nasional saat ini mengalami disfungsi dan menuju ke arah yang salah. 
Pendidikan, kata Soetjipto, tidak bisa dijalankan hanya berdasarkan perasaan 
tanpa didasarkan ilmu tentang pendidikan.

"Selama ini kebijakan pendidikan cenderung terpotong-potong, sering 
menimbulkan kejutan, dan tidak terjamin kontinuitasnya. Itu semua karena 
kebijakan yang diambil tidak didasarkan pada penilaian dan evaluasi 
pendidikan secara nasional," ujar Soetjipto.

Ketua Umum Ikatan Sarjana Ilmu Pendidikan Indonesia Soedijarto mengemukakan, 
kebijakan pendidikan yang ada sekarang cenderung merespons suatu persoalan 
tanpa mengerti apa permasalahan yang sebenarnya terjadi. "Kita terlalu 
terburu-buru memberi obat, sementara penyakitnya belum tahu," kata 
Soedijarto.

Rencana memberlakukan badan hukum pendidikan (BHP), kata Soedijarto, 
merupakan contoh respons yang tidak tepat terhadap persoalan yang terjadi 
dalam pendidikan di Indonesia. Kebijakan itu mengasumsikan orang Indonesia 
kaya raya sehingga dananya bisa dikeruk untuk membiayai pendidikan. Padahal, 
pendapatan per kapita orang Indonesia hanya sekitar 600 dollar AS per tahun, 
jauh dari pendapatan per kapita di Amerika Serikat (AS) yang telah mencapai 
30.000 dollar AS per tahun atau Singapura sebesar 21.000 dollar AS per 
tahun. "Di Singapura pun tidak ada BHP," ujar Soedijarto.

Philotheus Tuerah, Deputi Rektor Universitas Negeri Manado (UNM), 
mengingatkan, di dalam konstitusi telah ditegaskan bahwa negara bertanggung 
jawab untuk mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan 
pertama-tama merupakan tanggung jawab negara, bukan masyarakat. Karena itu 
pula, kata Tuerah, konsep BHP harus ditolak apabila konsep itu tidak sesuai 
dengan amanat konstitusi.

Soal subsidi silang
Rencana pemerintah untuk memberlakukan sistem subsidi silang, menurut 
Soedijarto, merupakan kebijakan yang tidak tepat. Di banyak negara maju, 
baik orang kaya maupun orang miskin sama-sama tidak bayar untuk memperoleh 
pendidikan wajib.

Oleh karena itu, Soedijarto mendesak agar pemerintah segera memberlakukan 
kebijakan wajib belajar secara gratis untuk semua anak usia wajib belajar. 
Dana, kata Soedijarto, tidak jadi masalah apabila pemerintah menjalankan 
konstitusi yang mengharuskan pemerintah menyediakan anggaran pendidikan 
minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kalau pemerintah tidak berani menunda-nunda konstitusi tentang pembentukan 
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, pemilihan presiden dan kepala 
daerah secara langsung, tetapi mengapa kita berani melanggar ketentuan 
konstitusi tentang pendidikan?" kata Soedijarto.

Tentang gagasan subsidi silang dalam pembiayaan pendidikan sebetulnya tidak 
mesti diterjemahkan secara sempit di tingkat operasional. Argumentasi bahwa 
tidak adil jika orang kaya dibebaskan dari biaya pendidikan memang tidak 
sepenuhnya salah. Hanya saja, model pelaksanaannya tidak mesti orang-orang 
kaya itu langsung membayar mahal-sebagai bentuk subsidi bagi yang tak 
berpunya-biaya pendidikan itu di tingkat sekolah.

Di beberapa negara, pola subsidi semacam itu bisa dalam bentuk subsidi tidak 
langsung melalui mekanisme pajak. Contohnya, seperti dikemukakan oleh Lodi 
Paat, dari Koalisi Pendidikan, mereka yang semakin besar kekayaannya dikenai 
pajak yang juga semakin besar. Sebagian perolehan pajak itu langsung 
diperuntukkan khusus bagi pembangunan pendidikan.

Dengan mekanisme semacam ini, secara tidak langsung telah terjadi apa yang 
disebut subsidi silang. Melalui pajak, orang- orang yang lebih berpunya 
telah ikut mendanai kegiatan pendidikan, baik untuk anaknya maupun anak-anak 
bangsa lainnya. Mekanisme subsidi silang semacam ini selain sederhana, juga 
jauh lebih bermakna.

Soal ujian nasional
Mantan Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta Annah 
Suhaenah menyebut ujian nasional sebagai contoh kebijakan pendidikan yang 
tidak jelas. Dalam dunia pendidikan, keprihatinan utama bukan terletak pada 
hasil semata, tetapi juga pada prosesnya. Dengan melaksanakan ujian 
nasional, seolah-olah pemerintah hanya mau menagih ujungnya tanpa mau 
bertanya pada dirinya sendiri, yakni sejauh mana pemerintah menjalankan 
tanggung jawabnya agar tercapai hasil yang diinginkan.

Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengemukakan pentingnya kekuatan masyarakat 
digalang untuk merespons pendidikan yang tidak punya arah. Tilaar juga 
mengusulkan diselenggarakannya kongres pendidikan untuk membahas persoalan 
ujian nasional, guru dan pendidikan guru, kurikulum, pengelolaan perguruan 
tinggi, maupun politisasi jabatan-jabatan pendidikan saat ini.

Tilaar juga mempertanyakan menghilangnya para ahli pendidikan dari jajaran 
pejabat Departemen Pendidikan Nasional. "Sekarang ini justru ahli rayap yang 
menentukan pendidikan kita. Apa kita ini rayap- rayap?" kata Tilaar dengan 
nada sarkastis. (wis/ine) 

__________________________________________
rahadian p. paramita at http://prajnas.blogspot.com

 ...you, like everyone else, was born into bondage... 
 ...kept inside a prison that you cannot smell, taste, or touch. 
 A prison for your mind... 

MORPHEUS from THE MATRIX


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Re: Para Rektor Eks IKIP dan Profesor Prihatin terhadap Situasi Pendidikan