** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/05/sh01.html RI Tak Punya Badan Khusus Urus Perbatasan Jakarta, Sinar Harapan Saat ini tidak jelas departemen atau lembaga mana yang mendapat tugas khusus menangani masalah perbatasan RI. Ketika hal ini ditanyakan kepada Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Marty Natalegawa, dia mengakui memang belum ada departemen tertentu yang diberi tanggung jawab untuk khusus menangani masalah perbatasan secara keseluruhan. Namun, katanya, walau demikian Deplu mencanangkan konsep border diplomacy yang intinya pendekatan yang sifatnya komprehensif dan terkoordinasi. "Terlepas dari siapa yang bertanggung jawab akhirnya harus disampaikan melalui jalur diplomatik, jadi Deplu pastinya akan berperan," kata Marty kepada SH usai press briefing di Departemen Luar Negeri, Pejambon, Jumat (4/3). Sebagaimana diketahui, masalah perbatasan RI dengan negara-negara tetangga pada saat ini koordinasinya ditangani oleh instansi yang berbeda-beda. Misalkan, perbatasan RI-Timor Leste ditangani Departemen Luar Negeri, perbatasan RI-Papua koordinasi ada pada Mendagri, RI-Malaysia pada masa lalu di bawah Panglima TNI dst. Semasa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pernah ada gagasan membentuk tim pengelola perbatasan negara guna memperjelas siapa-siapa yang berhak menangani perbatasan, termasuk untuk menangani perundingan perbatasan dengan para tetangga. Namun gagasan itu masih angan-angan. Pada masa lalu juga pernah ada panitia koordinasi wilayah nasional dan kini sudah tidak berfungsi lagi. Berkaitan dengan ini Laksamana Muda (purn) Wahyono S.K., mantan Deputi Penelitian Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, mengatakan perlunya hal ini segera dikoordinasikan. "Maksudnya agar ada badan yang sehari-hari menyimpan berbagai file perbatasan laut atau darat," katanya. Menurut dia yang ada sekarang sangat amatiran, jadi siapa yang ditunjuk maka dia yang menyimpan. Wahyono mengusulkan sebaiknya lembaga itu setingkat direktorat jenderal di bawah departemen tertentu. "Jadi di atasnya ada menteri, dan itu bisa di Deplu, Dephan atau Depdagri," katanya. Dalam catatan SH, saat ini, Indonesia memiliki sekurangnya 10 masalah perbatasan di laut yang belum tuntas. Dengan Australia telah disepakati batas bersama ZEE, namun hingga saat ini belum meratifikasi. Ancaman tenggelamnya Pulau Nipah akibat penambangan pasir berpotensi mengubah garis perbatasan RI dengan Singapura, yang aktif melakukan reklamasi menggunakan pasir dari Riau. Dengan Malaysia, selain klaim di wilayah Ambalat juga belum ditetapkan batas laut pasca keputusan ICJ yang memenangkan Malaysia soal Sipadan-Ligitan. Indonesia dan Thailand juga belum tuntas menetapkan ZEE di Perairan Selatan Laut Andaman. Pulau Miangas, yang meski secara de facto dan de jure sah milik Indonesia, tetap saja Filipina suka menggunakan Treaty of Paris 1889 ketimbang UNCLOS 1982 untuk tetap mengklaim pulau tersebut. Batas laut RI - Timor Leste juga belum tuntas. Harus Ada Armada Sementara itu pengamat militer dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Begi Hersutanto kepada SH, menyatakan soal nota diplomatik Indonesia tidak akan banyak mendapatkan tanggapan sejauh Indonesia belum menempatkan armadanya untuk berpatroli di wilayah terluar Indonesia. Sesuai dengan Konvensi Hukum Laut Internasional, klaim wilayah harus dibarengi oleh pengakuan dan kehadiran armada di wilayah tersebut. "Nah bagaimana kita bisa memperoleh pengakuan atas klaim kita terhadap wilayah tertentu kalau kita tidak hadir secara nyata di sana? (Apabila-red) baru setelah ada klaim negara lain, baru meletakkan patroli di sana, itu kebijakan yang agak terlambat," kata Begi. Menurutnya, patroli harus dilakukan secara rutin di titik terluar perbatasan. Jika tidak, akan muncul persepsi yang bisa menjadi preseden buruk yaitu betapa mudahnya untuk menduduki wilayah Indonesia. "Kalau sampai ini terjadi lagi kan konyol namanya. Seharusnya Indonesia belajar banyak dari kasus Sipadan-Ligitan," Begi mengingatkan. Ia menambahkan, jika pemerintah tidak berbenah, maka setiap nota diplomatik tidak akan pernah mendapat perhatian serius. Oleh sebab itu kini sudah waktunya Indonesia mengubah tatanan paradigma pertahanan, dengan memperkuat angkatan laut. Senada dengan Begi, mantan Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong mengatakan pemerintah seharusnya bersikap lebih tegas mengenai wilayah perbatasan. Pengukuran wilayah-wilayah terluar harus segera dilakukan kembali untuk menegaskan batas terluar wilayah Indonesia. Pengadilan Internasional Mengenai tidak jelasnya wilayah perbatasan Indonesia, menurut Kepala Badan Pelatihan dan Pendidikan Departemen Pertahanan, Marsekal Muda Koesnadi Kardi, menyebabkan lemahnya posisi Indonesia jika masalah perbatasan dibawa ke pengadilan internasional seperti kasus Sipadan-Ligitan. Ia berpendapat, hanya perbatasan dengan negara Papua Niugini dan Timor Timur yang berbatasan darat dengan Indonesia, sedangkan perbatasan dengan negara lainnya berupa lautan. Pada titik inilah pemerintah harus segera berbenah. "Jika tidak, wilayah negara lain akan bertambah dan wilayah negara kita akan berkurang," katanya kepada SH. Ia menegaskan, pemerintah seharusnya mengembangkan strategi politik, strategi ekonomi dan strategi militer secara bersamaan untuk menjamin keamanan nasional. Komandan Pangkalan Angkatan Laut Letkol (Laut) Ibnu Parna mengatakan, TNI AL terus mengintensifkan patroli di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia di perairan di Pulau Kalimantan, antara Selat Ambalat hingga Pulau Karang Unarang. Keempat KRI yang berpatroli di wilayah perbatasan akan bergantian melakukan patroli, yakni KRI Wiratno, KRI Nuku, KRI Rencong, dan KRI Karel Satsuit Tubun. KRI Wiratno membawa 60 personel TNI AL, KRI Nuku membawa 60 personel, KRI Rencong membawa 65 personel, KRI KS Tubun membawa 120 personel. Indonesia Tak Terima Dalam press briefing, Marty menegaskan posisi Indonesia dalam soal Ambalat masih sama yaitu perairan Laut Sulawesi di sebelah timur Pulau Kalimantan adalah bagian dari wilayah Indonesia. Marty menegaskan Indonesia tidak dapat menerima klaim Malaysia tentang keabsahan peta Malaysia tahun 1979 yang sering dinyatakan pihak Malaysia dalam setiap kesempatan. "Yang lupa mereka sampaikan adalah peta termaksud adalah peta yang dipermasalahkan bukan saja oleh Indonesia bahkan oleh sejumlah negara di Asia Tenggara," kata Marty. Inggris pun, kata Marty, pada saat itu mewakili Brunei Darussalam mempermasalahkan peta tersebut. Tampaknya pihak Malaysia menggunakan keputusan berkaitan Sipadan-Ligitan untuk menetapkan batas maritimnya, kata Marty. Hal itu tidak dapat diterima Indonesia karena kepemilikan Malaysia atas Pulau Sipadan-Ligitan tidak memberikan efek penuh terhadap batas maritim, dan sebagai bukan negara kepulauan Malaysia tidak bisa menggunakan klausul yang dimiliki oleh negara kepulauan seperti Indonesia. Sehubungan dengan landas kontinen, Konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 mengatur antara lain negara kepulauan memiliki hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber alam atas landas kontinennya. Hak tersebut eksklusif, dengan pengertian tidak ada negara lain yang dapat melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber alam tanpa persetujuan khusus dari negara kepulauan yang bersangkutan. Malaysia telah menjawab nota protes tanggal 25 Februari lalu, yang intinya menyampaikan bahwa wilayah itu adalah perairan Malaysia. (nat/emy) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **