[list_indonesia] [ppiindia] Politik "Kewahyon"

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 29 Mar 2005 01:27:34 +0200

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/29/opini/1646121.htm


Politik "Kewahyon" 
Oleh Sukardi Rinakit

SEANDAINYA Megawati Soekarnoputri mengatakan, "Saya yakin, saya pasti akan 
terpilih kembali menjadi Ketua Umum PDI-P. Tetapi justru karena itu, saya 
memutuskan untuk menyerahkan tongkat kepemimpinan pada kader muda partai, siapa 
pun dia!"

Jika dari Bali Megawati mengayunkan langkah politik itu, sama seperti langkah 
yang dilakukan Nelson Mandela (juga akan dilakukan oleh Amien Rais), maka bukan 
saja ia akan meninggalkan keteladanan yang luar biasa bagi generasi penerus, 
tetapi juga nama harum. Rakyat akan menilai bahwa cita-cita Megawati ternyata 
jauh lebih besar dari dirinya sendiri.

Tetapi jika Megawati melakukan langkah politik sebaliknya, bahkan memaksakan 
kehendak untuk bekerjanya sistem formatur tunggal dan hak prerogatif ketua 
umum, ia bukan saja akan mengerdilkan partai yang dicintainya, tetapi juga 
membonsai pohon teduh demokrasi.

Pendeknya, apa pun bentuknya, masa depan PDI-P ada di tangan kearifan Megawati. 
Kalau Megawati bersikap bijaksana, ada peluang bagi kader PDI-P, siapa pun dia, 
untuk didekati oleh wahyu kekuasaan pada pemilu mendatang.

DALAM pendekatan budaya politik, wahyu kekuasaan cenderung tidak bisa diputar 
balik dan ditarik-tarik untuk kembali mendekat. Hampir tidak ada catatan di 
Nusantara yang menggambarkan bahwa seorang raja bisa berkuasa kembali setelah 
ia lengser atau ditumbangkan lawan politiknya. Salah satu sebab dari menjauhnya 
wahyu tersebut adalah karena sang penerima dan orang-orang yang ada di 
jejaringnya tidak resolved. Padahal wahyu itu hanya bertahan dengan senang hati 
apabila sang penerima tetap bisa terharu, prihatin, menangis dan bekerja keras 
demi kepentingan rakyat. Tanpa sikap itu, wahyu kekuasaan akan cepat hilang 
diserap kembali oleh suara rakyat. Suara rakyat adalah suara Tuhan (vox populi 
vox Dei).

Sejak reformasi bergulir, tongkat kekuasaan telah estafet di tangan empat tokoh 
(Habibie, Gus Dur, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono/SBY). Apakah para 
pemimpin Republik tersebut adalah tokoh-tokoh yang kewahyon (menerima wahyu 
kekuasaan)? Jika jawabannya ya, mengapa kehidupan rakyat kok tidak juga membaik 
sampai hari ini?

Di pedesaan Jawa dan kampung-kampung kumuh perkotaan, euforia pemilu sudah 
mulai mengering saat ini. Orang-orang tua, meskipun hanya berbisik-bisik dan 
tidak berteriak lantang ala mahasiswa, mulai ragu dengan eksistensi pasangan 
SBY-Jusuf Kalla sebagai pemimpin yang mendapatkan wahyu kekuasaan sejati. 
Mereka meraba-raba bahwa banyaknya masalah bangsa mulai dari kecelakaan, 
bencana alam, mencuatnya konflik perbatasan dan kelaparan merupakan tanda-tanda 
bahwa jangan-jangan "dwitunggal" SBY-JK sebenarnya tidak lebih dari sekadar 
presiden dan wakil presiden. Mereka hanya pemegang kekuasaan administratif dan 
bukan pemimpin yang kewahyon.

Bisik-bisik seperti itu secara hipotesis akan semakin sulit dibendung apabila 
kenaikan harga BBM ternyata justru akan memukul masyarakat kelas bawah dan 
bukan membuat mereka menjadi lebih sejahtera meskipun tersedia dana kompensasi 
(yang baru dikucurkan tiga bulan setelah kenaikan harga BBM). Keraguan akan 
wahyu kekuasaan itu juga terjadi karena kurang bijaknya komentar-komentar 
sebagian penguasa. Aburizal Bakrie, misalnya, dengan enteng mengatakan, "Kalau 
tidak bisa beli gas ya jangan beli." Sedangkan SBY dengan mantap mengatakan, "I 
don't care (with my popularity)" dan Jusuf Kalla menantang, "BBM naik, kita 
tunggu demonstrasinya."

Karena karakter masyarakat kita adalah paternalistik, maka seperti obat nyamuk 
bakar, komentar-komentar seperti itu cepat merambat ke lingkaran luar, yaitu 
jajaran birokrasi yang lebih rendah. Kini Menteri Keuangan Jusuf Anwar sudah 
mengatakan "I don't care" mengikuti SBY (seperti akhiran "-ken" dan kata 
"mangkin" yang dipakai Soeharto dan latah ditirukan pejabat-pejabat lain). 
Besok akan semakin banyak birokrat yang akan mengucapkan kalimat yang sama 
untuk mempertahankan kepentingan masing-masing.

Pergantian empat kali presiden tanpa menghasilkan peningkatan kesejahteraan 
rakyat merupakan suatu ironi dalam praktik kekuasaan politik. Mungkin betul apa 
yang dikatakan Frans Seda (Kompas, 24/3) bahwa semua persoalan di Republik 
bersumber pada birokrasi. Dengan demikian, mempunyai presiden yang baik saja 
tidak cukup tanpa dukungan birokrat yang bersih. Tetapi birokrat yang bersih 
saja tidak ada artinya apabila mereka tidak mempunyai perasaan bernegara.

Sulit untuk mengatakan bahwa birokrat kita mempunyai perasaan bernegara. 
Buktinya, dari dulu sungai tetap kotor, selokan mampet, bus kota tidak 
manusiawi, trotoar rusak, warung-warung asal tempel, illegal logging jalan 
terus dan impor gula ilegal tidak terbendung. Padahal, rumah mereka dipelihara 
untuk tetap bersih dan mewah. Tetapi sikap memiliki seperti itu tidak 
diterapkan dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Kita menjadi miris 
karena jangan-jangan para menteri, direktur jenderal, gubernur, bupati, wali 
kota, camat dan lain-lain memang tidak merasa mempunyai negara. Itu sebabnya 
mereka tidak pernah memikirkan secara serius persoalan-persoalan yang dihadapi 
rakyat. Bahkan tanah Republik diambil oleh bangsa lain pun mereka tidak peduli.

Perasaan tidak bernegara dari para birokrat itulah yang menjadi sumber 
kemiskinan dan perasaan tidak adil yang berkembang di hati rakyat. Oleh sebab 
itu, siapa pun yang mendapatkan wahyu kekuasaan, ia tidak akan bisa berbuat 
apa-apa apabila mengabaikan reformasi birokrasi. Itulah alasan mengapa Habibie, 
Gus Dur, dan Megawati akhirnya gagal mengemban amanat penderitaan rakyat. 
Akibatnya, sampai sekarang mayoritas rakyat masih belum beranjak dari 
kemiskinan.

KALAU SBY tidak mau bernasib sama seperti ketiga pendahulunya itu dan ingin 
membuktikan bahwa ia kewahyon, maka ia harus melakukan double-click. Istilah 
yang sejatinya menunjuk pada tindakan menekan mouse komputer agar program yang 
diinginkan cepat berproses tersebut menggambarkan perlunya tindakan progresif 
dan tegas dari presiden. Tanpa double-click, seluruh program kebijakan termasuk 
yang menjadi prioritas utama sekalipun tidak akan pernah terimplementasikan 
dalam program aksi.

Karena itu, hal terpenting yang harus dibangun SBY untuk menjaga optimisme 
publik dan untuk menunjukkan bahwa ia adalah seorang presiden yang kewahyon, 
yakni mengasah sensitivitas perasaan bernegara para birokrat. Selain itu, SBY 
juga harus mulai berani "membungkam" mulut para pembantunya yang biasa 
berkomentar sembarangan. Tanpa langkah itu, operasi besar SBY untuk mengurangi 
kemiskinan, pengangguran, peningkatan mutu pendidikan dan lain-lain akan lebih 
bersifat utopis daripada realistis. Pendeknya, untuk segala hal yang baik untuk 
bangsa, SBY sebagai pemegang wahyu kekuasaan harus berani melakukan aksi 
double-click.

Sebagai catatan akhir (setulusnya ini membuat saya prihatin), SBY harus tahu 
bahwa sekarang ini berkembang folklore sindiran seperti ini: "Menurut Anda apa 
kesuksesan SBY selama ini?" Jawabnya, "Ia sukses menunjukkan pada kita dan 
dunia internasional bahwa ia berhasil 'mengurangi' jumlah orang miskin."

Buktinya? Satu demi satu orang miskin meninggal atau tewas bunuh diri karena 
dililit kesulitan hidup. Contoh mutakhir adalah Yusuf bin Ahmad, pedagang bubur 
ayam yang Sabtu lalu tewas gantung diri karena frustrasi gerobaknya digaruk 
Tramtib DKI Jakarta.
Sukardi Rinakit Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: