** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** Suara Karya Kompensasi BBM dan Ancaman Kelaparan Oleh Ali Utsman Kamis, (17-03-'05) Bagi kelompok masya-rakat menengah dan atas, kenaikan harga BBM, meski memberatkan, pasti bisa mereka tanggung. Tetapi bagi masyarakat bawah, ibaratnya tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk bertahan. Ketika kenaikan itu sudah terjadi dan subsidi langsung belum juga mereka te-rima, maka yang ada adalah penderitaan. Ju-taan warga masyarakat dapat dipastikan hidup dalam kesulitan. Terkejut tentunya kita mendengar laporan adanya ancaman kelaparan di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Musim kemarau yang tiba lebih awal di daerah itu membuat tanaman pangan milik penduduk tidak tumbuh dengan baik dan bahkan mengalami puso karena kekeringan. Masyarakat di Kabupaten Lembata tidaklah sendirian. Kondisi yang sama dihadapi masyarakat yang tinggal di delapan kabupaten lain di NTT, bahkan mungkin kelak terjadi pula di daerah-daerah lain pelosok Indonesia. Semua kenyataan itu tidaklah harus membuat kita malu. Inilah manfaat dari kebebasan pers yang sedang kita rasakan. Berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat bisa terungkap sejak awal. Informasi ini tentunya baik untuk dipakai mengambil langkah tindakan segera agar ancaman kelaparan itu bisa dihindari dan tidak menjadi kelaparan yang sesungguhnya. Masyarakat Lembata merupakan potret lain dari kehidupan masyarakat Indonesia. Sebuah masyarakat yang tidak tinggal dengan kemewahan dan menikmati kemajuan zaman seperti di Jakarta ataupun kota-kota besar lainnya, tetapi masyarakat yang hidup dalam kebersahajaan dan lingkungan yang sangat keras. NTT merupakan wilayah yang dikenal paling kering di Indonesia. Jumlah curah hujan rata-rata yang turun di daerah itu paling rendah dibandingkan dengan jumlah curah hujan di wilayah-wilayah lainnya. Untuk itulah sebetulnya di daerah tersebut dibutuhkan cara penanganan yang berbeda. Sentuhan teknologi - khususnya dalam tata kelola air - haruslah lebih kuat diterapkan di daerah itu, karena itulah satu-satunya cara yang bisa dipakai untuk mengangkat kehidupan masyarakat NTT. Namun, pemerintah tidak pernah melakukan hal itu. Malah, pemerintah membiarkan masyarakat di wilayah itu hidup dengan kesendiriannya dan kadang bahkan lupa untuk menyapanya. Akibatnya, kemiskinanlah yang menonjol di sana. Dalam menanggapi fenomena tersebut, Menko Kesra Alwi Sihab sempat mengatakan, bahwa dinas sosial di setiap provinsi memiliki stok beras yang cukup. Menko Kesra merasa yakin bahwa pemerintah daerah akan segera melakukan langkah penyelamatan. Bahkan stok dari Departemen Sosial yang ada di provinsi gampang untuk dikirim ke daerah yang membutuhkan. "Besok pun orang di daerah itu pasti sudah akan kekenyangan." (Kompas, 14/3/2005). Rupanya Menko Kesra ingin mengatakan bahwa ancaman kelaparan yang terjadi di NTT bukanlah persoalan besar. Dengan mudah pemerintah akan bisa menangani dan mengubah ancaman kelaparan itu menjadi kecukupan pangan. Keseriusan Pemerintah Semoga saja apa yang diucapkan Menko Kesra memang seperti itu adanya. Pemerintah dengan sigap menunjukkan kepeduliannya kepada rakyat sehingga ancaman kelaparan itu bisa dihindarkan. Hanya saja, pengalaman sering menunjukkan hal yang lain. Apa yang diucapkan seorang pejabat sangat berbeda dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Faktor penyebabnya bukan hanya karena faktor lambannya birokrasi. Namun, yang kita kadang lupa, Indonesia ini tidak semuanya seperti Jakarta atau Jawa, yang mudah dijangkau karena prasarana yang memadai ataupun moda transportasi yang mudah diperoleh. Dengan kondisi seperti itu, apa yang terjadi di Kabupaten Lembata tidak bisa dianggap enteng dan dibiarkan diselesaikan seperti biasanya. Karena itu, Sekarang ini yang kita butuhkan bukanlah sebuah keputusan yang masih berada dalam tataran konsep. Kita membutuhkan sebuah keputusan yang bisa secara efektif dilaksanakan di lapangan seperti konsep tertulisnya. Sebab, begitu banyak konsep yang begitu baik dibuat, tetapi di lapangan ternyata tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat. Contoh yang sedang ramai dibicarakan adalah mengenai instruksi presiden tentang harga pembelian pemerintah (HPP) untuk beras petani. Di atas kertas sepertinya pemerintah berupaya untuk memperbaiki kehidupan keluarga petani dengan menaikkan harga gabah kering giling (GKG) dari Rp 1.230 per kg menjadi Rp 1.330 per kg. Di atas kertas, dengan kenaikan Rp 100 per kg, nilai tukar petani diharapkan bisa meningkat sehingga mereka bisa menyesuaikan diri terhadap kenaikan barang kebutuhan pokok akibat kenaikan harga bahan bakar minyak. Namun, ada perbedaan mendasar yang luput diperhatikan. Harga dasar yang diberlakukan sebelumnya berlaku untuk harga GKG di tempat petani, sementara harga yang baru adalah harga GKG yang berlaku di tempat penggilingan padi. Tidaklah terbayangkan bahwa lokasi dari tempat petani ke tempat penggilingan padi bukanlah jarak yang selalu dekat. Kadang kedua tempat itu berjauhan dan petani harus mengeluarkan ongkos transpor terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan kenaikan Rp 100 per kg. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa Inpres Perberasan tidak memberikan insentif tambahan apa pun kepada para petani. Padahal, kehidupan mereka semakin mahal akibat kenaikan harga kebutuhan pokok Kompensasi Riil BBM Diakui bersama, dalam setiap pengambilan kebijakan, tidak pernah pemerintah mempertimbangkan seluruh strata masyarakat yang ada. Selalu kaca mata yang dipakai untuk melihat adalah kehidupan masyarakat di Jawa atau paling jauh Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Termasuk dalam pengambilan keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), yang menimbulkan reaksi keras dari masyarakat. Cara melihat persoalan yang dipakai hanyalah subsidi yang dikeluarkan negara selama ini hanya dinikmati oleh orang-orang kaya saja. Karena itu, langkah yang ditempuh adalah mengganti pola subsidi harga menjadi subsidi langsung. Kita sependapat bahwa subsidi yang sekarang ini tidak tepat sasaran dan harus diubah. Tetapi bagaimana caranya agar subsidi langsung itu benar-benar bisa sampai kepada yang berhak dan bahkan dana kompensasi itu harus diberikan terlebih dahulu agar kelompok masyarakat miskin tidak menjadi korban dari kenaikan harga BBM. Bagi kelompok masyarakat menengah dan atas, kenaikan harga BBM itu, meski memberatkan, pasti bisa mereka tanggung. Tetapi bagi masyarakat bawah, ibaratnya tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk bertahan. Ketika kenaikan itu sudah terjadi dan subsidi langsung belum juga mereka terima, maka yang ada adalah penderitaan. Inilah yang sekarang ini sedang kita alami. Ketika dana kompensasi BBM yang diharapkan bisa membantu kelompok masyarakat miskin belum juga tersedia dan besar kemungkinan terlambat datang, kita dihadapkan kepada jutaan warga masyarakat yang hidup dalam kesulitan. Kelompok masyarakat ini mampu bertahan ketika keadaannya normal. Tetapi ketika ada satu anggota keluarga mereka yang menderita sakit, maka mereka berubah menjadi kelompok masyarakat miskin, karena kemampuan keuangan keluarga tidak lagi mampu menunjangnya. Jangan hanya persoalan masyarakat Jakarta dan kota- kota besar saja yang menjadi pertimbangan, tetapi juga kelompok masyarakat marjinal yang tinggal di daerah terpencil. Apa yang dialami masyarakat Lembata salah satu contoh nyata yang harus menjadi perhatian. Bagaimanapun mereka adalah warga negara Indonesia yang juga harus diperhatikan. Setidaknya, point yang ingin kita sampaikan adalah para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) tidak bisa hanya duduk di belakang meja. Hanya membuat kebijakan dari Jakarta, tanpa mau memahami bagaimana sulitnya pelaksanaan dari kebijakan itu di lapangan. Jujur harus kita katakan bahwa kita sebenarnya tidak mengenal betul Tanah Air kita. Ketika disebut Pulau Lomblen, maka kita harus membuka peta untuk mengetahui di mana sebenarnya letak pulau tersebut. Kalau kita tidak pernah turun ke lapangan dan terjun langsung ke tengah masyarakat, maka peta bisa juga menyesatkan. Sepertinya jarak itu begitu dekat dan tidak menjadi persoalan untuk menjangkaunya. Kita sering lupa bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan kita selama ini tidak pernah melengkapi negara kita ini dengan sarana transportasi yang memadai. Belum lagi, kita harus menghadapi perilaku birokrat, yang bukan bertindak sebagai abdi masyarakat, tetapi tuan besar yang harus dilayani. Itulah yang membuat kenapa berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah sepertinya tidak bisa berjalan dan terasa manfaatnya oleh masyarakat banyak. Ini harus bisa diperbaiki. *** (Penulis adalah Koordinator Peneliti pada Social [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **