[list_indonesia] [ppiindia] Kompensasi BBM dan Ancaman Kelaparan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 16 Mar 2005 21:49:28 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

Suara Karya


Kompensasi BBM dan Ancaman Kelaparan
Oleh Ali Utsman 


Kamis, (17-03-'05)
Bagi kelompok masya-rakat menengah dan atas, kenaikan harga BBM, meski 
memberatkan, pasti bisa mereka tanggung. Tetapi bagi masyarakat bawah, 
ibaratnya tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk bertahan. Ketika kenaikan itu 
sudah terjadi dan subsidi langsung belum juga mereka te-rima, maka yang ada 
adalah penderitaan. Ju-taan warga masyarakat dapat dipastikan hidup dalam 
kesulitan. 

Terkejut tentunya kita mendengar laporan adanya ancaman kelaparan di Kabupaten 
Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Musim kemarau yang tiba lebih awal di 
daerah itu membuat tanaman pangan milik penduduk tidak tumbuh dengan baik dan 
bahkan mengalami puso karena kekeringan. Masyarakat di Kabupaten Lembata 
tidaklah sendirian. Kondisi yang sama dihadapi masyarakat yang tinggal di 
delapan kabupaten lain di NTT, bahkan mungkin kelak terjadi pula di 
daerah-daerah lain pelosok Indonesia. 

Semua kenyataan itu tidaklah harus membuat kita malu. Inilah manfaat dari 
kebebasan pers yang sedang kita rasakan. Berbagai persoalan yang dihadapi 
masyarakat bisa terungkap sejak awal. Informasi ini tentunya baik untuk dipakai 
mengambil langkah tindakan segera agar ancaman kelaparan itu bisa dihindari dan 
tidak menjadi kelaparan yang sesungguhnya. 

Masyarakat Lembata merupakan potret lain dari kehidupan masyarakat Indonesia. 
Sebuah masyarakat yang tidak tinggal dengan kemewahan dan menikmati kemajuan 
zaman seperti di Jakarta ataupun kota-kota besar lainnya, tetapi masyarakat 
yang hidup dalam kebersahajaan dan lingkungan yang sangat keras. 

NTT merupakan wilayah yang dikenal paling kering di Indonesia. Jumlah curah 
hujan rata-rata yang turun di daerah itu paling rendah dibandingkan dengan 
jumlah curah hujan di wilayah-wilayah lainnya. Untuk itulah sebetulnya di 
daerah tersebut dibutuhkan cara penanganan yang berbeda. Sentuhan teknologi - 
khususnya dalam tata kelola air - haruslah lebih kuat diterapkan di daerah itu, 
karena itulah satu-satunya cara yang bisa dipakai untuk mengangkat kehidupan 
masyarakat NTT. 

Namun, pemerintah tidak pernah melakukan hal itu. Malah, pemerintah membiarkan 
masyarakat di wilayah itu hidup dengan kesendiriannya dan kadang bahkan lupa 
untuk menyapanya. Akibatnya, kemiskinanlah yang menonjol di sana. 

Dalam menanggapi fenomena tersebut, Menko Kesra Alwi Sihab sempat mengatakan, 
bahwa dinas sosial di setiap provinsi memiliki stok beras yang cukup. Menko 
Kesra merasa yakin bahwa pemerintah daerah akan segera melakukan langkah 
penyelamatan. Bahkan stok dari Departemen Sosial yang ada di provinsi gampang 
untuk dikirim ke daerah yang membutuhkan. "Besok pun orang di daerah itu pasti 
sudah akan kekenyangan." (Kompas, 14/3/2005). 

Rupanya Menko Kesra ingin mengatakan bahwa ancaman kelaparan yang terjadi di 
NTT bukanlah persoalan besar. Dengan mudah pemerintah akan bisa menangani dan 
mengubah ancaman kelaparan itu menjadi kecukupan pangan. 

Keseriusan Pemerintah


Semoga saja apa yang diucapkan Menko Kesra memang seperti itu adanya. 
Pemerintah dengan sigap menunjukkan kepeduliannya kepada rakyat sehingga 
ancaman kelaparan itu bisa dihindarkan. Hanya saja, pengalaman sering 
menunjukkan hal yang lain. Apa yang diucapkan seorang pejabat sangat berbeda 
dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. 

Faktor penyebabnya bukan hanya karena faktor lambannya birokrasi. Namun, yang 
kita kadang lupa, Indonesia ini tidak semuanya seperti Jakarta atau Jawa, yang 
mudah dijangkau karena prasarana yang memadai ataupun moda transportasi yang 
mudah diperoleh. Dengan kondisi seperti itu, apa yang terjadi di Kabupaten 
Lembata tidak bisa dianggap enteng dan dibiarkan diselesaikan seperti biasanya. 

Karena itu, Sekarang ini yang kita butuhkan bukanlah sebuah keputusan yang 
masih berada dalam tataran konsep. Kita membutuhkan sebuah keputusan yang bisa 
secara efektif dilaksanakan di lapangan seperti konsep tertulisnya. Sebab, 
begitu banyak konsep yang begitu baik dibuat, tetapi di lapangan ternyata tidak 
menunjukkan keberpihakan kepada rakyat. Contoh yang sedang ramai dibicarakan 
adalah mengenai instruksi presiden tentang harga pembelian pemerintah (HPP) 
untuk beras petani. 

Di atas kertas sepertinya pemerintah berupaya untuk memperbaiki kehidupan 
keluarga petani dengan menaikkan harga gabah kering giling (GKG) dari Rp 1.230 
per kg menjadi Rp 1.330 per kg. Di atas kertas, dengan kenaikan Rp 100 per kg, 
nilai tukar petani diharapkan bisa meningkat sehingga mereka bisa menyesuaikan 
diri terhadap kenaikan barang kebutuhan pokok akibat kenaikan harga bahan bakar 
minyak. 

Namun, ada perbedaan mendasar yang luput diperhatikan. Harga dasar yang 
diberlakukan sebelumnya berlaku untuk harga GKG di tempat petani, sementara 
harga yang baru adalah harga GKG yang berlaku di tempat penggilingan padi. 

Tidaklah terbayangkan bahwa lokasi dari tempat petani ke tempat penggilingan 
padi bukanlah jarak yang selalu dekat. Kadang kedua tempat itu berjauhan dan 
petani harus mengeluarkan ongkos transpor terlebih dahulu untuk bisa 
mendapatkan kenaikan Rp 100 per kg. 

Temuan di lapangan menunjukkan bahwa Inpres Perberasan tidak memberikan 
insentif tambahan apa pun kepada para petani. Padahal, kehidupan mereka semakin 
mahal akibat kenaikan harga kebutuhan pokok 

Kompensasi Riil BBM


Diakui bersama, dalam setiap pengambilan kebijakan, tidak pernah pemerintah 
mempertimbangkan seluruh strata masyarakat yang ada. Selalu kaca mata yang 
dipakai untuk melihat adalah kehidupan masyarakat di Jawa atau paling jauh 
Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. 

Termasuk dalam pengambilan keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak 
(BBM), yang menimbulkan reaksi keras dari masyarakat. Cara melihat persoalan 
yang dipakai hanyalah subsidi yang dikeluarkan negara selama ini hanya 
dinikmati oleh orang-orang kaya saja. Karena itu, langkah yang ditempuh adalah 
mengganti pola subsidi harga menjadi subsidi langsung. 

Kita sependapat bahwa subsidi yang sekarang ini tidak tepat sasaran dan harus 
diubah. Tetapi bagaimana caranya agar subsidi langsung itu benar-benar bisa 
sampai kepada yang berhak dan bahkan dana kompensasi itu harus diberikan 
terlebih dahulu agar kelompok masyarakat miskin tidak menjadi korban dari 
kenaikan harga BBM. 

Bagi kelompok masyarakat menengah dan atas, kenaikan harga BBM itu, meski 
memberatkan, pasti bisa mereka tanggung. Tetapi bagi masyarakat bawah, 
ibaratnya tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk bertahan. Ketika kenaikan itu 
sudah terjadi dan subsidi langsung belum juga mereka terima, maka yang ada 
adalah penderitaan. 

Inilah yang sekarang ini sedang kita alami. Ketika dana kompensasi BBM yang 
diharapkan bisa membantu kelompok masyarakat miskin belum juga tersedia dan 
besar kemungkinan terlambat datang, kita dihadapkan kepada jutaan warga 
masyarakat yang hidup dalam kesulitan. 

Kelompok masyarakat ini mampu bertahan ketika keadaannya normal. Tetapi ketika 
ada satu anggota keluarga mereka yang menderita sakit, maka mereka berubah 
menjadi kelompok masyarakat miskin, karena kemampuan keuangan keluarga tidak 
lagi mampu menunjangnya. 

Jangan hanya persoalan masyarakat Jakarta dan kota- kota besar saja yang 
menjadi pertimbangan, tetapi juga kelompok masyarakat marjinal yang tinggal di 
daerah terpencil. Apa yang dialami masyarakat Lembata salah satu contoh nyata 
yang harus menjadi perhatian. Bagaimanapun mereka adalah warga negara Indonesia 
yang juga harus diperhatikan. 

Setidaknya, point yang ingin kita sampaikan adalah para menteri Kabinet 
Indonesia Bersatu (KIB) tidak bisa hanya duduk di belakang meja. Hanya membuat 
kebijakan dari Jakarta, tanpa mau memahami bagaimana sulitnya pelaksanaan dari 
kebijakan itu di lapangan. Jujur harus kita katakan bahwa kita sebenarnya tidak 
mengenal betul Tanah Air kita. Ketika disebut Pulau Lomblen, maka kita harus 
membuka peta untuk mengetahui di mana sebenarnya letak pulau tersebut. 

Kalau kita tidak pernah turun ke lapangan dan terjun langsung ke tengah 
masyarakat, maka peta bisa juga menyesatkan. Sepertinya jarak itu begitu dekat 
dan tidak menjadi persoalan untuk menjangkaunya. Kita sering lupa bahwa 
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan kita selama ini tidak 
pernah melengkapi negara kita ini dengan sarana transportasi yang memadai. 

Belum lagi, kita harus menghadapi perilaku birokrat, yang bukan bertindak 
sebagai abdi masyarakat, tetapi tuan besar yang harus dilayani. Itulah yang 
membuat kenapa berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah sepertinya tidak bisa 
berjalan dan terasa manfaatnya oleh masyarakat banyak. Ini harus bisa 
diperbaiki. *** 

(Penulis adalah Koordinator Peneliti pada Social


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Kompensasi BBM dan Ancaman Kelaparan