[list_indonesia] [ppiindia] .. Kapal Perang Disiagakan di Perbatasan RI-Malaysia

  • From: "Listy" <listy@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "[ppiindia] (E-mail)" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Thu, 3 Mar 2005 09:38:40 +0700

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


 
fyi
 
----- Original Message ----- 
 

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail 
<http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=4593> &id=4593
 
Kamis, 03 Mar 2005,
Panglima Ambil Alih Komando 



DPR Mendukung, TNI Tempatkan 5 KRI di Laut yang Diklaim Malaysia 
JAKARTA - TNI semakin memperkuat armadanya di Laut Sulawesi, wilayah kaya 
cadangan minyak yang diklaim Malaysia itu. Dua kapal menyusul ke zona 
perbatasan lintang utara tersebut, yakni KRI Karel S. Tubun dan KRI Tongkol. 
Hal itu menambah kekuatan tiga KRI yang sejak awal pekan ini mondar-mandir 
menjaga kedaulatan Merah Putih. 

Bahkan, seorang perwira TNI-AL menjelaskan, komando gerak kapal TNI-AL di 
perbatasan yang berpotensi konflik tersebut diambil alih langsung Panglima TNI 
Jenderal Endriartono Sutarto. "Masalah ini sangat serius. Para pemimpin TNI 
terus melakukan rapat untuk membahas berbagai kemungkinan," ujar perwira yang 
tak mau disebutkan namanya itu. 

Endriartono yang ditemui tak mau berkomentar banyak tentang ketegangan di laut 
yang kaya minyak tersebut. Panglima tampak enggan berkomentar seputar kasus 
ini. "Tanyakan ke Menhan saja," ujarnya.

Saat ditanya soal unjuk kekuatan TNI, dia juga tak mau berkomentar. "Nggak ada 
unjuk kekuatan. Ngapain unjuk kekuatan? Dia (Malaysia, Red) udah tahu kok," 
tegasnya sambil mempercepat langkah menuju mobilnya setelah menghadiri 
pertemuan tertutup dengan Pansus Poso DPR tadi malam. 

Namun, dalam raker dengan komisi I pada Senin lalu, Endriartono sempat 
mengeluarkan sinyal bahwa pihaknya siap konflik terbuka dengan Malaysia supaya 
beberapa wilayah perbatasan seperti Laut Sulawesi tidak terus-menerus menjadi 
ajang eksplorasi serta eksploitasi. Statemen tersebut dia lontarkan menanggapi 
pertanyaan anggota Komisi I dari FPAN, Djoko Susilo. Djoko menanyakan soal 
langkah-langkah yang dilakukan TNI atas beberapa insiden yang terjadi di 
sekitar Laut Sulawesi.

Saat itu, panglima TNI juga meminta komitmen penuh dari DPR. Jangan sampai saat 
ini didorong-dorong untuk tegas mengerahkan armada, namun nanti disalahkan dan 
disudutkan bila sudah terjadi konflik. "Tolong, dukung kami. Jangan nanti 
dituduh main embat kapal negara lain sembarangan," ungkapnya

DPR Beri Dukungan
Sementara di gedung DPR, para politisi bereaksi keras setelah mendapat kabar 
Malaysia mengklaim batas wilayah laut RI. Sejumlah anggota Komisi I DPR yang 
membidangi pertahanan kemarin meminta menanyakan hal itu kepada Menhan Juwono 
Sudarsono. 

Sebagian besar anggota Komisi I mendukung langkah TNI-AL supaya Malaysia tidak 
seenaknya main klaim wilayah. 

Anggota Komisi I dari FPG Afifuddin Thaib malah menyarankan Menhan Juwono 
menambah kekuatan TNI-AL di laut. Menurut dia, unjuk kekuatan armada militer RI 
di Laut Sulawesi diharapkan membuat Malaysia menyadari bahwa klaim mereka 
sangat menyinggung rasa kedaulatan RI. 

"Malaysia seolah tidak menghargai kita. Kalau dibiarkan terus, bisa-bisa Blok 
Ambalat benar-benar mereka kuasai. Kalau perlu, jangan hanya tiga atau lima 
kapal. Sepuluh kapal sekalian," ujarnya. 

Anggota FPG lainnya, Slamet Effendy Yusuf, mengingatkan perlunya pemerintah 
Indonesia melakukan langkah diplomatik lebih konkret dengan pemerintah 
Malaysia, dibanding hanya menyampaikan protes keras atau unjuk kekuatan atas 
pemberian hak konsesi eksplorasi minyak di Blok Ambalat oleh Petronas kepada 
Shell. 

"Malaysia pernah menyatakan bahwa pemberian konsesi itu merupakan kelanjutan 
dari kemenangan mereka atas Indonesia dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan. 
Nah, masak hal ini akan dibiarkan begitu saja? Di mana kehormatan kita?" 
tanyanya.

Anggota FPDS Jeffrey Johannes Massie mengatakan, Indonesia harus menunjukkan 
kemampuannya menjaga wilayah kepulauan dari upaya pencaplokan oleh negara 
tetangga. Dia bahkan meminta pemerintah menyiagakan kapal-kapal tangguh di 
berbagai pangkalan di sekitar Laut Sulawesi. Ketua FPKS Untung Wahono mendukung 
saran Jeffrey. Namun, menurut dia, semua insiden yang terjadi di Laut Sulawesi 
juga harus segera diklirkan oleh kedua negara. 

Beberapa insiden yang terjadi baru-baru ini, antara lain, kasus pengejaran dan 
penembakan sebuah kapal nelayan Indonesia jenis trawl oleh kapal perang TLDM 
(Tentara Laut Diraja Malaysia) Sri Melaka 3147. Peristiwa itu terjadi pada 7 
Januari lalu. Kemudian, Marin Laut (sebutan AL Malaysia) menangkap dan menyiksa 
karyawan PT Asiha Samudera yang sedang memperbaiki lampu suar sebagai rambu 
laut di Karang Unarang. Padahal, daerah di sebelah timur Pulau Sebatik itu 
berada di luar batas klaim Malaysia. 

Pulau Sebatik sendiri terletak di sebelah utara Kalimantan Timur. Pulau ini 
diduga mempunyai kandungan minyak yang cukup besar. Indonesia telah membuka 
sejumlah blok migas di wilayah itu. Di antaranya Blok Simenggaris, Blok Bengara 
I dan II, Blok Bangkudulis, Blok Tarakan, Blok Sembakung, dan Blok Bukat. 

Insiden paling baru terjadi Sabtu pekan lalu. Ketika itu, sebuah pesawat 
militer Malaysia Lnad Based Maritime Aircraft jenis 4 Beechcraft B 200 T Super 
King berani memasuki wilayah perairan Indonesia sejauh tiga mil dan mendekati 
KRI Wiratno yang sedang berpatroli di sana. 

Di Laut Sulawesi, tepatnya di perairan sebelah timur Pulau Kalimantan, yang 
diklaim Malaysia itu, terdapat lokasi kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang 
selama ini diperebutkan pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia. Lokasi 
migas itu terbagi dalam dua blok, yakni Blok East Ambalat dan Blok Ambalat. 

Pengelolaan kedua blok tersebut diserahkan Indonesia kepada investor asing 
melalui sistem kontrak bagi hasil, 75 persen untuk pemerintah dan 25 persen 
untuk kontraktor. 

Blok East Ambalat dengan luas 4.175 kilometer persegi itu dikelola Unocal 
Indonesia Ventures Ltd sejak Desember 2004, sedangkan Blok Ambalat dikelola 
kontraktor migas asal Italia sejak 1999. Pemerintah RI sendiri telah memberikan 
konsesi blok minyak di kawasan timur Kalimantan tersebut kepada berbagai 
perusahaan minyak sejak 1967 dengan dibukanya wilayah kerja yang dikelola Total 
Indonesia untuk Blok Bunyu. 

Wakil Ketua Komisi I dari FPDIP Sidarto Danusubroto mengungkapkan, meski 
kemampuan armada perang kita sangat memprihatinkan karena keterbatasan 
anggaran, pelanggaran wilayah perbatasan oleh negara tetangga -yang sudah 
sering terjadi- jangan dibiarkan terus. Pelanggaran tersebut, kata dia, tidak 
hanya terjadi di perairan, tapi juga di wilayah udara. Menurut dia, perlu ada 
suatu terobosan untuk menyikapi pelanggaran seperti itu. Misalnya, birokrasi 
komando.

"Bayangkan saja, untuk mengidentifikasi objek, seperti menanyakan siapa dan 
dari mana, patroli kita sering dicuekin. Mungkin, untuk tindakan tegas, seperti 
menembak, tidak perlu minta sampai izin lagi ke Jakarta," jelasnya.

Anggota lain dari Komisi I yang juga melontarkan dukungan atas gelar kekuatan 
militer Indonesia di Laut Sulawesi itu adalah Yudi Chrisnandy dan Happy Bone 
Zulkarnain. Keduanya dari FPG. Namun, mereka menyayangkan lemahnya kemampuan 
armada TNI-AL sehingga hanya dipandang sebelah mata oleh negara luar. 

Seperti diberitakan, TNI-AL sejak Senin lalu memulai operasi gelar kekuatan di 
Laut Sulawesi dengan mengerahkan tiga armada kapal perangnya, yaitu KRI 
Rencong, KRI Nuku, dan KRI Wiratno. Kemarin, Komando RI Kawasan Timur 
(Koarmatim) baru saja memberangkatkan KRI Tongkol dan KRI Karel Satsuit Tubun 
dari pangkalannya di Dermaga Ujung, Surabaya, ke Laut Sulawesi untuk memperkuat 
tiga KRI lain, yang telah lebih dulu berpatroli di sana. Satsuit Tubun 
merupakan KRI berukuran besar dengan peralatan relatif lebih canggih 
dibandingkan dengan empat KRI lain.

Dalam tanggapannya, Menhan Juwono Sudarsono tidak secara terang-terangan 
menyatakan persetujuannya atas berbagai desakan anggota komisi I tersebut. 
Tapi, dia menekankan bahwa salah satu tugas pertahanan negara adalah melindungi 
daerah perbatasan dan mengamankan sumber daya alam (SDA), termasuk di bidang 
energy security. Mantan Wagub Lemhanas itu malah mengungkapkan kesepakatannya 
dengan anggota Komisi I DPR bahwa TNI- AL harus lebih didongkrak lagi kualitas 
teknologi, kemampuan prajurit, dan armadanya. 

"Ada 4.500 kilometer laut dari Sabang sampai Merauke dan 80 ribu kilometer 
panjang garis pantai yang harus dipantau dan diamankan oleh TNI. Sementara 
armada dan kemampuan persenjataannya terbatas. Singapura saja yang luasnya 
hanya 45 kilometer punya anggaran sampai USD 4 miliar," ujarnya pendek. 

Namun, dalam dua kali kesempatan wawancara dengan wartawan, yaitu di sela rehat 
dan di akhir raker, Juwono akhirnya memberikan keterangan gamblang seputar 
keberadaan sejumlah armada kapal perang di perairan perbatasan Laut Sulawesi. 
Dia mengakui, pengerahan beberapa KRI ke Laut Sulawesi sejak awal pekan ini 
bukan lagi sekadar patroli rutin pengamanan laut biasa. Tapi, sudah berstatus 
unjuk kekuatan akibat keadaan mendesak. 

Keadaan mendesak yang dimaksud Juwono adalah mencuatnya kasus pemberian konsesi 
minyak (production sharing contracts) di Laut Sulawesi -perairan sebelah timur 
Pulau Kalimantan- oleh Petronas kepada perusahaan minyak Shell yang dilakukan 
16 Februari lalu. Terlebih, praktik itu diprotes keras secara resmi oleh 
Indonesia melalui Departemen Luar Negeri. 

Menurut Juwono, yang dilakukan TNI-AL saat ini adalah suatu bentuk naval 
diplomacy. Unjuk kekuatan maritim dan gelar pasukan di Laut Sulawesi itu 
diharapkan bisa membuat segan Malaysia. Pada akhirnya, upaya diplomatik yang 
sedang dan akan dilakukan pemerintah RI terhadap pemerintah Malaysia bisa 
semakin mulus. 

"Tuntutan diplomatik berupa kekuatan kata-kata baru berbobot kalau didukung 
juga dengan gelar kekuatan nyata. Tentu secara proporsional," bebernya. Mantan 
Dubes RI di Inggris itu mengatakan, upaya diplomatik untuk menghentikan manuver 
Malaysia di perairan Indonesia akan langsung dipimpin Menteri Luar Negeri Nur 
Hasan Wirajuda begitu menuntaskan kunjungan kerjanya dari India. 

Juwono sendiri mengaku, untuk sementara, belum bisa mengambil inisiatif apa pun 
dalam persoalan itu karena semua hal yang berkaitan dengan hubungan luar negeri 
penjurunya adalah Deplu. "Jadi, kita tunggu saja Pak Menlu kembali. Deplu ujung 
tombak penyelesaian hal ini." (arm)


http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0503/03/utama/1598243.htm


Kamis, 03 Maret 2005    
        
        
        


Kapal Perang Disiagakan di Perbatasan RI-Malaysia 



Samarinda, Kompas - Lima kapal perang Indonesia disiagakan untuk melakukan 
patroli di perairan perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Patroli itu bertujuan 
mengawasi perairan, khususnya di wilayah Republik Indonesia yang telah diklaim 
secara sepihak oleh Malaysia sebagai wilayahnya. Sekarang sudah ada tiga kapal 
perang yang berada di perairan yang dipersengketakan. Dua lagi kapal perang 
sedang bergerak menyusul ke lokasi yang sama.

Demikian penjelasan Komandan Pangkalan Angkatan Laut Tarakan Letnan Kolonel 
Ibnu Parna yang dihubungi di Tarakan, Rabu (2/3).

Ibnu mengatakan, tiga kapal perang Republik Indonesia (KRI) yang sudah ada di 
lokasi adalah KRI Rencong, KRI Wiratno, dan KRI Nuku. Ketiga kapal itu sudah 
melakukan patroli di perairan terkait beberapa hari terakhir ini.

"Dalam dua hari terakhir tak ada insiden yang melibatkan kekuatan dua negara. 
Namun, sebelum itu, salah satu dari kapal tersebut sempat melakukan kontak 
dengan kapal perang Malaysia," ujarnya.

Menurut Ibnu, pada 26 Februari lalu kapal perang Indonesia sedang melakukan 
pemeriksaan terhadap satu kapal ikan yang berada di kawasan Karang Unarang. 
Pada saat itulah kapal perang Indonesia melihat kapal perang Malaysia. "Sempat 
juga terjadi kontak radio dan mereka mengucapkan selamat datang di perairan 
Malaysia," katanya.

Padahal, kata Ibnu, perairan itu merupakan wilayah Indonesia, yang diklaim 
secara sepihak sebagai wilayah Malaysia. Selain itu, salah satu pesawat 
pengintai Malaysia juga sempat melintas pada jarak yang sangat dekat dengan KRI 
Wiratno yang sedang patroli.

Ibnu mengatakan, kegiatan tiga kapal perang tersebut merupakan sesuatu yang 
rutin setiap tahun. Tujuan patroli itu adalah untuk penegakan hukum di 
perbatasan. Patroli juga dilakukan untuk menegakkan kedaulatan Indonesia di 
perbatasan dengan Malaysia.

Menurut Ibnu, wilayah yang diklaim Malaysia itu ternyata sering dimasuki 
kapal-kapal ikan dari Malaysia-untuk mencuri ikan.

DPR mempertanyakan

Di Jakarta Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan sikap 
pemerintah tentang pemberian konsesi eksplorasi sumber daya minyak oleh 
Pemerintah Malaysia-melalui perusahaan minyak Malaysia (Petronas)-kepada Shell 
di perairan yang terletak di sebelah timur Pulau Kalimantan.

Hal itu dilakukan Malaysia karena negara tersebut menganggap sumber daya migas 
di wilayah tersebut adalah milik Malaysia. Konsesi itu diberikan Malaysia 
kepada Shell pada 16 Februari 2005.

Oleh Malaysia, wilayah itu disebut sebagai Blok XYZ. Di dalam Blok XYZ itu 
Malaysia memberikan konsesi pertambangan minyak kepada perusahaan raksasa 
pertambangan minyak Inggris/Belanda, Shell. Konsesi tersebut terletak di Blok 
ND 7 dan ND, bagian dari Blok XYZ.

Indonesia menyebut blok yang diklaim Malaysia itu sebagai Blok Ambalat dan Blok 
East Ambalat. Di Blok Ambalat, Indonesia telah memberikan konsesi kepada ENI 
(Italia) pada tahun 1999. Konsesi di Blok East Ambalat diberikan kepada Unocal 
(AS) pada tahun 2004.

Status Blok Ambalat kini sudah dalam tahap eksplorasi (penambangan). Untuk Blok 
East Ambalat, kontrak baru ditandatangani pada 13 Desember 2004 oleh Pemerintah 
RI dan Unocal. Namun, kontrak ini menjadi kontroversial karena wilayah tersebut 
diklaim Malaysia sebagai wilayahnya.

Malaysia berpendapat bahwa wilayah pertambangan minyak dan gas lepas pantai di 
East Ambalat otomatis menjadi milik Malaysia setelah Pulau Sipadan dan Ligitan 
dinyatakan sebagai wilayah Malaysia beberapa waktu lalu berdasarkan keputusan 
internasional.

Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi I dan Menteri Pertahanan Juwono 
Sudarsono kemarin, Slamet Effendy Yusuf (dari Fraksi Partai Golkar) mengecam 
sikap dan jawaban Malaysia, yang dengan entengnya mengatakan wilayah itu 
menjadi wilayah Malaysia.

Sikap Malaysia itu didasarkan pada pemetaan wilayah yang dilakukan secara 
sepihak oleh Malaysia pada tahun 1979. Pemetaan tersebut langsung menimbulkan 
reaksi dari Indonesia dan juga negara lain di Asia, yang terkena dampak dari 
pemetaan Malaysia itu.

Sejak tahun 1980 Indonesia sudah menyatakan kedaulatan atas wilayah tersebut. 
Sejak itu Indonesia juga sudah memberikan kontrak migas kepada berbagai 
perusahaan di wilayah terkait tanpa mendapatkan protes dari negara mana pun.

Jangan hanya tiga kapal

Anggota Komisi I DPR, HA Afifuddin, mempertanyakan pengerahan tiga kapal perang 
di kawasan itu. Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto mengatakan 
akan mengambil langkah tegas untuk mengamankan wilayah yang dipersengketakan 
itu.

"Kami mempertanyakan dukungan politik pemerintah dalam kasus ini, apakah akan 
mendukung sikap TNI tersebut. Jangan sampai terjadi lagi pengalaman sebelumnya, 
yakni Pemerintah RI melarang pengerahan pasukan ke wilayah yang 
dipersengketakan," ujar Afifuddin.

Jika perlu, lanjutnya, TNI tidak hanya mengerahkan tiga KRI, melainkan 10 KRI. 
Hal itu penting untuk membuat Pemerintah Malaysia mau menunjukkan sikap yang 
bersahabat. Menurut Afifuddin, sikap Malaysia itu menunjukkan bahwa latihan 
militer bersama RI dan Malaysia selama ini percuma saja.

Seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR itu, Juwono menyatakan, upaya 
pengerahan KRI ke wilayah tersebut merupakan salah satu bentuk diplomasi TNI 
Angkatan Laut (AL) yang terkait dengan penegakan wilayah dan kedaulatan negara.

Menurut Juwono, dari segi pertahanan, pengerahan kapal itu dikenal sebagai 
diplomasi TNI AL (naval diplomacy). "Upaya diplomasi memang lebih banyak 
berbentuk rumusan kalimat tentang suatu niat. Akan tetapi, kekuatan nyata tetap 
harus digelar oleh TNI, dalam hal ini TNI AL," ujar Juwono.

Hingga saat ini, kata Juwono lagi, pihaknya juga masih menunggu hasil dari 
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda-sebagai departemen yang menjadi penjuru 
dalam penanganan kasus-kasus seperti itu. Juwono mengharapkan gelar pasukan 
yang dilakukan TNI AL itu bisa mendukung suara Indonesia secara diplomatik.

Walau begitu, Juwono tidak menganggap sikap Malaysia itu sebagai suatu ancaman 
bagi Indonesia. (dwa/ray)



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] .. Kapal Perang Disiagakan di Perbatasan RI-Malaysia