** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=162621 Senin, 21 Mar 2005, Harga Politik Kenaikan BBM Oleh Abdullah Azwar Anas * Dalam rapat paripurna pembahasan kenaikan harga BBM (Rabu 17/03), Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) memutuskan walk out dari sidang. Sebab, terjadi konspirasi untuk tetap menyetujui kenaikan harga BBM. PKB beranggapan bahwa pencabutan subsidi BBM, secanggih apa pun alasannya, akan tetap melukai keadilan dan kesejahteraan rakyat yang selama ini timpang. Kita perlu bersedih melihat kekisruhan pada rapat paripurna itu. Situasinya panas. Sebab, sebagai pemegang palu, pimpinan sidang ternyata hendak mengulur waktu serta mengabu-abukan substansi masalah sehingga beberapa anggota DPR merangsek ke depan. Terjadilah baku hantam kepentingan. Sepakat Menolak Sejak pandangan umum, FKB bersama lima fraksi lain, FPDIP, FPKS, FPAN, dan FPDS, sepakat menolak kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM pada 1 Maret lalu. Argumentasi FKB sederhana. Sebagai penyalur aspirasi rakyat, saat seperti inilah, sebuah partai memainkan fungsi keberpihakannya. Pada saat seperti inilah, fungsi check and balances dari legislatif menemukan ruangnya. Jika merujuk kaidah fikih, yakni kebijakan seorang pemimpin haruslah sesuai dengan kesejahteraan rakyat, kenaikan harga BBM harus ditolak. Sebab, hal itu sangat tidak empatik dengan kemiskinan rakyat yang tiap detik bertambah. Harga politik kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) hampir menjadi kebijakan rutin setiap rezim. Ironisnya, kebijakan ekonomi itu ternyata mempunyai implikasi politik yang buruk. Pada era Soeharto, BBM dinaikkan 25-71, 43 % (Mei 1998) yang memicu aksi massa dan mahasiswa serta menjadi katalisator kudeta rakyat atas rezim otoriter tersebut. Demikian juga pada era Abdurrahman Wahid. Kenaikan harga BBM telah menjadi bola panas yang kemudian dimainkan beberapa partai, seperti PDIP, Golkar, PPP, dan Fraksi Reformasi. Pilihan menaikkan harga BBM muncul karena pemerintah selalu dikejar untuk menekan defisit anggaran. Apalagi, jumlah subsidi yang harus dikucurkan terbilang cukup besar. Pada 2004, pemerintah harus mengalokasikan subsidi BBM hingga Rp 70 triliun. Padahal, pemerintah memerlukan banyak dana untuk pembangunan yang lain. Di kalangan aktivis, pencabutan subsidi BBM memang menjadi discourse yang panas. Ketika subsidi BBM dicabut, maka saat itulah indikator adanya musuh bernama neoliberalisme muncul. Wajar saja jika iklan Freedom Institute bersama 36 intelektual pro-pasar di sebuah media Jakarta memunculkan konflik yang abadi. Risiko politiknya, SBY akan dicap sebagai broker ekonomi antara pasar bebas dan kemiskinan rakyat. SBY dan pemerintah akan diposisikan setara dengan pamong praja yang dijadikan kompeni, yang mengisap ekonomi rakyat demi kepentingan kapitalisme global. Apa yang diprihatinkan keenam fraksi itu adalah pemikiran bahwa pencabutan subsidi BBM tidak bisa dilihat secara parsial. Ia adalah satu ekses saja di antara kompleksitas permasalahan sistemik, yang pemerintah enggan menanganinya secara komprehensif. Jika alasannya adalah defisit anggaran dan naiknya bunga utang negara, tidak bisakah pemerintah mencari alternatif lain untuk mengatasinya? Sebab, pencabutan subsidi BBM yang menciptakan rentetan kenaikan bahan keseharian riil rakyat pastilah akan menusuk rasa keadilan. Tidak bisakah negara lebih efisien mengelola anggaran karena sudah triliunan rupiah yang menguap entah ke mana? Adanya birokrasi gemuk yang tidak transparan menjadi sarang nyaman bagi terjadinya korupsi. Juga audit di Pertamina yang belum beres atau penegakan hukum dalam kasus illegal logging. Belum Jelas Selain itu, penjelasan tentang pengucuran dana kompensasi BBM belum jelas. Memang sudah dialokasikan dana Rp 10, 5 trilliun bagi sembilan sektor. Yakni, dana beasiswa pendidikan, jaminan pemeliharaan kesehatan, beras murah, perbaikan infrastuktur desa, subsidi rumah sehat sederhana, pelayanan sosial, usaha mikro, pelayanan kontrasepsi, dan dana pengendalian keamanan. Namun, pengucuran ke bawah pastilah akan mengalami banyak kendala. Pemerintah daerah, mulai provinsi hingga RT, ternyata masih bingung, baik karena informasi dari pusat yang belum jelas maupun masalah pendataan rakyat yang di kategorikan miskin. Hingga akhir bulan ini saja, Departemen Kesehatan baru mampu mendata 18 juta di antara 36,1 juta penduduk miskin. Belum lagi jika dihadapkan dengan masalah klasik, yakni korupsi birokrasi. Bisa-bisa, dana yang menggelembung dari pusat ternyata tinggal tetesan rupiah ketika sampai bawah. Sungguh menyesakkan hasil survei Sucofindo bahwa telah terjadi kebocoran dana kompensasi BBM 2004 sebesar Rp 5,6 triliun di antara Rp 15,2 triliun yang seharusnya sampai kepada yang berhak. Memang ada baiknya Presiden SBY mengusulkan agar dana insentif diberikan kepada pengusaha angkutan umum karena sektor inilah yang langsung kena getah. Di DKI saja, kenaikan tarif angkutan 9-19 %, yang telah memicu kontroversi antarfraksi mengingat kebijakan itu sangat sensitif bagi rakyat (koran ini, 14/03). Kenaikan tarif transportasi biasanya dijadikan argumentasi valid bagi kenaikan berbagai harga sembako. Pertanyaannya, seberapa cepat birokrasi yang gemuk itu mampu memenuhi dahaga keadilan? Bukankah sudah terbukti birokrasi malah menjelma menjadi part of problem daripada berfungsi sebagai problem solver? * Abdullah Azwar Anas, anggota DPR dan wakil Sekjen DPP PKB [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **