[list_indonesia] [ppiindia] Gereja dan Gerakan Pemberantasan Korupsi

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 18 Mar 2005 12:09:22 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.suarapembaruan.com/News/2005/03/18/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Gereja dan Gerakan Pemberantasan Korupsi
 

Weinata Sairin 

UPAYA pemerintah dan bangsa dalam melawan serta memerangi korupsi telah 
menapaki sebuah perjalanan sejarah yang amat panjang. Hasil yang signifikan 
dari upaya itu belum begitu tampak. Dr TB Silalahi dalam sebuah seminar 
menyatakan dengan amat prihatin, korupsi tidak lagi hanya terpusat dan terjadi 
di tingkat pusat, tetapi seiring dengan otonomi daerah, korupsi juga telah 
merambah dan merata ke daerah-daerah. 

Pada waktu menjabat Menpan, TB Silalahi juga yang menyatakan, "korupsi hanya 
bisa dihapus di surga" (Republika, 9 Juli 1997). Pernyataan-pernyataan ini 
memang cukup memberi gambaran bahwa masalah korupsi bukanlah masalah yang 
sederhana. 

Korupsi berkaitan dengan moral, sistem, ekonomi, politik, hukum; sebab itu 
korupsi tak bisa dilawan hanya dari satu sudut saja. Korupsi mesti dihadapi 
secara bersama dengan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki bangsa kita. 
Korupsi harus dilawan melalui penyadaran tentang hakikat manusia sebagai 
ciptaan Allah yang paling mulia, dengan menolak ambivalensi keberagamaan, 
dengan penegakan hukum, dengan memperlakukan seseorang (calon) koruptor sebagai 
manusia tanpa atribut-atribut apapun. 


Bahaya Kesenjangan 

Korupsi bagai kanker ganas yang telah menyerang berbagai bagian tubuh negeri 
ini, dan telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang religius, kehilangan 
percaya diri karena menduduki urutan yang tinggi dalam prestasi korupsi. 

Bangsa kita telah melaksanakan pembangunan nasional selama tiga dasawarsa yang 
menekankan cita-cita agar sebuah masyarakat modern yang adil, makmur dan 
lestari berdasarkan Pancasila terwujud. Cita-cita itu belum terwujud, karena 
pembangunan nasional telah diselewengkan menjadi upaya mempertahankan dan 
melestarikan kekuasaan yang penuh dengan KKN 

Bahaya-bahaya itu sesungguhnya telah diprediksi dalam beberapa dokumen gereja 
di waktu yang lalu, yaitu adanya jurang yang lebar antara yang kaya dan yang 
miskin, adanya ketidakadilan kurangnya partisipasi rakyat. Juga kesenjangan 
wewenang antara pusat dan wilayah, sentra industri dengan wilayah pedesaan, 
serta langkanya kesempatan kerja. 

Bangsa Indonesia melakukan koreksi dengan mencanangkan reformasi, yang di 
dalamnya di mana sebuah masyarakat berkeadaban (civil society) berdasarkan 
Pancasila diwujudkan, yang di dalamnya pemberantasan KKN menjadi salah satu 
agenda. 

Dalam kurun waktu 2004-2009, masalah penegakan hukum yang berkeadilan, 
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, kolusi dan 
nepotisme, di samping persoalan akut kemiskinan, tetap merupakan masalah utama 
dalam upaya bangsa menuju masyarakat berkeadaban. 

Sub-tema Sidang Raya XIV PGI berbunyi, "Bersama-sama Dengan Seluruh Elemen 
Bangsa Mewujudkan Masyarakat Sipil Yang Kuat Dan Demokratis Untuk Menegakkan 
Kebenaran, Hukum Yang Berkeadilan, Serta Memelihara Perdamaian", menegaskan, 
PGI dengan gereja-gereja lain akan memberikan perhatian terhadap 
masalah-masalah tersebut dalam rentang waktu 2004-2009. "Bersama-sama" berarti 
tugas itu tidak dapat dilaksanakan oleh gereja sendiri. 

Gereja mendekati permasalahan korupsi dari titik tolak kebobrokan moral manusia 
yang tidak mampu mewujudkan hakikat dirinya sebagai gambar/citra Allah. Dalam 
pemahaman Kristen, manusia diciptakan Allah menurut gambar/citra-Nya. Manusia 
diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan dengan martabat yang sama dan 
dikaruniai tugas mandat untuk beranak cucu dan memenuhi bumi serta untuk 
menguasai, mengusahakan dan memelihara seluruh ciptaan Allah. 

Untuk dapat melaksanakan tugas dan mandat itu, Allah memperlengkapi manusia 
dengan akal budi dan hikmat serta memahkotainya dengan kemuliaan, hormat dan 
kuasa. Manusia diciptakan dalam kesatuan tubuh, jiwa dan roh, sehingga ia 
dipanggil untuk memelihara secara utuh jasmani dan rohani dalam rangka 
pemenuhan tanggung jawab-nya kepada Allah. 

Manusia diciptakan dalam kebebasan, dan dalam kebebasannya itu ia bertanggung 
jawab kepada Allah. Ia juga diciptakan sebagai makhluk yang hidup dalam 
persekutuan dan wajib mengatur kehidupan bersamanya dalam keluarga dan 
masyarakat, yang dapat membawa kebaikan bagi semua orang. 

Dengan demikian, manusia mempunyai martabat kemanusiaan, yaitu hak-hak dan 
kewajiban asasi yang tidak boleh diambil oleh siapa pun dan oleh kuasa apa pun. 
Ketika manusia yang adalah gambar Allah tidak lagi mampu mengaktualisasikan 
hakikat dirinya seperti itu, maka terjadilah ketidakadilan, suap, sogok dan 
bentuk-bentuk korupsi lainnya. 

Keberagamaan manusia masih sebatas keberagamaan yang simbolik, yang lebih 
berdimensi formal/seremonial dan belum membuah dalam sikap/perilaku etis. Maka 
terjadilah ambivalensi dalam kehidupan seorang beragama yaitu ketika ia 
kelihatan amat taat beragama pada satu sisi dan pada sisi lain ia tetap sebagai 
seorang yang melawan hukum dan memberlakukan ketidakadilan dalam kehidupannya. 


Sikap Gereja 

Menarik untuk dicatat, Sidang Lengkap DGI tanggal 3-14 Mei 1964, di Jakarta, 
memberi peringatan yang keras tentang bahaya korupsi yang telah merambah dalam 
kehidupan masyarakat. Sidang tersebut memutuskan hal-hal sebagai berikut: 

Kesatu, agar gereja-gereja dalam kotbah-kotbahnya dan pengajarannya memberi 
nasihat dan peringatan kepada para anggota gereja mengenai cobaan-cobaan yang 
besar dalam masyarakat sekarang ini. 

Kedua, agar umat Kristen Indonesia memelihara cara hidup yang sederhana. 

Ketiga, menyerukan kepada pemerintah, seluruh masyarakat dan badan-badan 
berwenang agar mempergiat perlawanan dan peperangan melawan korupsi dan dimana 
perlu memberikan hukuman yang sewajarnya atas perbuatan mereka yang telah 
terbukti telah menjalankan korupsi 

Sidang tersebut juga menyatakan bahwa dengan mengingat pengalaman bangsa kita 
dengan korupsi di tahun-tahun yang lalu telah memperkuat keyakinan bahwa 
manusia adalah makhluk yang telah jatuh kedalam dosa, sehingga sumber terakhir 
dari korupsi itu terdapat didalam hati manusia sendiri, dan tidak ada orang 
yang kebal terhadap cobaan korupsi. 

Tidak ada sistem politik, sosial, ekonomi yang dapat membuat orang kebal 
terhadap cobaan korupsi. Sebab itu Sidang menganjurkan agar dilaksanakan 
pendidikan ke arah kewargaan yang bertanggung jawab; dan menciptakan keadaan 
politik, sosial, ekonomi, dimana cobaan untuk mempraktikkan korupsi diperkecil 
dengan adanya kemungkinan hidup secara sederhana dengan jujur. 

Tidak adanya pengawasan yang terus menerus yang menjadi bagian-bagian yang 
esensial dari sistem politik, sosial ekonomi, sehingga setiap orang yakin bahwa 
tidak ada perbuatan korupsi yang tidak akan diganjar dengan hukuman yang 
setimpal. 

Selain keputusan-keputusan dalam berbagai pertemuan/ persidangan gerejawi yang 
memberikan mandat bagi PGI/gereja untuk melawan korupsi, beberapa teks Alkitab 
memberikan dasar yang amat kuat agar warga gereja mewujudkan kehidupan yang 
bermoral, berkeadilan, tidak mengejar laba dan mempraktikkan keteladanan. 

Ketentuan perundangan, keputusan persidangan gerejawi, rambu-rambu yang 
bersumber dari teks Alkitab sebenarnya sudah cukup untuk memberikan dasar bagi 
upaya untuk melawan korupsi yang telah cenderung menjadi virus yang 
menggerogoti kehidupan masyarakat. 

Sejalan dengan itu, budaya hidup jujur, sederhana, tidak tamak, disiplin, 
menghargai waktu, taat kepada peraturan mesti lebih dikedepankan. Dunia 
pendidikan mesti memberi perhatian lebih pada upaya pembangunan sebuah 
kehidupan yang berkeadilan, demokratis yang didalamnya aspek keteladanan 
menjadi unsur yang penting. 

Ketika jual beli gelar dan plagiarisme terjadi, penggelembungan proyek-proyek 
dalam dunia pendidikan dibiarkan, maka roh korupsi te-lah juga merasuki dunia 
pendidikan. 

Dalam menyinergikan potensi bersama untuk melawan korupsi, beberapa hal dapat 
dikemukakan. 

Pertama, pengembangan spiritualitas baru. PGI/Gereja-gereja perlu mendorong 
warganya untuk mengembangkan sebuah spiritualitas baru, yang di dalamnya 
keberagamaan tidak dipahami sebagai sesuatu yang hanya bersifat status dan 
simbolik, yang direpresentasi pada upacara-upacara keagamaan, tetapi lebih dari 
itu menjadi sebuah kaidah kehidupan yang benar-benar dijadikan nilai 
dasar/pemandu dalam kehidupan konkret di tengah realitas dunia. 

Tatkala dalam Kitab Suci dilarang menerima suap, memberlakukan ketidakadilan, 
memperkosa hak asasi manusia, maka para penganut agama mestinya taat dan 
konsisten. Itulah makna spiritualitas baru. Spiritualitas baru menolak 
ambivalensi kehidupan beragama dan menolak dikotomi "waktu ibadah" dengan 
"waktu bekerja". Klaim masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang religius 
mestinya harus dibuktikan melalui makin menurunnya gairah berkorupsi di negeri 
ini. 

Kedua, percanangan gerakan melawan korupsi. 

Gereja-gereja dan umat Kristen Indonesia harus secara aktif melakukan gerakan 
untuk melawan korupsi dalam segala bentuk. Melalui kotbah, pembinaan warga, 
gerakan itu perlu disosialisa-sikan. Menyadari bahwa salah satu kekayaan 
Indonesia adalah kemajemukan agama, maka kerja sama lintas agama dalam 
melawan/memerangi korupsi harus makin dimantapkan. 

Gerakan Pembaruam Moral Nasional dengan tokoh-tokoh dari lembaga-lembaga NU, 
Muhammadiyah, PGI, KWI di masa depan perlu lebih keras memberi peringatan 
tentang bahaya korupsi yang secara substantif mencederai/melecehkan keluhuran 
agama. Seruan moral dari tokoh-tokoh tersebut dapat ditindaklanjuti dengan 
program aksi yang konkret, tepat dan terarah. 

Dalam kerja sama lintas agama, selain aspek-aspek praktis dapat dijajagi suatu 
dialog (teologis) di seputar pandangan agama-agama tentang manusia sehingga 
melalui dialog tersebut dirumuskan pemikiran-pemikiran yang dapat disumbangkan 
dalam rangka menangkal, merasuknya virus korupsi dalam diri manusia. 

Ketiga, kerja sama sinergis tokoh-tokoh kunci. Tokoh-tokoh budaya, pendidikan 
dan agama didorong untuk duduk bersama merumuskan strategi yang paling tepat 
dalam melawan korupsi. Harus diakui dengan jujur bahwa pemikiran para tokoh ini 
tidak akan banyak berarti jika tidak didukung oleh kemauan politik pemerintah 
dalam memberantas korupsi, secara konsisten dan bersungguh-sungguh. * 

Penulis adalah seorang teolog, pengamat masalah sosial keagamaan 


Last modified: 18/3/05 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Gereja dan Gerakan Pemberantasan Korupsi