[list_indonesia] [ppiindia] Freedom Institute dan BBM

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 6 Mar 2005 20:39:52 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/07/opini/1600943.htm


      Senin, 07 Maret 2005




      Freedom Institute dan BBM


      Oleh Amir Effendi Siregar

      PERDEBATAN tentang iklan Freedom Institute dan kenaikan BBM menjadi 
kian hangat ketika Rizal Mallarangeng memberikan tanggapannya (Kompas, 3/3). 
Saya mencoba melihatnya dari sebuah sudut pandang berbeda.

      Saya terkejut saat membaca iklan Freedom Institute dengan judul besar, 
isinya mendukung kenaikan harga BBM yang merupakan kebijakan publik dengan 
argumen sederhana (mungkin karena iklan). Sikap ini didukung sejumlah nama 
besar, sebagian di antaranya saya kenal baik. "Ada sesuatu yang salah!", itu 
yang muncul dalam pikiran saya seketika.

      Freedom Institute yang saya kenal adalah organisasi nonpemerintah. 
Lembaga ini merupakan bagian dari civil society. Para pendukung yang termuat 
dalam iklan, sebagian besar adalah para intelektual dan aktivis civil 
society. Dalam perspektif liberal, konsep civil society yang merupakan 
koreksi terhadap pandangan liberal ortodoks, meletakkan civil society 
sebagai penyeimbang antara masyarakat pasar/pengusaha dan negara.

      Apabila kita melihatnya sebagai sebuah segitiga, pada sebuah sudut 
segitiga ada negara dengan seluruh perangkatnya, yaitu pemerintah, badan 
legislatif, dan sebagainya. Di sudut kedua ada pelaku usaha dan masyarakat 
pasar. Di sudut ketiga ada civil society yang melakukan aktivitas sebagai 
penyeimbang dan berpandangan kritis terhadap negara dan masyarakat usaha, 
semuanya ditujukan untuk kepentingan masyarakat banyak.

      Civil society ini terdiri dari berbagai kelompok dan aliran, amat 
heterogen, tetapi posisi dan sikapnya jelas, bukan bagian dari negara dan 
pelaku usaha, selalu mandiri dan seharusnya tidak dapat dikooptasi, baik 
oleh negara maupun pengusaha. Sementara itu dalam perspektif struktural, 
radikal, atau marxis, kelompok ini mengorganisasi dirinya dan mewujud dalam 
aksi sosial kolektif, melakukan kritik keras dan melawan dominasi pasar, 
mencoba memperbesar peranan institusi publik, mencoba menggabungkan prinsip 
humanisme liberal, kebebasan liberal dengan sosialisme.

      Posisi media, umumnya mirip civil society. Dalam alam demokrasi, ia 
harus independen. Apabila bersifat propagandis atau bagian kekuasaan, jangan 
heran bila media kehilangan pembaca.

      Dilihat dari kedua perspektif itu, pemasangan iklan Freedom Institute 
amat tidak tepat, tidak terlihat kesadaran akan posisi di mana berpijak. 
Iklan itu memperlihatkan posisi dan lembaganya ada pada pemerintah. 
Mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah, sama sekali tidak menunjukkan 
daya kritis terhadap kebijakan pemerintah yang seharusnya diambil oleh civil 
society. Sebenarnya, posisi dapat lebih cantik dan kritis bila iklan memuat 
dan menganjurkan publik untuk mengawasi dan memonitor secara intensif 
pelaksanaan dana kompensasi. Atau menganjurkan dana kompensasi dipercepat 
dan diawasi ketat meski secara implisit langkah ini adalah dukungan terhadap 
kenaikan harga BBM.

      Rizal Mallarangeng dalam tulisannya mengatakan, "Freedom Institute dan 
36 tokoh yang namanya tercantum sebagai pendukung iklan itu tidak 
dikendalikan pemerintah", tetapi banyak dari kita yang tahu persis, paling 
tidak ada dua nama dari pendukung adalah orang pemerintah. Belum lagi bila 
kita bertanya, "Adakah orang pemerintah yang memberi bantuan untuk iklan?". 
Yang jelas, posisi yang diambil adalah pemerintah, bukan sebagai bagian 
civil society. Bila demikian, bukankah lebih baik membuat Kelompok Pendukung 
Kenaikan Harga BBM, yang ada dalam koordinasi pemerintah.

      SEDIH, ketika negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, secara 
internal sudah mengubah pandangan liberal ortodoks menjadi neoliberal, 
dengan memberi peran lebih besar terhadap negara untuk mengatur 
masyarakatnya (intervensi negara secara terbatas) setelah resesi tahun 1930, 
tetapi saat berhadapan dengan dunia luar, khususnya dunia ketiga, prinsip 
pandangan liberal ortodoks dengan imperialisme ekonomi dan militer masih 
dijalankan.

      Tahun 1930-an saat terjadi resesi, banyak pemikir dan intelektual 
merasa kapitalisme adalah sistem yang gagal dan bergerak ke perencanaan 
ekonomi terpusat (centrally planned economy) baru kemudian dapat bangkit 
dari depresi.

      John Maynard Keynes muncul dengan gagasan perlunya intervensi negara 
secara terbatas untuk menjaga dan menyelamatkan sistem kaplitalisme dengan 
ekonomi pasarnya. Kapitalisme dan ekonomi pasar selamat antara lain lewat 
intervensi dengan memotong bunga dan meningkatkan defisit anggaran melawan 
resesi. Hal ini terus diperbaiki sesuai perkembangan zaman, antara lain 
dengan pajak progresif dan undang-undang antimonopoli, peran negara dan 
institusi publik diperbesar. Sayang, saat negara-negara kapitalis berhadapan 
dan melakukan ekspansi terhadap dunia luar, khususnya dunia ketiga, prinsip 
dan pandangan liberal ortodoks dengan imperialisme ekonomi yang justru 
digunakan. Hal inilah yang harus mendapat perhatian serius dari para ekonom 
dan pembuat kebijakan ekonomi kita.

      IHWAL kenaikan harga BBM, saya bukan ekonom, tetapi saya bisa membaca 
buku, artikel dan bertanya kepada para ekonom dari kedua pihak yang juga 
saya kenal. Saya mendapat informasi dan analisis dari ekonom, baik yang 
mendukung maupun yang menolak kenaikan harga BBM. Kedua pihak mempunyai 
argumen dan data empiris yang masuk akal, yang semuanya dapat dibaca lewat 
media massa. Tidak ada kebenaran mutlak memang. Kebenaran itu relatif.

      Akhirnya saya mencoba bertanya secara sederhana kepada diri sendiri, 
"Apakah kenaikan harga BBM menyusahkan saya yang berpenghasilan sebagai 
pimpinan beberapa media?" Saya menjawab sendiri "Tidak!" Lantas siapa yang 
menjadi susah dengan kenaikan harga BBM kini? Jawabnya pasti sopir bajaj, 
sopir angkutan kota, penumpang bus kota, penumpang angkutan kota, rakyat 
kecil yang harga kebutuhan pokoknya naik, dan mempertahankan hidup dari hari 
ke hari. Nanti ada dana kompensasi! Kapan? Sebulan, dua bulan lagi, 
sementara itu dia butuh makan hari ini! Pada saat sama kita mengetahui, 
banyak pejabat negara dan pengusaha yang utangnya macet. Negara ini dikenal 
negara terkorup di dunia dengan jumlah koruptor amat sedikit, mungkin jauh 
lebih sedikit dari negara paling bersih di dunia. Atau dalam kata-kata lain 
"negara terkorup tanpa koruptor". Belum lagi kita bicara tentang tidak 
efisiennya badan usaha negara, dan lain lagi yang menyebabkan kita mengurut 
dada. Tidak adakah jalan lain yang lebih baik?

      Bung Rizal dalam bagian akhir tulisannya mengatakan, "...jika kaum 
penentang pengurangan subsidi BBM dapat mengorganisasikan diri, menggalang 
dana, dan benar-benar meyakini kebenaran gagasannya, harian Kompas pasti 
tidak akan keberatan jika mereka ingin memasang iklan, dua halaman penuh 
sekalipun".

      Ini tantangan menarik. Menurut saya, jika para penentang pengurangan 
subsidi BBM, termasuk rakyat yang merasa sengsara dan aktivis yang menentang 
kenaikan harga BBM dapat mengorganisasikan, menggalang dana, dan meyakini 
kebenarannya, perlawanan harus dilakukan. Untuk itu tidak perlu iklan. 
Pemberitaan yang ditulis berbagai media secara independen yang bisa menjadi 
puluhan bahkan ratusan halaman, belum lagi termasuk pemberitaan media 
elektronik, jauh lebih bermakna dan bermartabat daripada iklan yang bersifat 
propagandis.

      Amir Effendi Siregar Pengajar Jurusan Komunikasi Fisipol UGM; Sekjen 
Serikat Penerbit Suratkabar (SPS)




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Freedom Institute dan BBM