** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/17/opi01.html Aroma Agama dalam Rokok Oleh Tom S Saptaatmaja Dari mancanegara terbetik berita bahwa Minggu 27 Februari 2005, traktat antimerokok pertama di dunia mulai diberlakukan. Traktat berjudul Kerangka Konvensi Pengawasan Tembakau itu bertujuan mencegah sekitar 5 juta kematian setiap tahun oleh penyakit yang berhubungan dengan rokok. Sudah 168 negara menandatangani traktat ini, tapi baru 57 yang meratifikasi. Traktat ini menuntut para penandatangan mengambil langkah tegas mengendalikan pemasaran tembakau. Tetapi produsen-produsen rokok terbesar dunia termasuk Amerika Serikat, tidak meratifikasi traktat tersebut. (BBC 27/2/05). Di dalam negeri, DPRD DKI Jakarta pada 4/2/05 mengesahkan Peraturan Daerah Pengendalian Pencemaran Udara. Di dalam Pasal 13 terdapat larangan merokok di tempat umum, seperti pusat perbelanjaan, bandara dan terminal, tempat kerja, sarana pendidikan, perkantoran, rumah ibadah, dan kendaraan umum. Yang melanggar diancam denda maksimal Rp 50 juta. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta menerbitkan SK Nomor 11 Tahun 2004 yang menetapkan kawasan bebas rokok di lingkungan Pemprov DKI Jakarta dan untuk kawasan khusus perokok wajib dilengkapi alat sirkulasi udara serta larangan promosi ataupun hadiah berupa rokok di lingkungan kerja pemerintahan daerah DKI. Pertanyaan kita saat ini, sejauh manakah traktat dari WHO atau Perda DKI itu akan efektif memberantas kebiasaan merokok? Bagaimana dampaknya bagi industri rokok di tanah air, khususnya juga terkait dengan para pekerja di sektor rokok? Kendala utama apakah yang menyebabkan orang tetap menyukai rokok? Pesimistis Saat ini terdapat 1,2 miliar perokok di dunia. Kita di urutan kelima negara penghisap rokok setelah Cina (mengonsumsi 1.643 miliar batang rokok per tahun), AS (451 miliar batang), Jepang (328 miliar batang), Rusia (258 miliar batang). Indonesia mengonsumsi 215 miliar batang setahun (Kompas 2/3/05) dan lebih detilnya, di negeri kita saat ini terdapat sekitar 141 juta perokok dengan korban 57 ribu perokok meninggal setiap tahun dan sekitar 500 ribu menderita berbagai penyakit. Meski kita termasuk salah satu penandatangan traktat WHO, bahkan pemerintah sudah mengesahkan PP No.38/2000 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, tetapi rasanya penulis tetap pesimistis melihat sikap pemerintah yang tidak tegas dalam kampanye antirokok. Di satu sisi memang ada PP atau Perda seperti di DKI, tetapi di sisi lain pemerintah juga doyan dengan cukai rokok. Kalau pada 2001 pemerintah menerima Rp 17 triliun dari cukai rokok, maka pada tahun 2003 lalu jumlah penerimaan malah melonjak jadi Rp 29,7 triliun(1,4 persen dari Pendapatan Domestik Bruto 2003). Kampanye antirokok di tanah air berhadapan dengan fakta bahwa sektor ini menampung tenaga kerja yang tidak kecil. Di negeri kita terdapat 100 produsen rokok besar yang mempekerjakan sekitar 6.437.451 orang dan merupakan sumber nafkah bagi 19,3 juta anggota keluarga mereka. Kalau kampanye anti rokok mau tegas, tentu akan mengorbankan sekian juta nyawa dan mendongkrak angka pengangguran di negeri kita yang saat ini sudan mencapai 40 juta jiwa. Jadi serba dilematis. Melihat fakta-fakta di atas rasanya penulis pesimistis apakah kampanye antirokok di tanah air akan berhasil. Paradoks pertama rokok semula justru diyakini sebagai sesuatu yang menyehatkan. Ini tentu kebalikan dari pendapat para ahli medis saat ini yang menyebutkan konon dalam satu batang rokok terdapat 200 unsur kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Ketika Columbus dan orang Eropa mengambil alih dan menyebarkan rokok ke seluruh dunia dari orang-orang Indian, tembakau atau rokok justru diakui sebagai daun pengobat yang mujarab. Isu Agama Tembakau/rokok malah bukan hanya diyakini sebagai pengobat tetapi justru merupakan benda sakral. Pada masa kedatangan Columbus di Amerika pada abad ke 15, rokok atau tembakau bukan hanya menjadi kepentingan pribadi, semisal untuk hiburan, tetapi justru sering tampil dalam banyak upacara keagamaan. Bahkan Alden Mason justru mengajukan dugaan, tembakau semula memang dipakai dalam acara keagamaan baru kemudian dinikmati sebagai hiburan dan pengisi waktu pribadi (dalam buku Alden Mason, "Use of Tobbaco In Mexico and South America"). Raja Inggris, James I tahun 1604 mengingatkan kebiasaan merokok sama dengan menyangkal Tuhan dan memuja setan serta merendahkan diri sedemikian jauh dengan meniru kebiasaan orang-orang Indian. Untuk menyanggah pendapat raja itu, penulis William Barclay dalam bukunya "Nepenthes, or the Vertues of Tobbacco" (terbit 1614), malah berani meminta Uskup Murray melindungi "daun pengobat yang suci ini". Di Italia, pastor sekaligus ahli botani Pierandrea Mattioli (1500-1577) juga menyebut tembakau dengan sebutan "herba santa croce" (Rumput Salib Suci). Di tanah air rokok atau tembakau masih menjadi benda sakral atau sesajen mistik yang favorit. Di desa-desa di Jawa, khususnya di sepanjang Pantai Selatan, warga masih suka menyertakan rokok entah untuk Nyai Loro Kidul atau untuk para arwah kerabat yang sudah mendahului mereka. Malah di Jatim perintis rokok Bentoel terang-terangan mengaku merk Bentoel merupakan "wangsit" setelah bersemedi di Gunung Kawi. Kadang perilaku perokok tak beda dengan perilaku umat beragama yang begitu reaktif atau fanatik, jika diungkit-ungkit soal keyakinannya. Mereka bisa marah besar, jika diminta langsung berhenti merokok. Perokok mungkin akan berargumen "Smokers never grow old" (Perokok tidak pernah menjadi tua), meskipun kemudian dijawab oleh si anti rokok "Because they die young" (karena mereka mati muda"). Pemberantasan rokok perlu mengikutkan peran agamawan, apalagi sebagian masyarakat kita masih begitu percaya pada mereka. Maka, agamawan kita juga perlu menulis soal rokok, seperti dilakukan Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jaza'lrly dari Malaysia yang menerbitkan buku "Hukum Merokok"(terbitan Pustaka Al-Mizan Kuala Lumpur). Malah pada 23 Maret 1995, Muzakarah Jawatankuasa Fatwa, Majlis Kebangsaan Hal Ehwal Islam Malaysia mengeluarkan fatwa tabiat merokok adalah haram menurut pandangan Islam. Cuma repotnya, bagaimana jika kiai, pastor atau pendeta yang diajak kampanye antirokok di negeri ini, justru merupakan perokok berat? Penulis adalah seorang teolog bukan perokok. Alumnus Seminari St Vincent de Paul [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **