** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.indomedia.com/poskup/2005/03/19/edisi19/1903uta1.htm * Setelah diusir di Ile Ape Anggota Dewan ngamuk di kantor Lewoleba, PK Setelah diusir warga secara paksa yang menolak dialog pada Kamis siang (17/3), anggota DPRD Kabupaten Lembata yang melakukan kunjungan kerja di desa-desa di Kecamatan Ile Ape, mengamuk dan memrotes pimpinan DPRD sambil berteriak dalam acara sidang panitia anggaran, Jumat pagi (18/3). Mereka menduga ada oknum tertentu yang menskenariokan keadaan dan emosi warga supaya menolak kunjungan Dewan. Ketua Tim DPRD Lembata ke Ile Ape, Maria Sucitra Dewi, tak mampu menahan kemarahannya meluapkan uneg-unegnya sambil berteriak. Volume suara tinggi Dewi membuat suasana rapat di ruang sidang utama Gedung DPRD setempat 'panas' seketika. Puluhan pegawai Setkab Lembata yang sedang berada di ruang kerjanya, yang hanya dipisahkan jalan di dalam kompleks perkantoran Pemkab Lembata, berhamburan keluar mendatangi gedung Dewan. Saat itu Dewi masih terus meluapkan kekesalannya terhadap penolakan warga desa yang secara kasar menerima kunjungan Dewan. Dia menduga hal ini telah diskenariokan oleh oknum tertentu. "Saya sangat kecewa dengan perlakuan warga desa. Dewan seperti ditelanjangi di mata warga desa. Kedatangan kami ditolak. Tapi menurut saya, Dewan harus ditelanjangi supaya kita tahu siapa yang bersih dan siapa yang kotor," tandas anggota Dewan dari PDIP ini dengan nada tinggi. Anggota Dewan lainnya, Karolus Koto Langgodai, yang satu tim dengan Dewi bersama Mochtar Pehang dan Haji Hidayatullah Sarabiti, tak kalah galaknya. "Ini SPPD (surat perintah perjalanan dinas) untuk dua hari memantau warga kelaparan di Ile Ape. Tapi kenapa hari ini kita berada di sini untuk rapat panitia anggaran? SPPD ini harus diselesaikan dua hari. Saya dan Ibu Dewi akan turun lapangan lagi memantau gedung penyimpanan beras milik Dinas Sosial Lembata," tandas Karolus. Anggota Dewan dari Partai Damai Sejahtera (PDS) ini beranjak dari kursinya dan bersama Dewi meninggalkan sidang yang sementara berlangsung. Kekecewaan senada disampaikan Theodorus Laba Kolin. Anggota Fraksi Gabungan asal PNBK, yang bersama anggota Dewan lainnya memantau kelaparan di Desa Jontona, Watodiri dan desa-desa sekitarnya. Mereka juga mengaku mendapat perlakuan buruk dari masyarakat saat kunjungan. "Karena masalah rawan pangan ini, kami diserang oleh warga masyarakat. Ada apa ini? Saya menduga ada oknum yang menskenariokan sehingga terjadi seperti ini," tandas Theo. Puluhan pegawai di Setkab Lembata yang menyaksikan protes anggota Dewan malah sepakat dengan perlakuan warga. "Ini baru impas. Faktanya warga menderita kelaparan. Tanaman jagung dan kacangan mati total. Tapi anggota Dewan menyatakan mereka belum lapar, hal yang lumrah, terjadi setiap tahun," komentar seorang pegawai Setkab Lembata yang berdiri berdampingan dengan Pos Kupang saat menyaksikan jalannya rapat kemarin. Sebagaimana diberitakan kemarin, empat orang anggota DPRD Lembata yang melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Ile Ape memantau kondisi rawan pangan di sana diusir secara kasar. Keempat anggota Dewan itu malah 'dihadiahi' batang jagung kering. Batang jagung tersebut kemarin dibawa ke dalam ruang sidang. Untuk diketahui, saat ini sejumlah daerah di NTT dilanda kekeringan yang berimbas pada ancaman rawan pangan akibat gagal panen. Kondisi kelaparan sudah mulai dirasakan warga di Kecamatan Ile Ape, Lembata. Saat ini warga di sana mulai mengonsumsi bunga dan buah bakau serta kacang hutan. Terhadap kondisi itu, kini pemerintah, baik propinsi maupun kabupaten telah menurunkan bantuan, baik beras maupun uang. DPRD NTT misalnya mengalokasikan dana Rp 11 miliar dari pos tak terduga. Tetapi dikhawatirkan dana sebesar ini ludes tanpa jejak. Itulah sebabnya, Direktris PIAR NTT, Ir. Sarah Lery Mboeik, meminta semua pihak mengontrol penggunaan dana ini. Kontrol ini, jelas Lery yang ditemui di kantornya, Jumat (18/3), penting sehingga dana itu tepat sasaran dan tidak raib di tengah jalan. "Semua pihak, termasuk korban di kabupaten, harus mengontrol pengalokasian dan penggunaan dana Rp 11 miliar itu. Karena jangan-jangan yang rawan pangan itu pejabat, bukan rakyat. Untuk itu perlu ada kontrol yang intensif dan kuat," kata Lery. Menurut Lery, pentingnya kontrol harus dilakukan sejak pendataan. Karena pendataan bisa dipolitisir untuk kepentingan pihak tertentu. "Kadang-kadang pendataan pun sangat politis. Kita perlu lihat, jangan-jangan kasih Rp 5 miliar bilang Rp 15 miliar. Itu yang saya tidak setuju," kata Lery. (ius/joy) -------------------------------------------------------------------------------- Kami lapar, butuh makan GUBUK reot milik Helena Ebo (70) sudah dimakan usia. Bangunan beratap alang-alang, dinding bambu (keneka, dalam bahasa setempat) didiami si nenek ini dengan dua anaknya beserta tiga cucunya di Desa Tagawiti, Kecamatan Ile Ape, Lembata. Di kamar depan terpasang sebuah tempat tidur kayu yang dialasi kasur kepok lusuh dan kain sprei putih kusam. Untuk tamu yang datang, tersedia sebuah bale-bale dan empat kursi plastik warna biru. Di samping ruang tamu rumah berlantai tanah itu terdapat sebuah kamar tidur keluarga. Saat ngobrol dengan Pos Kupang, Kompas didampingi Kabag Humas Setkab Lembata, Karel Burin, nenek Helena mengeluhkan sulitnya mendapatkan nasi atau nasi campur (nasi-jagung). "Kami kelaparan, tahun ini tanaman jagung kering semua," kata nenek Helena dalam bahasa setempat yang diterjemahkan rekan dari Mingguan Swara Lembata, Ali Geroda. Pengakuan nenek Helena yang sudah tua renta ini bukan mengada-ada. Nampak keluarga ini sangat menderita dalam berbagai kebutuhan. Makan, minum dan segala macam keperluan lainnya. Di dapur, bangunan yang bersambung dengan rumah utama, keluarga ini praktis tidak memiliki persediaan makanan apa pun. Ada beberapa peralatan dapur yang terdapat di dapur. Ada pi-ring plastik, mok, periuk, senduk dan beberapa peralatan dapur lainnya. Disamping peralatan dapur terdapat sepuluh bulir jagung tua yang belum dikupas. Itulah persediaan keluarga ini. Namun petang itu, panda-ngan kami semua tertuju pada sebuah periuk hitam yang ada di atas batu tungku, berisi penuh jagung kering yang sudah dire-bus dicampur dengan daun kelor atau marungge. "Inilah makanan kami sehari-hari. Kami tidak punya beras," timpal seorang tetangga nenek Helena. Ramsia Lamabelawa (25), ibu seorang putri yang sudah men-janda mengemukakan, agar bisa makan nasi, maka gantungan mereka satu-satunya adalah be-ras rakyat miskin (raskin) yang diterimnya dari desa. Namun jatah 20 kg yang diterima tidak cukup memenuhi kebutuhan ma-kan bagi mereka sekeluarga. "Se-karang ini kami benar-benar ke-laparan. Kami tidak ada jagung. Tanam sekitar seperempat hektar, kering semuanya karena tidak ada hujan," keluh Ramsia. Kini Ramsia menggantungkan diri pada beras raskin dari pe-merintah. Tetapi itu hanya cukup untuk makan 15 hari, ter-masuk putrinya Hasnah (1,5 tahun) yang mencari tambahan penghasilan dengan menjual kue. "Kalau beras tidak ada, saya bon satu atau dua kilogram di kios. Nanti dari uang jualan kue saya bayar beras. Kami ma-kan seadanya. Makan siang agak cukup, tetapi pagi dan malam seadanya saja," kata Ramsia. Yang penting bisa bertahan. Pengakuan Ramsia, janda yang ditinggal pergi suaminya, Aslan, ke Malaysia setahun lalu, dibenarkan Kaur Pembangunan Desa Tagawiti, Yoseph Leben. Menurut Leben, 300 ha jagung milik 1.000 jiwa yang menghuni desa tersebut gagal total akibat panas terik yang berlangsung sejak Januari lalu. "Ada beberapa hektar yang berhasil dipanen. Namun lebih banyak warga yang tanamannya gagal panen. Jagung sudah kering seluruhnya," kata Leben. Saat ini, warga di desa terse-but mulai mengumpulkan buah bakau (kewaka) untuk diolah sehingga dapat dicampur dengan jagung dan beras. Kalau hanya beras dan jagung saja, tidak mungkin memenuhi kebutuhan makan. "Ada warga saya, Yasinta Bengan, yang sudah mulai mengumpulkan buah bakau, masih ada juga warga yang lain, tapi saya belum tahu mereka mengambil di pantai mana," ujarnya. Kepala Desa Dulitukan, Sebas-tianus Kariaman, menjelaskan, dalam jangka waktu 3-4 bulan mendatang warganya akan kela-paran. "Semua desa di Tanjung ini kondisinya sama. Sudah cu-kup banyak warga yang panen buah bakau untuk dimakan. Sampai saat ini belum ada war-ga yang mengeluh kelaparan, tetapi panen tahun ini gagal total," kata Kariaman membe-berkan keadaan warganya. Dikatakannya, persediaan jagung yang masih ada saat ini hanya cukup untuk dimakan da-lam tempo 2-3 bulan menda-tang. Namun setelah itu warga mulai kelaparan. Mengatasi per-soalan ini, ia dan masyarakat-nya telah bermusyawarah membuat proposal mengirim kepada Bupati Lembata agar diberikan beras bantuan melalui proyek padat karya pangan. "Kondisi secara umum sama saja. Lebih parah dibanding ta-hun-tahun yang lalu. Tanaman jagung berbunga pada saat hu-jan tidak turun. Warga harus melakukan usaha sampingan melaut mencari ikan, siput un-tuk dijual atau dibarter dengan ubi kayu, pisang, beras dan kacang-kacangan," katanya. (eugenius moa) -------------------------------------------------------------------------------- Di Mabar, 6.421 ha sawah kering DI Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), dilaporkan 6.421 ha sawah, baik sawah tadah hujan maupun ladang kering akibat kemarau panjang. Kondisi itu diperkirakan akan berimbas pada gagal panen dan rawan pangan. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Manggarai Barat, Ir. Matheus Janing, kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (18/3). Menurut Janing, kondisi yang terjadi di Mabar adalah kondisi alam yang dipengaruhi oleh minimnya curah hujan dengan sebaran yang tidak merata. Dia menjelaskan, kekeringan yang melanda areal persawahan itu terdiri dari lahan sawah atau tanaman padi sawah tadah hujan seluas 3.511 ha, sedangkan tanaman padi ladang yang mengalami kekeringan seluas 2.910 ha. "Kekeringan yang terjadi itu menyebar di lima kecamatan di wilayah Mabar dengan luas masing-masing jenis lahan bervariasi antara satu kecamatan dan kecamatan lainya," kata Janing. Data-data kekeringan tersebut, kata Janing, sudah disampaikan ke propinsi, yaitu kepada Kepala Bimas dan Ketahanan Pangan NTT dengan tembusan Kepala Dinas Pertanian NTT di Kupang. Janing merincikan luas areal persawahan mengalami kekeringan perkecamatan sebagai berikut, Kecamatan Komodo lahan sawah yang kering seluas 1.812 ha, Macang Pacar 671 ha, Kuwus 1.368 ha, Sano Nggoang 778 ha, Lembor 1.792 ha. "Data yang kami peroleh dari tiap kecamatan itu menyebutkan luas lahan padi sawah yang mengalami kekeringan paling besar adalah Kecamatan Komodo, yaitu sawah tadah hujan seluas 2.247 ha diikuti Kecamatan Lembor. Dua kecamatan itu, terdapat banyak sekali sawah tadah hujan sehingga akibat minimnya curah hujan itu banyak lahan tadah hujan yang kering," ujarnya. Minta bantuan Secara terpisah, Camat Lembor, Andreas Agas, yang ditemui Pos Kupang sebelumnya, mengakui adanya kekeringan di wilayahnya sehingga para petani saat ini sudah mengeluhkan bantuan pemerintah. "Satu-satunya jalan yang mereka tunggu adalah uluran tangan pemerintah lewat bantuan, sebab segala upaya sudah diupayakan, namun kondisi yang terjadi adalah keadaan alam yang sulit diterka," kata Agas. Menurutnya, masyarakat di Kecamatan Lembor mengharapkan pemerintah membantu sehingga tidak sampai ke tingkat kelaparan. Ditanya upaya pihak kecamatan, Agas mengaku tidak ada upaya lain karena kekeringan itu tidak bisa ditanggulangi karena kondisi alam. "Kami memberi alternatif untuk menanam tanaman lain seperti kacang dan ubi, namun jika tidak ada air bagaimana, terutama pada daerah pegunungan dan pesisir," tuturnya. Dikatakan, satu-satunya upaya yang dirindukan warga, terutama petani di beberapa desa yang mengalami kekeringan hanyalah bantuan. "Jadi yang minta bantuan ini petani dan masyarakat dan itu mereka sampaikan ke kami di kecamatan dan kami tetap mengimbau mereka menanam tanaman jenis lain selain padi seperti ubi-ubian dan kacang jika itu ada hujan," katanya. Agas juga mengatakan, selain kekeringan, terdapat pula serangan hama pada sejumlah areal sawah yang sudah ditanami seperti di Desa Dalang Pondo, Tangge dan beberapa desa, meski lokasi itu ketersediaan airnya mencukupi. Diakuinya, meski Lembor merupakan daerah persawahan yang luas, tetapi kekeringan bisa memungkinkan terjadinya rawan pangan, terutama di daerah-daerah pesisir pantai seperti Desa Nangabefe, Nangalili dan Repi serta beberapa desa lainnya yang memiliki kondisi iklim yang sama. (yel) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **