AJANG CUAP2 ANAK GEOLOGI 95 UGM oh yeah... regards Ujay > -----Original Message----- > From: Rovicky Dwi Putrohari [SMTP:rovicky@xxxxxxxxx] > Sent: Saturday, August 31, 2002 4:39 PM > To: rovicky.r.putrohari@xxxxxxxxxxxx; HARIYADI@xxxxxxxxxxxx; > IWANH@xxxxxxxxxxxx; IMAM@xxxxxxxxxxxx; MEGGY@xxxxxxxxxxxx; > IBRAHIM@xxxxxxxxxxxx; SYARIFUDDIN@xxxxxxxxxxxx; HARRIS@xxxxxxxxxxxx; > RIDWAN@xxxxxxxxxxxx; DJAINUDDIN@xxxxxxxxxxxx; Dahrul@xxxxxxxxxxxx; > ASEP@xxxxxxxxxxxx; BENNY@xxxxxxxxxxxx; HARDI@xxxxxxxxxxxx; > SUBANDI@xxxxxxxxxxxx; Sunjaya Saputra; Prawoto Ikhwan Syuhada; Iwan > Soemantri > Subject: Lihatlah Lebih Dekat ... > > Lihatlah Lebih Dekat ... > > Publikasi: 22/08/2002 15:46 WIB > > > eramoslem.com - Didalam kendaraan umum yang lumayan padat, seorang wanita > berjilbab yang duduk dibangku dekat jendela terlihat sedang khusyu' > membaca > Al Qur'an sakunya. Hingar bingar pedagang asongan dan peminta-minta tak > mengusik konsentrasinya. Sementara disebelahnya, seorang wanita lainnya, > menyodorkan sejumlah receh kepada peminta tak berkaki yang melewati mereka > dengan cara ngesot. Seringkali di dalam sebuah kendaraan umum kita > menyaksikan fenomena seperti itu, entah si pembaca Al Qur'an atau > orang-orang yang cukup dermawan menyisihkan sebagian rezekinya untuk kaum > dha'if, bahkan keduanya. > > Kita yang biasa berkendaraan umum, juga sudah sangat hapal dengan > teriakan-teriakan 'artis-artis' jalanan, ataupun para penyair bus kota > setelah mereka beraksi. "Kami hanya harapkan bunga-bunga sosial dari anda, > tidak perlu berpura-pura tertidur dan jangan berlagak sombong jika tak > memberi. Senyuman dan tangan terangkat anda sangat lebih kami hargai" > begitu > kira-kira. Namun rupanya, masih banyak diantara kita yang malas sekedar > mengangkat tangan -dan melebarkan senyum- dibarengi kata "maaf" pertanda > tidak memberi. Bisa bermacam persepsi orang, tidak ada receh, susah > ngambil > uangnya, sebal dengan pengamennya (baik lagu yang dibawakan atau tampilan > yang tidak sedap) atau memang dasarnya pelit. > > Sopan, hormat dan sangat menghargai anda sebagai orang yang dimata > mereka,sudah sukses dan mendapatkan kesempatan hidup lebih baik. Meski > harus > diakuiada sebagian kecil yang terang-terangan bersikap kasar sewaktu > meminta > dengandalih kapok masuk penjara, plus tampang yang rada kriminal. > Masalahnyakemudian, pantaskah sikap angkuh kita perlihatkan hanya karena > kebetulanmemiliki rezeki sedikit lebih (dari mereka). Haruskah hingar > bingar > suara gitar dan teriakan suara sumbang mereka dibalas dengan cibiran? Atau > yang juga perlu ditanyakan dalam diri ini, apakah Islam membedakan kaumnya > berdasarkan profesi, lusuh-rapihnya pakaian, kumal-klimisnya penampilan > atau > aroma tubuh seseorang? > > Ditempat lain, kita begitu rela menghabiskan sekian puluh, ratusan ribu > untuk mentraktir kolega dan rekan kerja yang kalau mau jujur nilainya cuma > sampai dimata para kolega itu. Namun jumlah yang tidak sepersepuluhnya > yang > kita keluarkan untuk para fakir miskin, anak yatim, peminta-minta, > sumbangan > masjid dan lain-lain. Padahal recehan yang kita lemparkan untuk kaum > dhu'afa > itu sungguh jauh lebih bernilai, hingga dimata Allah. > > Banyak ayat yang sudah kita baca yang semestinya menyadarkan bahwa ayat Al > Qur'an yang membahas ibadah sosial lebih banyak ketimbang ibadah ritual. > Mungkin itu sangat terkait dengan posisi manusia sebagai makhluk sosial, > yang juga merupakan makna dibalik penciptaan manusia sebagai khalifah di > muka bumi. Bahwa keberadaan manusia yang satu tidak bisa terlepas dari > keberadaan manusia (makhluk) lainnya. Itu artinya, keberadaan mereka yang > lemah juga terkait dengan diri ini yang mungkin saja menjadi bagian dari > proses keterpurukan mereka. Atau setidaknya menambah lekat status lemahnya > dari sikap arogansi dan kikir kita. > > Padahal sesungguhnya, sangat banyak keuntungan yang kita raih dari > orang-orang miskin, kaum fakir, anak-anak yatim piatu dan sebagainya. > Setidaknya, predikat kita sebagai kaum the have, dan sebagai orang sukses > karena mereka yang berstatus miskin dan tertinggal. Tidak ada sebutan > orang > kaya jika tidak ada orang miskin. Selain itu, bayangkan jika tidak ada > mereka, tidak ada yang akan melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti mengeruk > sampah, menjadi pembantu rumah tangga, sopir dan kondektur, penyapu jalan, > tukang koran, pelayan toko dan lain sebagainya. Bayangkan jika kita harus > melayani semuanya sendiri tanpa bantuan mereka. Disinilah makna > kebersamaan > hidup, berdampingan dan saling membutuhkan berdasar aturan simbiosis > mutualis dan win-win solution. > > Belum lagi keuntungan yang dapat kita raih yakni berupa surga Allah hanya > dengan menghormati hak-hak kaum dhu'afa, mengangkat yang jatuh dan membela > yang lemah. Membangkitkan mereka dari keterpurukan yang mungkin saja > menyeretnya kepada kekafiran. Dan itu bisa juga menyeret kita didepan > pertanggungjawaban Allah karena membiarkan orang-orang miskin di depan > mata > kita berpaling dari agamanya karena kemiskinan. Tentu kita bisa belajar > dari > Abu Dzar Al Ghifari, sahabat Rasulullah yang mendapat gelar pahlawan kaum > lemah, pembela kaum tertindas diyakinkan Rasulullah menjadi salah satu > penghuni surga. > > Jadi lihatlah lebih dekat, tak perlu membusungkan dada hanya untuk > memperjelas status sosial dihadapan mereka. Sekedar senyum mungkin sedikit > membebaskan kita dari tuntutan pengadilan Allah. sentuhan kasih sayang dan > cinta yang kita berikan kepada saudara kita itu, bukan hanya menorehkan > do'a > dari mulut mereka akan kita, melainkan juga mengembalikan kunci surga yang > pernah kita biarkan lewat begitu saja selama ini. Wallahu a'lam > bishshowaab > (Abinya Iqna) > > > --------------------------------------------------------- > "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang > paling banyak manfaatnya bagi orang lain" (H.R. Bukhari) > ----------------------------------------------------------