[apapun] AMX-13 : Tank Tempur Utama TNI-AD

  • From: "Saikhu Rochman" <saikhu.rochman@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <apapun@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 14 Nov 2012 07:38:47 +0800

AMX-13 : Tank Tempur Utama TNI-AD
<http://indomiliter.com/2009/08/10/amx-13-tank-tempur-utama-tni-ad/> 



AMX-13 Kavaleri Kostrad dalam kamuflase dedaunan

Sepanjang sejarah, TNI-AD memang belum permah memiliki satuan tank
sekelas MBT (main battle tank), atau disebut juga tank kelas berat,
seperti tipe M1 Abrams, Leoprad atau Merkava yang kondang di beragam
medan tempur. Tapi jangan berkecil hati, walau tak punya MBT, angkatan
darat kita punya tank utama, yakni AMX-13 buatan Perancis. Meski dari
segi usia tank ini sudah sepuh, karena dibuat antara tahun 50 - 60an,
AMX-13 masih eksis digunakan satuan kavaleri TNI-AD sampai saat ini.
Disebut tank utama karena jumlah AMX-13 cukup banyak, inilah tipe tank
terbanyak yang dimiliki TNI-AD, menurut situs wikipedia TNI-AD mempunyai
275 unit AMX-13 versi kanon.



AMX-13 dilengkapi FN MAG 7,62 mm pada sisi kubah komandan



AMX-13 TNI-AD tampak samping, kelemahan terletak pada kanon yang
maksimum hanya memiliki sudut elevasi 45 derajat

Ada banyak ragam varian AMX-13, sebut saja mulai dari versi kanon dengan
beragam kaliber, versi angkut personel, versi artileri, versi tank
jembatan dan versi anti serangan udara. TNI-AD diketahui memiliki tiga
tipe, yakni versi kanon, versi angkut personel dan versi artileri 105
mm. Dalam artikel ini, kita fokus dahulu pada versi kanon. Tipe ini bisa
dibilang menjadi ikon kavaleri TNI-AD lebih dari tiga dasawarsa, karena
saking tuanya beberapa ada yang sudah menjadi monumen di beberapa
museum. Tapi yang masih aktif operasional telah dilakukan program
retrofit, seperti mengganti mesin dari tipe bensin ke diesel dan
penggantian sistem suspensi agar lebih nyaman digunakan. Dengan upgrade
ke mesin diesel, konsumsi bahan bakar bisa ditekan dan jarak tempuh bisa
ditingkatkan.

AMX-13 Retrofit TNI-AD
AMX-13 yang kini dioperasikan TNI-AD telah mengalami program retrofit di
Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD pada tahun 1995.
Retrofit AMX-13 mencakup pemasangan mesin Detroit Diesel DDA GM6V-53 T,
6 silinder 2 langkah turbocharged dengan daya 290 BHP/2800 RPM dan Torsi
91,67 KGM/1600 RPM yang mampu meningkatkan power weight ratio dan
pemakaian bahan bakar lebih hemat. AMX-13 menggunakan transmisi otomatis
ZF 5WG-180 dengan 5 percepatan maju dan 2 percepatan mundur, hal ini
tentu lebih memudahkan pengoperasian tank. Untuk suspensi mengadopsi
tipe hydropnematic "Dunlostrut", meningkatkan kemampuan lintas medan dan
mampu menambah kenyamanan awak tank.



AMX-13 AD Perancis dengan rudal anti tank Steyr

Ketimbang tank tempur modern TNI-AD saat ini, seperti Scorpion buatan
Alvis - Inggris. AMX-13 lebih punya pengalaman tempur luas. Kiprah
AMX-13 paling mencolok saat perang Arab -Israel, dimana tank ini menjadi
alutsista AD Israel di saat itu (periode tahun 60 - 70an). Lalu AMX-13
ikut juga dalam perang India - Pakistan dan terakhir turut ikut dalam
kancah perang Malvinas. Jasa AMX-13 juga ada dalam operasi di Tanah Air,
contoh yang paling nyata keterlibatan aksi AMX-13 dalam operasi Seroja
di Timor Timur. AMX-13 mulai berdatangan pada tahun 1962 dalam rangka
misi operasi Trikora.



AMX-13 menjadi monumen di markas Kostrad

Dari segi rancangan dan bobotnya, AMX-13 termasuk dalam kelas tank
ringan yang desain nya mulai dilakukan pada tahun 1946. AMX-13 sendiri
sudah diproduksi dalam jumlah total 7700 unit selama periode tahun 1952
- 1987. Beberapa negara pengguna AMX-13 sampai saat ini terus
menggunakan tank lawas ini, tentu dengan beragam peningkatan kemampuan
persenjataan dan performa. Di ASEAN, Singapura juga mempunyai armada
tank ini, tapi sayang jumlah AMX-13 Singapura jauh lebih banyak,
ketimbang milik Indonesia, yakni 350 unit. (Haryo Adjie Nogo Seno).

 

Tampilan 3 dimensi AMX-13



Spesifikasi AMX-13
Tipe : tank ringan
Produsen : Atelier de Construction d'Issy-les-Moulineaux
Berat kosong : 13.7 ton
Berat tempur : 14.5 ton
Panjang : 6.35 meter
Lebar : 2.51 meter
Tinggi : 2.35 meter
Awak : 3 orang (komandan, penembak dan pengemudi)

Senjata
Kanon : 75 mm / 90 mm / 105 mm - 75 mm dengan 32 amunisi.
Senapan mesin : kaliber 7,62 mm dengan 3600 peluru
Mesin : SOFAM Model 8Gxb 8-cyl. water-cooled petrol
250 hp (190 kW) - kini sudah dilakukan upgrade dengan mesin diesel
buatan Detroit.
Suspensi : torsi bar
Jarak tempuh : 400 km
Kecepatan : 60 km per jam

PT-76 : Kisah Tank Amfibi Tua TNI-AL
<http://indomiliter.com/2009/04/17/pt-76-kisah-tank-amfibi-tua-tni-al/> 



Manuver PT-76 saat melakukan pendaratan di pantai

Pengakuan kedaulatan atas kemerdekaan Negara Republik Indonesia oleh
Kerajaan Belanda pada akhir tahun 1949 menandai berakhirnya Periode
Perang Kemerdekaan 1945-1949. Pengakuan kedaulatan itu sendiri merupakan
hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda, antara
Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Belanda. Salah satu klausulnya
menyebutkan bahwa Kerajaan Belanda berkewajiban untuk mengembalikan
seluruh wilayah pendudukannya kepada Pemerintah Republik Indonesia,
termasuk Papua Barat atau Nederlands Nieuw Guinea. Di sini disebutkan
bahwa Belanda akan mengembalikan Papua Barat kepada Indonesia
selambat-lambatnya dalam jangka waktu setahun setelah pengakuan
kedaulatan.

Namun ternyata hingga 9 tahun setelah pengakuan kedaulatan, Pemerintah
Belanda tidak juga merealisasikan klausul tersebut. Demi memperjuangkan
kembalinya Irian Barat, Indonesia menempuh berbagai jalur diplomasi,
termasuk melalui UNO (United Nations Organization/Persatuan
Bangsa-Bangsa). Namun berbagai upaya tersebut mengalami jalan buntu,
sehingga Indonesia kemudian mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora)
yang intinya menuntut pengembalian Irian Barat ke Ibu Pertiwi sesegera
mungkin. Belanda meresponnya dengan memperkuat militer di Irian Barat
termasuk mendatangkan kapal induk Hr.Ms. Karel Doorman. Menanggapi hal
tersebut, Indonesia memutuskan menyelesaikan masalah Irian Barat melalui
kekuatan militer sebagai pendukung jalur diplomasi.

Sementara itu di bidang militer, Indonesia menyadari bahwa kondisi
Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) tidaklah seimbang jika
dibandingkan dengan Belanda. Untuk itulah Indonesia berupaya
mendatangkan sejumlah peralatan militer, baik pembelian baru maupun
"second hand", dari berbagai negara sejak tahun 1958. Upaya pertama
ditempuh dengan pendekatan kepada negara-negara Eropa Barat dan Amerika
Serikat, namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Hal tersebut
dikarenakan "kentalnya rasa solidaritas" mereka terhadap Belanda yang
juga merupakan anggota Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO/North
Atlantic Treaty Organization) yang berbasis di Eropa Barat.



PT-76 in Action, tampilan kubah versi lama dengan meriam 76mm

NATO yang dipimpin Amerika merupakan kekuatan penangkal terhadap ancaman
militer dari Pakta Warsawa yang dipimpin Uni Soviet. Sejak era Perang
Dingin (cold war) dimulai tahun 1949, dua kekuatan adidaya dunia
tersebut senantiasa bersaing mengembangkan pengaruh dan kekuatan
militernya di seluruh belahan dunia. Celakanya, Indonesia yang menganut
politik bebas aktif turut terseret dalam perseteruan dua raksasa
tersebut. Kemenangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam Pemilu 1955
dipandang sebagai ancaman bagi dominasi Amerika di Asia Timur, sehingga
mau tidak mau lebih memilih "mendukung" Belanda, walau jelas-jelas telah
melanggar kesepakatan dalam KMB. Oleh sebab itu maka pembelian peralatan
militer oleh Indonesia yang dipandang membahayakan Belanda terkesan
dihambat.

Menghadapi kondisi yang "menghimpit" tersebut, memaksa Indonesia
"melirik" negara-negara Blok Timur, seperti Uni Soviet, RRC dan
Yugoslavia. Sejak tahun 1960 mengalirlah sejumlah besar peralatan
militer modern asal Uni Soviet ke Indonesia, dan salah satunya adalah
tank amfibi ringan PT-76 (Plavayushtshiy Tank-76).

Kelahiran PT-76

PT-76 pertama kali diperkenalkan kepada publik dan diproduksi secara
massal oleh Uni Soviet sejak tahun 1954. Desain dasarnya sebenarnya
telah dirancang sejak pertengahan Perang Dunia II. Kendaraan lapis baja
berawak 3 orang ini berfungsi utama sebagai kendaraan intai tempur di
jajaran AB Uni Soviet dan 23 negara lainnya. Kondisi geografis Uni
Soviet serta Eropa bagian tengah dan timur yang banyak memiliki
rawa-rawa, danau dan sungai besar mendasari pembuatan tank amfibi ini.



PT-76 dalam defile HUT ABRI 1978. Terlihat meriam belum mengalami
retrofit

Soviet bermaksud menjadikan PT-76 sebagai ranpur terdepan yang akan
menjebol pertahanan NATO dari garis belakangnya. Kesuksesan Rommel dalam
melabrak pertahanan Sekutu di hutan Ardennes, Perancis, dan Amerika saat
memotong kekuatan militer Korea Utara di semenanjung Korea, merupakan
obsesi Soviet. Rangka dasar PT-76 kelak banyak memunculkan dan menjadi
ilham bagi pembuatan kendaraan-kendaraan tempur (ranpur) lainnya,
seperti BTR-50, panser angkut meriam gerak sendiri ASU 85 dan kendaraan
angkut peluncur rudal Frog-2.

PT-76 secara fisik memiliki bobot dalam keadaan kosong 13,5 ton dan
dalam keadaan siap tempur 14,5 ton. Agar mampu beroperasi di perairan
dalam maka tank ini hanya memiliki lapisan baja yang tipis, yaitu 14 mm
di bodi dan 17 mm di turet, tidak seperti tank sejenis di kelasnya.
Sementara itu untuk mengurangi beban penumpang, maka komandan tank juga
merangkap sebagai pengamat medan, awak meriam dan operator radio.
Dimensi baku PT-76 jika diukur tanpa meriam memiliki panjang 6,91 m,
lebar 3,14 m dan tinggi 2,21 m, kemudian ketinggian dari tanah ke kolong
tank (ground clearance) adalah 0,37 m. Jika diukur dengan panjang meriam
serta ketinggian senapan penangkis serangan udara yang terdapat di PT-76
maka dimensinya menjadi: panjang 7,62 m, lebar 3,14 m dan tinggi 3,70 m.

Tenaga penggerak PT-76 dihasilkan dari mesin diesel 4 silinder jenis V-6
yang berkekuatan 240 tenaga kuda atau 1.800 rpm. Bahan bakar yang
dibutuhkan adalah 250 liter solar (HSD) kemudian 60 liter air sebagai
pendingin radiator serta menggunakan pelumas mesin jenis DCO.50 sebanyak
45 liter. Ini membuat PT-76 mampu melaju dengan kecepatan hingga 45
km/jam di jalan raya sepanjang 260 km, 30 hingga 35 km/jam di jalan
biasa dan 25 km/jam di jalan bergelombang sejauh 210 km. Kelebihan PT-76
ini terletak pada kekuatan mesinnya, karena mampu memberikan kemampuan
berenang yang baik ke arah muka sebesar 11 km/jam untuk jarak 70 km
dengan waktu tempuh 8 jam. Sedang jika bergerak ke belakang, memiliki
kecepatan hingga 5 km/jam. Itulah sebabnya mengapa PT-76 dipandang
memiliki kualifikasi sebagai tank pendarat amfibi.



Sebuah PT-76 milik Vietnam Utara yang berhasil dihancurkan oleh militer
AS

Kelebihan lain dari PT-76 adalah mampu mendaki ketinggian di kemiringan
hingga 38 derajat ataupun penghalang tegak setinggi 1,06 m, mampu
berjalan stabil pada medan yang memiliki kemiringan hingga 18 derajat,
melintasi parit selebar hingga 2,8 m atau melintasi turunan hingga
sedalam 0,75 m dengan besar tekanan pada permukaan 0,49 kg/cm persegi
dan dengan perbandingan daya terhadap bobot sebesar 17,5 daya kuda/ton.
Sementara itu sudut masuk saat tank akan berenang di laut, danau atau
sungai besar adalah 30 derajat dan saat keluar ke permukaan sudut dongak
moncongnya adalah 25 derajat. Sistem tenaga kelistrikan PT-76 bersumber
pada 2 buah accu (aki) yang masing-masing bertegangan 12 Volt. Sebagai
sarana komunikasi, PT-76 menggunakan radio tipe R-123.

Persenjataan Yang Dimiliki

Tank PT-76 secara standard dipersenjatai dengan 2 jenis senjata, yaitu
sepucuk meriam berkecepatan rendah jenis D-56TM kaliber 76,2 mm dan
sepucuk senapan mesin koaksial jenis SG-43 kaliber 7,62 mm. Sebagai
tambahan, PT-76 juga dapat diperlengkapi dengan sepucuk senapan mesin
penangkis serangan udara jenis DShK kaliber 12,7 mm yang ditempatkan di
kubah yang memiliki sistem penggerak ganda, yaitu manual dan elektrik,
yang mampu berputar penuh 360 derajat dalam tempo 20 detik. Meriam
D-56TM memiliki panjang laras 3,315 m dan mampu menembak beruntun
sebanyak 40 kali dengan kecepatan antara 8 hingga 15 tembakan per menit
serta memiliki daya jangkau tembakan hingga 4 km.

 

PT-76 saat keluar dari pintu KRI Surabaya

Pada penembakan tunggal, meriam jenis ini mampu menjangkau jarak sejauh
12,8 km. Meriam ini memiliki sudut dongak tertinggi hingga 40 derajat
dan sudut terendah saat menunduk adalah 4 derajat. PT-76 mengangkut
amunisi meriam sebanyak 40 butir campuran yang terdiri atas amunisi
jenis HE (high Explosive), HEAT (High Explosive Anti Tank) dan HVAP
(High Velocity Armour Piercing). Sementara itu senapan mesin koaksialnya
yang berbobot 13,8 kg dibekali 1000 butir peluru dan tersimpan dalam 4
magasen. Senapan mesin SG-43 mampu menembak secara beruntun 350 tembakan
per menit dengan jarak efektif 2 hingga 2,5 km. Senapan mesin ini
terletak di sebelah kanan meriam. Kemudian sebagai pertahanan diri para
awak PT-76 juga dibekali dengan 18 buah granat tangan. Khusus pada
tugas-tugas operasional di malam hari, awak senapan mesin ditunjang
dengan teropong bidik jenis TSK 66.

Retrofit PT-76

Tank amfibi PT-76 secara resmi masuk ke dalam jajaran kesatuan kavaleri
APRI sejak tahun 1962. Namun karena berkemampuan amfibi maka sebagian
besar tank ini lebih banyak dioperasikan oleh Batalyon Panser Amfibi
Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL), atau yang sekarang dikenal sebagai
Batalyon Kendaraan Pendarat Amfibi Korps Marinir TNI AL. Awalnya ranpur
ini dipersiapkan untuk menunjang pelaksanaan operasi kampanye militer
terbesar dalam sejarah Indonesia, yaitu Operasi Jayawijaya, yang akan
digelar dalam rangka pembebasan Irian Barat. Pada perkembangan
selanjutnya, PT-76 secara aktif dilibatkan dalam berbagai kegiatan
operasi keamanan di dalam negeri dan operasi militer seperti Dwikora
(1964-1965) di perbatasan Indonesia-Malaysia, Operasi Seroja (1975-1979)
di Timor Timur dan Operasi Pemulihan Keamanan Terpadu di Propinsi
Nangroe Aceh Darussalam (2002-2005).



PT-76 yang telah diretrofit, kini sudah dipasangi meriam 90mm

Hingga memasuki era millennium ini, tank antik eks Rusia ini masih aktif
dioperasikan oleh TNI AL dalam berbagai kegiatan penugasan dan latihan.
Namun sesungguhnya kondisi PT-76 saat ini sangat berbeda dengan kondisi
awalnya yang masih "asli" Rusia. Hal ini disebabkan adanya penggantian
sejumlah mesin utama dan persenjataan dari produk Rusia ke produk
negara-negara Barat. Keadaan tersebut tidak terlepas dari perkembangan
situasi politik yang terjadi. Pada tahun 1965 meletus peristiwa berdarah
G-30-S yang diduga didalangi oleh PKI, yang berujung dibubarkannya
partai tersebut dan dinyatakan sebagai partai terlarang. Kebijakan
pemerintah Indonesia itu kontan menuai protes keras dari Uni Soviet dan
sekutu-sekutunya, dan akhirnya dilakukanlah embargo suku-cadang bagi
PT-76. Embargo tersebut sempat menyulitkan pemeliharaan dan perawatan
tank amfibi ini, hingga terpaksa dilakukan kanibalisasi. Namun mengingat
PT-76 masih dipandang sebagai ranpur yang berperan penting dalam
menunjang kegiatan operasi keamanan, untuk itu ditempuhlah kebijakan
untuk mengganti mesin dan persenjataannya atau istilah kerennya
"retrofit".

Retrofit atau kegiatan peremajaan dimulai sejak tahun 1990 pada sejumlah
Tank PT-76 yang masih layak pakai. Peremajaan dan modifikasi PT-76
antara lain meliputi: - Penggantian mesin diesel 4 silinder V-6 Rusia
yang berkekuatan 240 daya kuda dengan mesin diesel 2 Tak 6 silinder
jenis DDA V-92 T Turbo Charge seberat 1200 kg buatan Amerika Serikat
yang berkekuatan 290 daya kuda. Penggantian ini memungkinkan PT-76
melaju di jalan raya dengan kecepatan hingga 58 km/jam, di jalan biasa
35 km/jam dan di medan terbuka 40 km/Jam. Meskipun demikin kecepatan
saat berenang, baik ke arah muka maupun belakang, sama dengan
spesifikasi "aslinya". - Penggantian meriam D-56TM yang memiliki alur
dan galangan berjumlah 32 buah, dengan meriam berkecepatan tinggi
seberat 519 kg jenis Cockerill Mk.III A-2 kaliber 90 mm buatan Belgia.
Meriam baru ini memiliki panjang laras 3,248 m dengan jumlah alur dan
galangan 60 buah serta dibekali 36 butir peluru berbagai jenis. Meriam
buatan Belgia ini memiliki jangkauan tembakan sejauh 2,2 km dan pada
penembakan tunggal mampu mencapai 6 km. Adapun sudut dongak meriam ini
36 derajat dan tunduk 6 derajat. Sementara itu senapan mesin DShK
diganti dengan FN GPMG kaliber 7,62 mm buatan Belgia. Meskipun telah
berusia tua dan mengalami serangkaian peremajaan, namun PT-76 terbukti
merupakan ranpur yang handal dan "bandel". Kiranya cukup beralasan jika
PT-76 Indonesia dijuluki "Battle Proven" alias Jago Perang yang
melegenda di lingkungan Korps Marinir TNI AL. (dikutip dari Majalah
Cakrawala TNI-AL)

AMX-10 : Tank Amfibi Modern yang "Gagal"
<http://indomiliter.com/2009/01/30/amx-10-tank-amfibi-modern-yang-gagal/
> 



Untuk wilayah Asia Tenggara, keunggulan alat tempur Korps Marinir TNI-AL
patut dibanggakan. Salah satunya dengan kelengkapan resimen Kavaleri
yang berbekal ratusan tank dari berbagai jenis. Untuk urusan kendaraan
lapis baja beroda rantai, tipe PT-76 dan BTR-50 terbilang yang paling
populer. Hampir setiap ada event latihan tempur dan operasi militer,
kedua kendaraan asal Rusia ini selalu hadir menjadi ikon Korps Marinir.
Walau bila dipikir-pikir usianya sudah lebih dari 45 tahun dioperasikan.

Seiring perkembangan, Korps Marinir kini sudah update dengan tambahan
alat tempur generasi baru. Sebut saja ada BMP-2, BTR-80 dan akan segera
hadir BMP 3F, kesemuanya merupakan kendaraan amfibi asal Blok Timur.
Tapi masih ada yang lain, tapi sudah "agak" terlupakan, yakni tank
AMX-10 APC/PAC-90.



AMX-10 sudah barang tentu berkemampuan amfibi, tank buatan Prancis ini
dikembangkan mulai tahun 1965. Prototip AMX-10 yang dibuat GIAT
Industries selesai pada tahun 1968, keunggulan AMX-10 yakni dilengkapi
pelindung bahaya serangan senjata nuklir, biologi dan kimia. Kemampuan
berenangnya didukung hydro jets untuk mengarungi laut dan sungai. Soal
senjata ada banyak varian untuk AMX, bila ingin lebih jelas bisa lihat
di situs http://en.wikipedia.org/wiki/AMX-10P
<http://http:/en.wikipedia.org/wiki/AMX-10P> .

AMX-10 hadir di Tanah Air sekitar tahun 1980-an lewat ekspedisi
pengapalan. Jenis yang cukup menonjol adalah AM-10 PAC-90 yang
dilengkapi kanon 90 mm, lalu ada versi AMX-10 APC (armored personal
carrier) atau versi angkut personal yang dilengkapi kanon 20 mm. Jumlah
AMX-10 yang dibeli Indonesia juga cukup banyak, yakni total ada 80 unit.
Sampai saat ini program pengadaan AMX-10 menjadi unit pembelian alat
tempur terbesar korps Marinir.



Spesifikasi Umum AMX-10 APC
Weight : 14.2 tonnes
Length : 5.85 m
Width : 2.78 m
Height : 2.57 m
Crew : 3 + 8 passengers
Engine : Hispano-Suiza HS 115 280 hp ( kW)
Power/weight : 17.9 hp/tonne
Suspension : torsion bar
Operational range : 600 km
Speed : 65 km/h

Tapi ada pertanyaan, mengapa AMX-10 hampir tidak pernah ditampilkan
dalam operasi militer? Bahkan dalam operasi latihan tempur sekalipun
sangat jarang terlihat. Sebuah sumber di lingkungan dekat Korps Marinir
menyebut, AMX-10 tidak memiliki performa sesuai standar yang diharapkan.
Konon disebutkan, AMX-10 mudah terguling. Usut punya usut ternyata,
AMX-10 memang sejak awal tidak direkomendasikan oleh Korps Marinir.
Maklum di era orde baru pengadaan alat tempur erat dengan isu mark up
biaya oleh keluarga besar pejabat.

 <http://amx-10apcdengankanon20mmmilikprancis/> 

Selain Prancis, AMX-10 juga dioperasikan oleh Emirat Arab, Yunani,
Qatar, Arab Saudi, Singapura dan Mexico. Tentu kita berharap AMX-10 bisa
tampil dalam tiap operasi tempur TNI. Jangan beban operasi pendaratan
selalu dipikul oleh duo tank lawas, BTR-50 dan PT-76. Jaya selalu Korps
Marinir.

Daftar Arsenal Kendaraan Lapis Baja Korps Marinir - TNI AL
50 x PT-76 (Rusia)
50 x BTR-50 PK Panser Amphibi (Ukraina)
40 x Czech BVP-2 Arhanud (Slovakia) varian BMP 2 Rusia
18 x Panhard VBL
12 x BTR 80A
80 x AMX 10 P/PAC 90
20 x BMP 3F (akhir 2007)

 

 

GIF image

GIF image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

GIF image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

Other related posts:

  • » [apapun] AMX-13 : Tank Tempur Utama TNI-AD - Saikhu Rochman