Menunggu Ajal Amerika Ekonomi Amerika terus jeblok. Skandal demi skandal terkuak secara mengejutkan. Akankah ini akhir dari kejayaan Amerika dan Kapitalisme?" "Seorang ekonom senior, Dr. Sjahrir, yang juga penganut penganut aliran ekonomi kapitalis Amerika, menulis di harian Kompas (15/7/200), dengan nada sedih. "Masa-masa milenia ketiga adalah masa-masa di mana satu-satunya kepastian adalah semakin meningkatnya ketidakpastian." Kepedihan Sjahrir bukan melihat ketidakpastian Indonesia, akan tetapi karena munculnya megaskandal keuangan di Amerika. Sebuah negara yang telah melahirkan teori kapitalisme yang banyak dibanggakan orang. Hari-hari belakangan ini, mungkin merupakan hari ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat (AS). Ini, berkaitan dengan terkuaknya sejumlah manipulasi skandal keuangan di beberapa perusahaan besar di negeri Paman Sam itu. Semua orang tahu, AS adalah negara pengekspor ajaran kapitalisme dunia yang sering dipuja banyak orang. AS juga dikenal sebagai negara penyeru teori demokrasi dan keterbukaan. Namun, tiba-tiba, teorinya yang telah dibangun beratus-ratus tahun itu tiba-tiba goyang setelah banyak ditemukan penyelewengan keuangan oleh perusahaan-perusahaan raksasa AS. Sebut saja misalnya: Enron, WorldCom, Xerox, Arthur Anderson, Tyco, Vivendi, Merck, dan masih banyak lagi. Bagaimana mungkin, sebuah negara yang mengaku paling demokratis dan terbuka itu tiba-tiba banyak melakukan kebohongan terhadap publik dengan cara memalsukan laporan fiktif? Enron, sebuah perusahaan energi terbesar di AS diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan mencatatkan keuntungan 600 juta dollar AS. Padahal perusahaan itu tengah mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar harga saham tetap diminati investor. Kasus memalukan ini kabarnya juga ikut melibatkan orang dalam Gedung Putih termasuk Wakil Presiden AS. Anehnya, manipulasi ini dilakukan oleh Arthur Andersen, sebuah kantor akuntan publik tersohor dengan cara melakukan audit palsu terhadap laporan keuangn Enron Corp. Andersen kabarnya tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan Enron, akan tetapi hampir semua klien yang berada dalam naungannya. Manipulasi yang dilakukan Anderson agar performa klien terlihat lebih bagus di mata investor. Selain Enron, Tyco juga diketahui melakukan sejumlah manipulasi dengan tidak mencantumkan penurunan aset baik di divisi keuangan maupun telekomunikasi. Juga WorldCom yang merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di AS ini melakukan manipulasi laporan keuangan dengan tidak mencantumkan pelarian dana sebesar US$ 3.8 milyar. Perusahaan ini menyatakan membukukan laba tahun 2001 padahal sesungguhnya justru menderita kerugian yang cukup besar. Juga Xerox Corp. yang diketahui memanipulasi laporan keuangan bulan Juni lalu dengan mengaku melakukan kesalahan dalam menerapkan standar akunting sehingga dalam pembukuan perusahaan mencatatkan laba US$1.4 milyar selama lima tahun. Atas kasus ini sejumlah eksekutif senior mengundurkan diri. Insiden ini sangat membuat rakyat AS ?terutama kalangan investor dan pemilik modal? sempat shock. Apalagi, diketahui skandal-skandal ekonomi terkuak ibarat cendawan di musim hujan. Yang sangat membuat masyarakat AS semakin tidak percaya diri adalah di antara megaskandal tersebut justru melibatkan lembaga pembuat laporan keuangan seperti Akuntan Publik. Kalau akuntan saja sudah tidak dapat dipercaya, siapa lagi yang dijadikan pegangan? Akibat skandal ekonomi yang memalukan itu dampaknya memang tidaklah ringan. Harga saham di bursa-bursa utama dunia terus jeblok. Termasuk saham utama di bursa WallStreet, pusat perdagangan AS. Jatuhnya bursa-bursa saham di AS secara drastis ini memang belum pernah dialami sebelumnya. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang sudah bisa dikategorikan sebagai perusahaan yang bangkrut dunia-akhirat, seperti Johnson & Johnson, dimana para investor yang kebanyakan Yahudi tiba-tiba gelisah dan terpaksa linglung mengupayakan agar perusahaan tersebut bisa meningkat atau dengan segala alasan agar dapat keluar dari perusahaan tersebut. Selain Johnson & Johnson, yang dinyatakan mulai bangkrut adalah Sun Microsystems, Microsoft, dan AOL Time Warner. Tidak ketinggalan pula perusahaan raksasa minuman Coca-cola yang juga dikabarkan mulai goyah. Selain membuat shock, peristiwa bangkrutnya ekonomi AS ini telah membuat banyak pengamat terbengong-bengong. Paul Krugman di harian The New York Times (29/01/02), menulis dengan rasa tidak percaya, "Skandal bangkrutnya Enron seolah menyadarkan kita, ternyata kita seperti orang yang tidak tahu apa-apa soal ekonomi, karena mendadak bisa terjadi kebangkrutan dahsyat di depan mata, tanpa bisa mengantisipasi sebelumnya", kutipnya. "Ironis. Kini kita tiba-tiba menjadi buta, padahal secara faktual kita justru sedang asyik memasuki era globalisasi, liberalisasi, kecanggihan teknologi informasi, dan persaingan bebas," tambahnya. Menurut Krugman, bagaimana mungkin dengan segala keunggulan liberalisasi dan transparansi AS ternyata masih bisa kecolongan sehingga perusahaan energi raksasa sekaliber Enron bisa bangkrut? Sebuah ironi yang amat besar. Tak hanya Krugman, Presiden AS George Bush, langsung berpidato ibarat seorang pastor di gedung WallStreet. Bush mengajak semua kalangan pengusaha AS untuk berlaku jujur dan bertanggung jawab. Menurut Bush, umumnya pengusaha AS adalah orang yang jujur. Hanya karena segelintir orang yang tidak bertanggungjawab, citra kapitalisme ?yang diyakini sebagai satu-satunya alat mencapai kesejahteraan? menjadi ikut rusak. Toh pidato Bush tak mampu mengangkat saham di bursa Wall Street di New York. Beberapa media massa AS bereaksi cukup keras. "Kalau Presiden ingin mengembalikan kepercayaan pada korporasi di AS, dia harus terlebih dulu mengatur rumahnya sendiri," demikian editorial harian The New York Times. Konon, pidato Bush dinilai sangat mengecewakan dan bukan cara tepat untuk mengatasi persoalan. Dihantui Dirinya Sendiri Ibarat penyakit, pemerintahan AS kini sedang mengidap komplikasi berat. Bangrutnya beberapa perusahaan raksasa AS, cukup menambah kegelisahan yang diderita rakyatnya. Harap tahu, cara Presiden Bush menangani masalah WTC dan Pentagon tempo hari belum sempat mambuat pemerintah dan rakyat AS punya percaya diri. Tiada hal paling menakutkan bagi AS sepanjang sejarah, selain orang bernama Osama bin Ladin, warga Arab Saudi yang kaya raya, yang dituduh sebagai otak penyerang dan penebar kebencian terhadap AS di seluruh dunia. Tidak ada trauma paling mengerikan di AS selain peristiwa 11 September lalu. Meski tragedi itu sudah 10 bulan berlalu, trauma itu masih terus menyelimuti kota New York dan hampir seluruh rakyat AS sampai hari ini. Ini dibuktikan dengan ditingkatkannya pengamanan superketat ?bahkan sangat mencolok? di berbagai penjuru AS, terutama New York. Puluhan aparat keamanan bersenjata lengkap selalu siaga di penjuru kota, terutama terhadap orang-orang beridentitas Islam atau berjilbab. Pemandangan yang paling terasa banyak ditemukan di setiap bandar udara (bandara) di negeri Paman Sam itu adalah wajah garang yang pelit senyum dengan senjata laras panjang di punggung, serta mata liar yang selalu memandang curiga, menjadi pemandangan biasa di AS. Sejak tragedi itu, pengamanan di setiap bandara memang super ketat. Alat cukur pun haram masuk ke negeri ini, karena semua barang Anda akan diperiksa dengan X-ray. Bahkan termasuk sepatu penumpang saja masih menjadi momok yang amat menakutkan. Juga isi kantung, dompet, silet, cutter, sampai pembuka botol minuman, semua benda tajam dan runcing misalnya pisau saku, kikir kuku jari, alat pembuka surat, alat pembersih kuku, stik golf, pemukul bisbol atau cricket, gunting kuku, pinset, pisau pencukur adalah barang-barang yang ditakuti pemerintah Amerika. Security screening adalah bagian yang mencolok dari rasa takut pemerintah AS terhadap semua orang. Setelah sepanjang abad ke-20 AS mengekploitasi dunia dengan segala keangkuhannya, kini tiba-tiba menjadi si penakut terhadap orang-orang yang dulu dijajahnya. Seorang kolumnis Prancis pernah menulis dalam sebuah memoarnya. "Dunia harus memikirkan ancaman yang bertindak di luar negara mereka. Amerika Serikat sudah sekian lama memperlakukan kemungkinan munculnya balasan atas sikapnya sebagai polisi dunia dan Timur Tengah," Kini, ia telah menanggung keangkuhan itu". Kolumnis Masud Akhtar Shaikh, dalam kolomnya, "The Downfall of America - The Last Western Empire" di Yaman Times, (2/11/01), menyampaikan sebuah saran yang cukup bijak, "Jika AS tidak belajar banyak, kelak, nasibnya akan menyusul seperti saudaranya Soviet." Sebuah negara yang pernah berjaya lalu jatuh dalam lubang kehancuran. Akhir Masa Keemasan Perjalanan sejarah selalu dihiasi oleh gambaran jatuh bangunnya kejayaan sebuah rejim dan peradaban. Pada akhirnya pula, sejarah selalu membuktikan sebuah peradaban dan kerajaan jatuh tersungkur. Seperti sebuah diktum, "Setiap ada tanjakan, pasti ada pula turunan." Diktum ini agaknya sangat cocok dengan kondisi negara adidaya Amerika saat ini. Selama hampir lebih dari 200 juta tahun AS mengalami masa kejayaannya dengan menyebut diri sebagai negara `Super Power'. Sampai masa itu, kurang lebih satu abad, dia telah membuktikan kejatuhannya sebagai sebuah peradaban besar. Kekuatan dunia yang telah lama pergi tidak lain adalah tersungkurna kekuasaan Komunisme Soviet. Kini, setelah mengalami ketakutan akan datangnya teroris, skandal demi skandal terus berdatangan. Sementara krisis dalam negeri juga turut andil untuk memperparah keadaan. Sebagai catatan jumlah pengangguran di AS hingga kini terus meningkat. Dari 3,9% menjadi 5,4% dalam waktu kurang dari satu tahun. Angka ini dikabarkan akan terus meroket sepanjang krisis ini. Direktur Fed (Bank Sentral AS), baru-baru ini mengatakan bahwa krisis di AS akan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Di Jepang, negeri yang digembar-gemborkan mampu memberikan jaminan pekerjaan seumur hidup kepada rakyatnya, mulai dihamburi para penganggur. Tercatat pengangguran telah melonjak hingga 6%, dengan jumlah orang yang kehilangan pekerjaan sebanyak 3,6 juta orang. Beberapa perusahaan raksasa juga oleng, seperti Motorola-Eropa, Ericson, Goodyear, British Airways. Bahkan kantor berita Reuter pun telah mem-PHK karyawannya. Krisis AS kali ini menyerang mayoritas sektor usaha negeri-negeri maju seperti elektronik, otomotif, penerbangan, asuransi, traveling, dan lain-lain. Tingkat pengangguran di AS kali ini tertinggi sejak April 1994. Menurut Voice of America, sekitar 113 ribu orang kehilangan pekerjaan akibat krisis ekonomi. AS kini tak seperti dulu lagi. Bencana demi bencana terus melanda. Mungkinkah sebuah negara adidaya dan perkasa kemudian mati karena selalu dihantui perasaan takutnya sendiri yang berkepanjangan? Wallahu A'lam.? (Cha) "untirtanet@xxxxxxxxxxxxxx" wrote:Tadinamah lamun bisa nguruskeun masang Listrik di Majalengka Kota, kabeneran saya boga proyek peternakan hayam,tapi pas rek masang listrik, pihak PLN na rek 'KKN'.... cenah, lamun hayang gancang kudu mayar sakitu...lamun normal bisa berbulan-bulan......masih aya keneh singhoreng nukitu nya??yayan. ----- Original Message ----- From: ali rohman To: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx Sent: Friday, September 06, 2002 12:33 AMSubject: [UntirtaNet] Re: for Ali rohman Masih,...dinas na di Kadipaten.... Minta tulung naon.....tah..........? System Administrator wrote: Li, Baturan maneh masih di PLN Majalengka henteu? yayan. ==============================================================(C)opyright 1999-2002 UntirtaNet Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, dengan Subject 'Subscribe' atau lansung ke //www.freelists.org/cgi-bin/list?list_id=untirtanet Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org --------------------------------- Do You Yahoo!? Yahoo! Finance - Get real-time stock quotes --------------------------------- Do You Yahoo!? Yahoo! Finance - Get real-time stock quotes