[UntirtaNet] Geger talangsari - Bag-15

  • From: "untirtanet@xxxxxxxxxxxxxx" <yayantea@xxxxxxxxxxxxx>
  • To: <untirtanet@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 2 Sep 2002 00:21:00 -0400

NGRUKI DAN TALANGSARI


BAGI kebanyakan orang luar kota Surakarta atau kota Solo, Jawa Tengah, tentu
tak mudah menyebut kata Ngruki. Apalagi nama itu tak menggambarkan sebuah
pengertian apa pun. Padahal, di desa itulah sebuah kelompok pengajian Usroh
Ngruki dan sebuah pondok pesantren yang bemama Al-Mukrnin, berdomisili. Dari
sana sejumlah kader Islam dicetak dan dibentuk. Para penegak sunnah Rasul
itulah yang kelak kemudian ditebar ke sejumlah tempat. Salah satunya ialah
yang bergabung menjadi kelompok Warsidi di Cihideulig, Talangsari III, Way
Jepara, Lampung Tengah.

Pondok Pesantren Al-Mukmin didirikan sekitar 1973 oleh Abdullah Sungkar
bersama Abu Bakar Ba' asy, dua orang ulama di kawasan Jawa Tengah. Pada
awalnya menempati sebuah lokasi mesjid di Jalan Sukohardjo, sisi Selatan
kota Surakarta. Selain pondok pesantren, .di sana juga dihidupkan sebuah
stasiun radio bemama Radis (Radio Dakwah Islam). Satu-satunya radio non
komersial, bersaing di puluhan radio swasta niaga ketika itu,. seperti Radio
ABC, Rama, PTPN, Panca, dan sejumlah radio swasta niaga lainnya.

Meskipun non-niaga, Radis mampu menghidupi dirinya sendiri mela1ui sumbangan
sejumlah donatur dan menyedot sejumlah pendengar setia, bahkan fanatik.
Radio ini hanya menyiarkan dakwah Islam semata-mata, baik melalui
pelajaran-pelajaral1 agamaIslam maupun siaran langsung untuk mendengarkan
ceramah-ceramah Abdullah Sungkar di berbagai tempat pengajian. Pada
waktli-waktu tertentu, siaran Radio diselingi dengan lagu-lagu kasidah dan
lagu-lagu melayu. Radio ini tetap berdiri meski tanpa iklan.

Selain tidak menerima penyiar putri, semua petugas Radio Radis harus
meJlgikuti pengajian malam yang diasuh oleh dua tokoh pimpinan pondok
tersebut. Inti pengajian, ialah membahas pengertian Islam, aturan-
.aturannya, sejarahnya, dan yang paling utama ialah bagaimana menjalankan
perintah Islam berdasarajaran Rasulullah. Dalam ha1 mengajar, kedua tokoh
tersebut masih dibantu oleh sejumlah ulama, seperti Kiai Hasan Basri, Amir
S.H., Abdullah Thofel, dan kiai-kiai kota Surakarta lainnya.

Pengajian Ngruki inilah yang kemudian dikenal sebagai kelompok Pengajian
Usroh (penga.jian keluarga), yang bermasalah baik bagi pemerintah maupun
bagi pengikut Sungkar pada umumnya. Anehnya kelompok pengajian ini
berkembang pesat, bebas, dan tak terbatas. Bahkan, perkembangannya demikian
cepat hingga dikenal ke mana-mana. Karena berkernbang dernikian pesat,
lokasi yang sernula lapang seakan tampak menyempit. Oleh karena itu, lokasi
dipindahkan ke suatu tempat yang lebih luas. Apalagi dari hari ke bari
pengikut pengajian dan juga para santri bertambah terus memenuhi Pondok
Pesantren AI-Mukrnin. Sekitar awal 1974, lokasi dipindah ke Ngruki. Ngruki
adalah nama dusun di kelurahan Tipes, tidak jauh dari terminal bus dalam
kota Surakarta di belahan selatan.

Sejak pindah ke lokasi inilah, radio Radis dan kelompok Sungkar mulai
disantroni penguasa setempat. Pernerintah mehilai Sungkar terlalu keras
dalam menyampaikan ceramah dan ajaran-ajarannya kepada para pengikutnya.
Agaknya, pemerintah tak mau, menanggung risiko apalagi bereksperimen
terhadap ulama yang telah mempunyai banyak pengikut ini.

Langkah Sungkar kemudian dihalangi hingga tersandung-sandung. Terakhir,
malah ia akan diringkus. Sungkar tak rnau berisiko. Dia segera rnengarnbil
langkah seribu, menghilang. ke negeri seberang Malaysia adalah negeri yang
ditujunya.

Setelah sang kiai menghilang, bukan hanya para pendiri melainkan pondok itu
sendiri selalu dalam baying bayang ketakutan. Pernerintah mernberi warna
tersendiri terhadap Pondok Pesantren AI-Mukmin sebagai salah satu tempat
untuk mencetak kader-kader ekstrern yang sangat membahayakan negara. Di sana
tidak hanya mendidik orang-orang mengenal Tuhannya, tetapi juga mendidik
orang agar mengenal politik. Ideologi negara dipertandingkan dengan ideologi
agama.

Padahal, jumlah para santri dan anggota pengajian Usroh Ngruki semakin
banyak. Tak cuma lokal, tetapi juga berasal dari berbagai penjuru. Umumnya
mereka belum mengetahui bahwa ada berbagai rintangan yang telah menghadang
perjalanan Al-Mukmin maupun pengajian Usroh itu. Justru mereka semakin
terpukau dan tertarik dengan ajaran-ajaran yang diberikan. Keberadaan mereka
akhirnya tak nyaman lagi, karena seringnya pondok digerebek oleh aparat
secara tiba-tiba.

Pimpinan pondok pun mulai silih berganti. Pernah dijabat Amir S.H., Farid
Ma'ruf, dan terus ganti berganti. Jumlah santri lebih dari 5.000-an dengan
sistem pendidikan sekolah umum dan sekolah agama Islam. Pada saat-saat
seperti itu Abu Bakar Ba'syir ikut menghilang, dan ternyata ia telah
menyusul seniornya, Abdullah Sungkar, ke Malaysia. Pondok Ngruki menjadi
muram setelah beberapa pemimpinnya hilang. Hasan Basri meninggal, meskipun
kegiatan pengajian dan pondok pesantren Al-Mukmin Ngruki tetap berlangsung
seperti tak pernah ada masalah.

Para santri dari Ngruki banyak yang hijrah ke berbagai tempat. Sebagian
mendirikan pondok pesantren sendiri, yang lain bergabung menjadi tenaga
pengajar pada
pesantren yang sudah ada. Secara resmi kegiatan pengajian dibubarkan. Para
pengikutnya diamankan atau ditangkap oleh yang benvajib. Tak semua
tertangkap, yang berhasil lolos kemudian lari menyelamatkan diri. Sebagian
dari mereka menuju Lampung, setelah mengetahui bahwa di Lampung masih ada
tempat untuk bergabung. Mereka berkumpul kembali menyambung tali Usroh.

Dari sinilah awal kisah Geger Talangsari, Lampung, dimulai. Pada avvalnya
hanya beberapa saja yang datang ke Talangsari, untuk bergabung dengan
Warsidi yang hendak menjadikan Cihideung sebagai "perkampungan Islam".
Setelah dianggap aman, mereka secara berangsur memboyong keluarganya hijrah
ke tanah harapan baru
itu. Di sana mereka bertemu, antara lain dengan kelompok NII Lampung yang
tengah bingung. Juga bertemu dengan kelompok Jakarta yang sedang linglung,
mencari tempat untuk "basis perjuangannya.

Talangsari, ternyata tak cuma menarik bagi kelompok Ngruki dan kelompok
Lampung yang sama-sama bingung. Kelompok Jakarta yang dimotori oleh
Nurhidayat, Achmad Fauzi, Wahidin, dan Sudarsono ternyata juga bernafsu
mengangkanginya.

Dua kelompok (Ngruki dan Lampung) itulah yang akhirnya terprovokasi oleh
kelompok Jakarta untuk membangun basis perjuangannya, melanjutkan cita-cita
Negara Islam Indonesia yang belum selesai. Suatu cita-cita yang kandas,
karena ambisi perjuangannya dilakukan dengan kekerasan, mendapat reaksi yang
juga keras dari masyarakat Talangsari III dan Pakuan Aji, yang didukung
pemerintah bersama alat negara setempat.

Satu cita-cita yang dikemas mengatasnamakan Islam, sekilas tampak ideal di
negeri yang mayoritas muslim ini. Perjuangan atas nama Islam ialah
perjuangan agama. Kejayaan agama tak pernah mengenal tajamnya pedang.
Madinatun Naby ditegakkan Rasulullah hanya dengan jalan menajamkan akhlakul
karim.

* * *




===============================================================
(C)opyright 1999-2002 UntirtaNet
Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia 
dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten 
Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, 
dengan Subject 'Subscribe' atau lansung ke  
//www.freelists.org/cgi-bin/list?list_id=untirtanet 
Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx
Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org

Other related posts:

  • » [UntirtaNet] Geger talangsari - Bag-15