SUARA azan memanggil umat Islam bersembahyang Zuhur berkumandang dari dalam kapel gereja di kompleks penjara Pulau McNeil, dekat Olympia, negara bagian Washington, Amerika Serikat. Irama dan lagu azan itu agak berbeda dengan yang biasa kita dengar. Maklum, yang mengumandangkannya adalah seorang kulit putih berasal dari Inggris, Richard Deno. Rambutnya yang panjang diikat, tersembul di bawah kopiah putih yang dikenakannya. Terasa aneh? Tidak! Pemandangan seperti itu dapat dilihat setiap Jumat siang di kapel penjara (disebut corrections center di AS) itu. Karena jumlah muslim di penjara itu belum mencapai 200 orang, berdasar undang-undang mereka belum berhak untuk menuntut dibangunnya mesjid sendiri. Karena itu mereka beribadah di dalam kapel. Beberapa baris depan bangku panjang digeser ke belakang, dan ruang yang tercipta ditebari alas dari kain. Hanya beberapa saja yang datang membawa sajadah (tikar sembahyang) sendiri. Apa anehnya shalat Jumat diselenggarakan di kapel gereja, bila Nabi Muhammad saw sendiri semasa hidupnya pernah mempersilakan tamu-tamu Kristen-nya menyelenggarakan kebaktian Minggu di mesjid sebelah rumahnya? Seluruhnya ada 37 orang terpidana muslim yang siang itu hadir untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat. Imam dan khatibnya adalah Mohamad Joban, 50 tahun, seorang ustaz dari Indonesia, lulusan Universitas Al Azhar di Kairo. Sebagian besar adalah orang Amerika berkulit hitam. Tetapi, tampak juga beberapa terpidana berkulit putih dan Hispanik. Seorang berkulit hitam yang tampaknya belum bisa melaksanakan sembahyang, hanya duduk di kursi, memperhatikan teman-temannya melakukan ibadah. Dari pintu kapel yang terbuka, tampak berlapis-lapis pagar tinggi dari kawat berduri. Melewati lapisan-lapisan pagar itu, tampak pemandangan laut terbuka yang indah. Seperti Nusakambangan di Indonesia, McNeil Island Corrections Center (MICC) kini adalah satu-satunya penjara di AS yang berada di sebuah pulau dan hanya dapat dicapai dengan kapal atau helikopter. Sebelumnya, di AS ada penjara Alcatraz yang terkenal, di sebuah pulau di depan San Francisco. Tetapi, sekarang Alcatraz tidak lagi difungsikan sebagai penjara, melainkan sebagai tujuan wisata. Bedanya, bila Alcatraz dulu dan Nusakambangan adalah maximum-security prisons, MICC berkategori minimum/medium-security. Delapan Juta Mohamad Joban sudah 11 tahun bekerja sebagai imam (Muslim chaplain) di lingkungan penjara Washington. Sekarang ia melayani empat penjara, dan sekurang-kurangnya berkunjung sekali seminggu ke setiap penjara. Menurut Joban, ia bukan satu-satunya ulama Islam yang dipekerjakan penjara. Kenapa lembaga penjara di negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen memerlukan ulama-ulama Islam? "Ketika saya baru masuk dan menjalani program familiarisasi," kata Joban, "saya diberi tahu bahwa pelajaran agama diperlukan di penjara untuk mengubah perilaku para napi. Statistiknya, 80 persen napi akan kembali lagi ke penjara karena kejahatan kambuhan. Tetapi, bila napi sudah menjadi pemeluk Islam, sangat jarang yang kembali ke penjara. Mereka rupanya telah berhasil mengubah perilakunya. Islam, atau keberagamaan pada umumnya, memang harus mampu meniadakan kecenderungan kriminalitas manusia." Bukan hanya pasca-tahanan, bahkan selama menjalani masa tahanan pun para napi muslim sudah menunjukkan sikap baik. "Mereka tidak terlibat narkoba, tidak melakukan perbuatan kejam yang sering kali terjadi di penjara, dan mulai menunjukkan kepribadian yang santun," lanjut Joban. "Karena itu, lembaga penjara melihat hal itu sebagai kontribusi yang positif." Penjara memang merupakan salah satu kontributor terhadap bertambahnya pemeluk Islam di Amerika Serikat. Menurut Britannica Book of the Year, jumlah muslim di AS sudah mencapai 4.175.000 orang pada tahun 2000. Lebih dari sepertiganya adalah Afrika-Amerika. Selebihnya, kebanyakan (77,6 persen) adalah imigran. Menurut perkiraan lain, jumlah muslim AS sebetulnya sudah diperkirakan mencapai delapan juta jiwa. "Tetapi, karena di AS sini orang tidak harus mencantumkan agama pada kartu penduduk, maka sebetulnya AS tidak punya statistik yang tepat soal agama penduduknya," kata Joban. Ia menambahkan belum lama ini ia membaca berita di The New York Times yang menyebutkan bahwa dalam dua bulan setelah peristiwa 11 September, 25.000 warga AS menjadi Islam. Statistik lain menjukkan bahwa di kalangan Afrika-Amerika saja setiap tahun terjadi penambahan 17.500 pemeluk Islam. Berdasarkan angka pertumbuhan itu, ditambah masuknya imigran beragama Islam, diperkirakan pada 2010 nanti jumlah muslim di AS sudah akan melebihi jumlah penganut agama Yahudi. Bila itu tercapai, Islam akan menjadi agama kedua di AS. Agama Kebebasan Selain menjadi imam di empat penjara di Negara Bagian Washington, Joban juga menjadi imam di mesjid Al Nour, di pinggiran kota Olympia, ibu kota Washington. Umatnya kebanyakan adalah warga Cham, kaum muslim dari Kamboja yang terusir dari negerinya sejak Pol Pot berkuasa. Al Nour hingga saat ini masih menempati sebuah bangunan sementara. Tidak lama lagi, sebuah bangunan mesjid permanen akan berdiri di situ. Di sekelilingnya, warga Cham sengaja membeli tanah dan membangun rumah di sana. Agaknya mereka terinspirasi oleh real estate sakinah (khusus untuk warga muslim) yang sekarang mulai banyak tumbuh di Indonesia. Tetapi, menurut pengakuannya, Joban tidak hanya melayani kaum muslim. Sekarang ini ia justru lebih banyak diundang bicara di gereja-gereja. "Umat Kristen di sini, sejak tragedi 11 September, jadi ingin tahu tentang Islam," kata Joban. Mulanya, tepat setelah 11 September tahun lalu, seorang pastur berkunjung ke mesjidnya untuk menanyakan apakah mesjidnya mendapat ancaman. Kemudian, beberapa warga Kristen secara sukarela melakukan patroli di sekitar mesjid Al Nour untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian Joban diundang untuk bicara di gereja. Rupanya - mungkin karena pembicaraan Joban membukakan mata warga Kristen AS - maka ia pun kewalahan karena harus berbicara di berbagai gereja. Ketika Pembaruan berkunjung ke rumahnya di belakang mesjid Al Nour, seorang warga kulit putih AS datang minta literatur tentang Islam untuk dipelajari. "Ini semua barangkali justru adalah karena 'kesalahan' Amerika," kata Joban setengah bercanda. "Lihat contoh buku Satanic Verses karya Salman Rushdie dulu. Sebelumnya, buku itu tidak terkenal. Tetapi, justru karena Ayatullah Khomeini melarang buku itu, maka buku itu malah jadi laris. Sekarang, publisitas negatif tentang Islam justru membuat orang AS penasaran ingin tahu tentang Islam." Mohamad Joban mengatakan bahwa ada banyak alasan mengapa Islam menjadi agama yang populer di AS kini. "Yang paling utama adalah karena Islam bicara soal kebebasan. Dan AS adalah negara yang paling mendukung kebebasan alias demokrasi. Karena itulah secara alami agama Islam itu cocok bagi Amerika," kata Joban. "Jangan heran bila kami warga muslim justru menganggap AS ini lebih Islami daripada negara-negara asal kami," tambah Joban. "Banyak negara Islam di dunia ini yang justru jauh dari ruh Islam. Lihat saja, banyak negara Islam yang masuk dalam daftar negara terkorup. Banyak pula negara Islam yang pemimpinnya diktator." Tentang tuduhan terorisme yang dilakukan oleh oknum muslim, Joban rupanya punya jawaban standar. "Islam adalah agama yang baik. Tetapi, tidak semua muslim adalah orang yang baik. Kita harus bisa membedakan itu," katanya.* sumber: http://www.suarapembaruan.com/News/2002/09/10/Utama/ut06.htm Yayan tea ==============================================================(C)opyright 1999-2002 UntirtaNet Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, dengan Subject 'Subscribe' atau lansung ke //www.freelists.org/cgi-bin/list?list_id=untirtanet Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org