** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Ini Yohannes Surya mendapat gelar PhDnya dari universitas mana? Apakah Universitas diakui oleh pemerintah US sebagai suatu perguruan tinggi dimana gelar ini dapat diberikan? Menurut informasi yg saya tahu, beberapa college dari aliran christian yg mendidik creatism atau yg sekarang disebut "Intelligent Design" tidak dianggap sebagai college oleh pemerintah dan titulatur yg mereka terima dicollege semacem ini tidak diakui sebagai tanda telah mencapai tingkat pendidikan yg advanced. Apakah Yohannes Surya ini se-aliran dgn pdt Pat Robertson yg dimana masyarakat US merupakan pdt lelucon umat. Ahli2 al kitab keluaran college semacem ini malah memalukan dunia science dan boleh dianggap sebagai pseudoscience atau ilmu pengetahuan picisan. Andreas indoshepherd <indoshepherd@xxxxxxxxx> wrote: Bersama ini saya lampirkan jawaban dan/atau komentar saya atas sambutan Dr. Yohanes Surya yang telah di forward-kan per japri kepada saya. Agar bisa dibaca oleh sebanyak mungkin pembaca, saya muat tulisan ini dalam berbagai milis diskusi bebas di Internet. Lebih bagus lagi jika bisa dimuat di-koran2 Indonesia, asalkan saya tetap dibawah kondisi anonym. Memenuhi permintaan Dr. Yohannes Surya dibagian akhir dari e-mailnya kepada sdr. Nugoroho, saya kirimkan tulisan ini untuk dimuat diforum tebuka (1) vincentliong <http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/>; (2) agama_sains_moralitas <http://groups.yahoo.com/group/agama_sains_moralitas/>; (3) tionghoa-net <http://groups.yahoo.com/group/tionghoa-net/>; (4) ppindia <http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/>; (5) interdisplin <http://groups.yahoo.com/group/interdisiplin/> ; (6) debat-alkitab <http://groups.yahoo.com/group/apakabar/>. (7) evolusi <http://groups.yahoo.com/group/evolusi/> (8) apakabar <http://groups.yahoo.com/group/apakabar/> (9) fisika-indonesia <http://groups.yahoo.com/group/fisika- indonesia/> Beberapa dari antara forum2 debat ini (#7-#9) adalah forum yang tertutup, artinya hanya bisa di-akses oleh anggauta. Jadi, sekiranya Dr. Surya bermaksud membaca dan meyambuti secara langsung diforum tersebut, ia harus lebih dulu mendaftarkan diri menjadi anggauta. Salam, Indoshepherd --- Yohanes Surya <yohaness@xxxxxxxxxxxxxx> wrote: > Dalam bebarapa bulan ini seorang yang mengaku bernama Indoshepperd terus menerus mempostingkan berita yang mengarah > provokasi. > > Berikut ini adalah tanggapan saya atas berbagai tuduhan dari sang Indoshepperd yang sayang sekali tidak mau menunjukkan jati dirinya. > > Salam > > Yohanes > > (silahkan disebarluaskan) > > > > 1. Tentang LSPI > > LSPI adalah lembaga science penciptaan Indonesia. > Lembaga ini didirikan sekitar tahun 1994/1995. Waktu itu saya baru pulang dari USA. Saya dikenalkan oleh seorang teman dengan Victor Liauw > yang berinisiatif membentuk LSPI. Mereka mempunyai visi untuk membendung arus evolusi. Saya setuju untuk bergabung. Saya pribadi percaya bahwa > dunia ini ada karena diciptakan bukan karena evolusi. Saya percaya evolusi mikro bisa terjadi, tetapi untuk evolusi makro (manusia berasal dari > monyet) saya tidak setuju. > > Singkat cerita mereka menaruh nama saya sebagai salah satu founder. Dalam beberapa bulan saya banyak dapat artikel dari LSPI, > namun setelah itu saya tidak aktif dalam kegiatan ini karena ada beberapa konsep mereka yang tidak cocok dengan pandangan saya (saya anggap terlalu > radikal) seperti tentang penciptaan jagad raya dalam 7 hari (literal). Saya percaya jagad raya diciptakan oleh Tuhan tetapi caranya mungkin tidak > seperti yang diinterpretasikan oleh orang-orang dari lembaga creation. > > Saya sudah lama minta nama saya di "remove" dari LSPI. > Komentar Indoshepherd: ### Sebagai *scientist* sepatutnya Dr. Yohanes Surya mengerti apa itu SCIENCE, dan sebagai pendiri + aktivis dari LSPI semestinya Dr. Yohannes Surya juga mengerti bahwa kisah penciptaan alam semesta + manusia yang diyakini oleh Lembaga SCIENCE Penciptaan Indonesia itu SAMA SEKALI BUKAN SCIENCE. Jika sekiranya Dr. Yohanes Surya mengira bahwa dongeng penciptaan seperti itu adalah sama2 SCIENCE seperti yang pernah dipelajarinya selama pendidikannya untuk mendapatkan gelar doktornya, maka artinya Dr. Yohanes Surya tidak mengerti science itu apa. Dengan demikian juga ia tidak mengerti ilmu yang dipelajarinya, atau dengan perkataan lain gelar doktornya itu sia2 belaka dan tidak sepatutnya diberikan kepadanya. Ini adalah INTI dari perdebatan yang saya buka disini. ### Aneh sekali, sebagai orang yang mengaku ilmuwan Dr. Yohanes Surya telah berani menyatakan didepan umum tidak percaya evolusi tanpa mengetahui atau terlebih dulu menyelidiki baik2 apa yang dibantahnya, yaitu teori evolusi (tak peduli mikro atau makro), yang difitnahnya sebagai teori "manusia berasal dari monyet". TIDAK PERNAH ada ilmuwan siapapun yang mengatakan demikian! Teori evolusi Darwin, dan Darwin sendiri pun TIDAK PERNAH mengatakan demikian ! Paling banter orang bisa bilang, manusia dan monyet adalah saudara sepupu. Jadi jelas Dr. Yohanes Surya hanya meng-ada2 dan me-reka2 sendiri, atau dengan perkataan lain, dengan sengaja memfitnah, suatu perbuatan yang sangat menjijikkan buat seorang yang mengaku ilmuwan, pengajar dan bahkan *Profesor*! Kemungkinan lainnya, Dr. Surya benar2 salah mengerti teori evolusi, jadi ia tidak mengerti apa yang dibantah olehnya. Kemungkinan kedua ini bahkan sangat memalukan buat seorang yang mengaku ilmuwan, malahan otomatis men- diskualifikasi dirinya sendiri sebagai ilmuwan, sebab artinya berani bicara ?atau bahkan menilai/men-judge- sesuatu yang tidak dimengerti olehnya, alias "he does not know what he is talking about". Yang terakhir ini adalah benar2 TABOO buat seorang ilmuwan. Mana bisa orang yang berani menilai/menghakimi tanpa mengerti apa yang dinilai/dihakimi olehnya? Mana boleh orang demikian dikasi jabatan Profesor yang berhak menilai/menghakimi prestasi mahasiswa ? ### Mengembalikan kata2 Dr. Yohanes Surya kepada dirinya sendiri, "Saya pikir Yohanes Surya perlu mendalami dulu apa itu teori evolusi sebelum men"judge" (menghakimi) yang bukan-bukan". Teori evolusi ini dengan sendirinya mencakup carbon dating dan metoda2 radiometri lainnya untuk menetapkan umur fosil, yaitu metoda2 ilmiah yang terutama paling ditentang dan diserang oleh para Kreasionis. Mereka mempersalahkan teori evolusi karena tidak mengerti prinsip fisika dari teknik carbon-dating dan radiometri. Kita lihat saja nanti, apakah Dr. Yohanes Surya mengerti teknik2 pengukuran carbon-dating dan radiometri tersebut. ### Jika benar Dr. Yohanes Surya merasa tidak cocok pandangan dengan LSPI, kenapa ia tidak lekas2 menyatakan KELUAR dari organisasi tersebut, dan mengumumkan tindakannya itu kepada khalayak ramai? Sebab dampaknya luas sekali bagi dunia ilmu dan pendidikan di Indonesia maupun Internasional, apalagi sebagai aktivis Olympiade Fisika, dibawah asumsi bahwa Olympiade Fisika ini diorganisir oleh ilmuwan yang benar2, bukannya gadungan, seperti misalnya para *ilmuwan* kreasionis. Tetapi jika posisinya sebagai Profesor maupun aktivitas Olympiade Fisikanya ternyata juga di-organisir dan dibeayai oleh kaum kreasionis internasional, maka jelas Dr. Yohanes Surya memang tidak ingin dan tidak bisa keluar. Saya disini hanya melihat bukti faktanya, bahwa NAMA *Dr. Yohanes Surya* (masih) tecantum dalam daftar anggauta/pendiri dari LSPI, dan tidak "removed" seperti yang diakuinya. Selama namanya (masih) berkaitan dengan organsisasi kreasionis, baik nasional maupun internasional, selama itu pula dunia ilmu internasional akan menganggap Dr. Yohannes Surya adalah seorang Kreasionis, satu golongan dengan Dr. Gisch dan alm. Dr. Morris. Ataukah Dr. Yohanes Surya memang benar2 bermaksud secara diam2 mendidik *ilmuwan2* Indonesia (kata2 yg saya taruh diantara tanda *--* artinya gadungan), yang di Amerika tidak mampu tumbuh sampai hari ini, sedangkan di Eropa (tempat lahirnya SCIENCE) sama sekali tidak eksis (non-existent)? > > > 2. Tentang tuduhan fundamentalis > > Orang menuduh bisa-bisa saja. Namun yang penting adalah faktanya. Filosofi saya dalam hidup adalah menghargai perbedaan dan sama-sama membangun bangsa > agar kita tidak menjadi bangsa yang terus menerus dihina orang. Disamping mengembangkan pendidikan melalui training guru-guru diberbagai propinsi, saya juga > sedang aktif dengan teman-teman muslim membangun 4 sekolah unggulan di Aceh melalui Yayasan Sukma (Metro TV dan Media Indonesia), membantu MDC > (Madrasah Development Center) yang dikelola oleh Pak Syihab di Banten, dan membantu pembangunan beberapa pesantren di Banten serta memberikan pelatihan-pelatihan > untuk para guru pesatren di Banten. Sekarang dengan beberapa teman muslim sedang membantu departemen Agama dalam meneliti/menulis buku- buku sains untuk > sekolah-sekolah Islam. > > Komentar Indoshepherd: ### Komentar Dr. Yohanes Surya ini rancu, kacau-balau, sebab mengidentifikasikan fundamentalisme dengan agama Islam, dan menyebut2 aktivitas yang sama sekali tidak ada sangkutannya dengan isu fundamentalisme yang dikemukakan olehnya sendiri. Fundamentalisme tidak harus berkaitan dengan Islam, sebab banyak aliran2 Kristen pun juga fundamentalis. Sebaliknya, banyak aliran2 Islam yang TIDAK fundamentalis, misalnya Jaringan Islam Liberal. Fundamentalis atau bukan, hal itu samasekali tidak ditentukan apakah orang beragama islam atau bukan, melainkan ditetapkan dari apakah orang percaya pada kitab suci agama yang dianutnya (tidak perduli al Quran ataupun Injil) secara LITERALIS seperti yang ditulis dalam kitab itu, ataukah ia menafsirkannya sebagai METAFORA (arti kiasan). Sebagian besar sekali aliran Kristen baru di Indonesia dewasa ini adalah fundamentalis. Juga Gereja Reform Injili-nya Stephen Tong adalah fundamentalis, sebab aliran Calvinist yang dianut oleh gereja tsb. adalah pecahan dari mainstream Presbyterian yang memang resmi terkenal sebagai aliran fundamentalis. Hal ini juga terbukti pada milis Gereja Reform Injili "Metamorph" <http://groups.yahoo.com/group/METAMORPHE> yang sempat mem-BAN saya dari forum diskusi, gara2 saya menafsirkan kisah Pengusiran Adam & Eva dari Taman Eden sebagai METAFORA, bukan seperti yang ditulis secara literalis dalam kitab Injil. Padahal saya yakin bahwa para teolog dari gereja2 Kristen & Katolik mainstream akan sependapat dengan saya, seperti yang ternyata dari pengalaman saya pribadi melalui berbagai diskusi teologi dengan mereka. Maka dari itu, jika dalam hal ini Dr. Yohannes Surya TIDAK SEPENDAPAT dengan saya, maka DUGAAN keras saya selama ini bahwa Dr. Yohanes Surya adalah fundamentalis (bisa disimpulkan dari fakta bahwa dia telah menyatakan diri didepan umum sebagai seorang Kreasionis) akan serta- merta berubah menjadi JUDGMENT. ### Adalah sungguh sangat mengherankan bahwa Dr. Yohanes Surya mencoba menyederhanakan gejala fundamentalisme ini dengan mengkaitkan fundamentalisme dengan agama Islam. Disini tidak jelas, apakah maksudnya hanya untuk berkelit/mengelak dari tuduhan asosiasi dengan fundamentalisme, ataukah benar2 ia tidak memahami apa artinya fundamentalisme dalam agama. Jika tujuannya untuk berkelit, maka apapun alasan, tujuan maupun latar-belakangnya, TUJUAN itu TIDAK PATUT menghalalkan CARA. Sedangkan jika Dr. Yohanes Surya benar2 tidak tahu apa definisi fundamentalisme agama, hal itu sekali lagi mendiskualifikasi dirinya sebagai ilmuwan. > > > 3. Tentang Ekonofisika > > Menurut saya ilmuwan bebas bersikap. Kalau ada yang tidak setuju dengan ekonofisika sah-sah saja. Itu hak mereka. Mereka sama sekali tidak tahu ekonofisika itu apa. > Kalau para ilmuwan ekonofisika (ilmu indisipliner) [sic!] dianggap pseudo scientist apakah kita akan menganggap H.E Stanley fisikawan terkenal (pendiri ekonofisika) > seperti itu? Bagaimana dengan Gellmann dan Santa Fe Institute? Bagaimana dengan game theory (sekarang sedang dikembangkan quantum game theory) yang > memenangkan hadiah nobel ekonomi? > > Melalui ekonofisika, kami sudah banyak melakukan penelitian. Hasilnya sudah dimanfaatkan oleh Bursa Efek Jakarta, Koran Investor (lihat kolom tiap hari selasa), dan > juga beberapa instansi lainnya. Saya pikir Indoshepperd perlu mendalami dulu apa itu ekonofisika sebelum men"judge" yang bukan- bukan. > > Komentar Indoshepherd: ### Yang sungguh lucu disini adalah bahwa Dr. Yohannes Surya belum2 sudah berani menganggap dirinya sekaliber dengan HE Stanley. Itu adalah anggapan yang sangat jauh berlebihan, sebab menurut penilaian saya, Dr. Yohanes Surya sama sekali belum terbukti bisa disebut scientist, malahan patut dinilai sebagai pseudoscientist, seperti yang akan saya uraikan dibawah ini. ### Menurut National Academy of Sciences Amerika (badan resmi pengemban autoritas tertinggi dalam IPTEK) maupun American Physical Society (perkumpulan seluruh fisikawan Amerika), definisi Science adalah "A SEARCH FOR NATURAL EXPLANATIONS OF OBSERVABLE PHENOMENA." (baca ref. [1]). Kata *observable* (tepatnya *empirically observable*), artinya bisa diamati oleh pancaindera, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui alat2 deteksi. Definisi ini berdiri diatas landasan filsafat Positivisme Logis (Ernst Mach, Niels Bohr, Einstein, Heisenberg, Bertrand Russell, i.e., scientists yang tergabung dalam Vienna Circle). Observasi empiris ini berada DILUAR KEMAUAN PRIBADI sang pengamat (observer), artinya tidak tunduk pada minat/kepentingan/interest-nya. Jadi, per definisi adalah OBJEKTIF, yaitu SAMA bagi setiap manusia. Eksistensi dunia luar yang lepas dari kemauan kita sebagai pengamat ini menemukan landasan filsafatnya dalam metafisika dari Immanuel Kant, dengan argumennya yang termashur tentang *benda sebagaimana adanya* (das Ding an Sich). Kebenarannya tidak berubah dibawah perkembangan yang mutakhir dalam ilmu fisika (tepatnya interpretasi Copenhagen dari quantum mechanic (QM) dan fenomena Quantum Entanglement) maupun filsafat (tepatnya prinsip Antropika Parsipatoris, i.e., the Parcipatory Anthropic Principle). Sedangkan perkataan "Explanation" secara implicit mencakup LOGIKA sebagai satu2nya produk akal manusia yang OBJEKTIF, yaitu SAMA bagi setiap manusia. Gabungan dari kedua unsur ini, logika dan observasi empiris, yang sama2 objektif, adalah sama bagi setiap manusia, dan dengan demikian menjamin OBJEKTIVITAS science yang UNIVERSAL. Dengan definisi ini, maka para scientists umumnya selalu sepakat satu sama lain: Jika suatu teori (explanation) tidak sesuai dengan logika, ya teori itu tidak memenuhi criteria, jadi per definisi teori itu SALAH. Juga jika landasan (titik-tolak) maupun hasil produknya tidak sesuai dengan KENYATAAN, yaitu observasi empiris, maka teori atau explanation itu JUGA SALAH dan oleh karena itu tidak bisa diterima sebagai SCIENCE. Justru berkat kebenarannya yang objektif secara universal (artinya: sama bagi setiap manusia, dan tidak terpengaruh oleh interest pribadi) maka para scientist pada umumnya selalu seragam dalam penilaian/judgment, kecuali jika sampai menyangkut soal filsafat, seperti misalnya tentang pengukuran dalam QM (interpretasi Copenhagen). Jika ada ketidak-seragaman, biasanya karena ada pseudoscientist yang mengacau dan ikut campur. Titik-tolak yang supernatural, seperti misalnya teori kreasionisme, tidak memenuhi criteria OBSERVASI EMPIRIS, jadi tidak bisa diterima sebagai science. Juga keterangan para kreasionis tentang penciptaan alam semesta, bumi, kehidupan dan manusia, sama sekali bertentangan dengan LOGIKA. Jadi, baik metoda maupun subject matternya, teori kreasionisme ini adalah teori yang SALAH KAPRAH per definisi, hingga tidak mungkin diterima sebagai science oleh siapapun yang sungguh2 mengerti apa itu science. ### Definisi SCIENCE yang sama juga dianut oleh SEMUA institusi2 ILMIAH diAmerika (dan Eropa), misalnya NOAA (ref.[2]). Dibawah definisi ini maka Computer Science itu BUKAN science (ref.[3a,b]), bahkan Matematika pun BUKAN science, sekalipun kedua disiplin ilmu itu bisa berguna. Demikian pula Ekonomi dan Teknologi Informasi itu juga BUKAN science, sekalipun kedua displin itu menggunakan matematika sebagai alat/tool, dan juga bisa berguna. Ekonofisika jelas BUKAN Science, sekalipun menggunakan rumus2 dan meniru2 metode ilmu fisika. Sama halnya dengan Quantum Game Theory : Sekalipun menggunakan sebagian kecil sekali dari metoda QM (tapi bukannya QM per se), Quantum Game Theory sama sekali BUKAN bagian dari quantum theory, sebab subject matternya, yaitu *game*, TIDAK memenuhi criteria wave-particle duality, yakni criteria utama yang membuat QM berkaitan erat dengan realitas, yaitu subject matternya harus bisa di-observasi secara empiris. Ini sama sekali tidak berarti bahwa ilmu2 NON-science itu tidak ada gunanya. Ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu sejarah, ilmu matematika, ilmu computer science, IT, dan lain sebagainya, semua bisa *berguna* ; tetapi mereka BUKAN tergolong science. Kecuali matematika yang didasarkan atas logika yang objektif secara universal (sama bagi setiap manusia) maka ilmu2 non- science lainnya (termasuk apa yang namanya Fuzzy Logic) umumnya tidak memiliki objektivitas yang universal, melainkan sepihak, berkaitan erat dengan kepentingan pribadi (personal interest). Artinya hanya *berguna*, *benar* dan/atau *baik* untuk sebagian manusia, tetapi bisa jadi merugikan golongan manusia yang lain, hingga bisa jadi dan secara sah boleh ditolak oleh pihak yang merasa dirugikan. ### Subject matter Ekono-fisika sama sekali berada diluar domain dari *observasi empiris*, sebab *ekonomi* adalah KONSEP yang abstrak yang tidak bisa dipersepsi oleh pancaindera, sekalipun dibantu dengan alat2 deteksi, melainkan se-mata2 hasil konstruksi oleh otak manusia. Dipihak lain subject matter *Teori Kompleksitas*nya Gell- Mann (lihat misalnya <http://www.santafe.edu/sfi/People/mgm/complexity.html> ) kadang2 -- atau sebagian kecil-- masih berupa *observasi empiris*, sekalipun sebagian besar terdiri dari KONSEP2 matematis yang abstrak yang BUKAN persepsi pancaindera. Dalam hubungan ini, pakar Ekono-fisika HE Stanley sendiri sudah terbukti kesanggupannya dalam science dengan karya2nya dalam PEER-REVIEWED journals, lebih2 lagi Murray Gell-Mann yang pernah memenangkan hadiah Nobel. Jadi tidak perlu diragukan lagi, kedua orang ini betul2 memiliki kesanggupan (skill) dalam ilmu fisika. Sekalipun barangkali ilmu yang ditekuninya tidak termasuk science, tetapi metodanya tetap masih bisa dipertanggung- jawabkan, hingga TIDAK TERPEROSOK masuk kedalam wilayah PSEUDOSCIENCE. Kecuali itu, berkat kesanggupan HE Stanley dan M. Gell-Mann, bidang2 yang mereka tekuni itu barangkali masih bisa menghasilkan sesuatu yang berguna. Perihal AMAT PENTING-nya peer- reviewed journal sebagai BUKTI kemampuan seorang ilmuwan, akan saya bahas sehubungan dengan referensi [4,5,6], ### Sebaliknya, seorang yang masih INGUSAN, yaitu per definisi BELUM PERNAH MEMBUKTIKAN KESANGGUPANNYA dengan karya2 yang dimuat dimajalah yang peer-reviewed, boleh dipastikan cuma LATAH ME-NIRU2 para pakar, tetapi tidak (sanggup) menghasilkan apa2 yang berguna. Maka dari itu, jika Dr. Yohanes Surya tidak ingin digolongkan dalam kategori INGUSAN yang LATAH yang tidak sanggup menghasilkan apa2 yang berguna, harap BUKTIKAN kesanggupannya dengan mengumumkan dalam polemik ini karyanya yang dimuat dimajalah yang peer-reviewed, yaitu judulnya, nama majalahnya, lengkap dengan nomor dan tanggal/bulan/tahun terbitnya. Harap DIPERHATIKAN, majalah yang tidak peer-reviewed TIDAK MASUK HITUNGAN sebab karya yang tidak dimuat dalam peer-reviewed journal nilainya adalah NIHIL alias WORTH NOTHING (referensi [4]) yang saya kutip secara singkat disini: **The importance of peer review for scientific careers is enormous: a publication which does not appear in a journal whose contributions are subjected to peer review, is usually considered "WORTH NOTHING'' in terms of career planning; and without peer review there is no certified progress in science; at least this is what is emphasized over and over again. Therefore, it is mandatory for novices as well as for established researchers requesting positions, status, influence and resources, to expose themselves to this evaluation process.** Kata NOVICE diatas saya terjemahkan disini dengan kata INGUSAN. Dalam hubungan ini posisi post-doc pun masih saya anggap INGUSAN,. selama sang post-doc belum bisa menghasilkan karya yang bernilai buat dimuat di peer-reviewed journals. ### Jadi, jika Dr. Yohannes Surya tidak sanggup membuktikan karyanya yang dimuat dimajalah yg peer-reviewed, maka terpaksa saya me-NILAI / JUDGE segala karyanya dalam Ekono-Fisika, Game Theory, dan segala macam tetek-bengek lainnya, sebagai NONSENSE yang TIDAK BERHARGA dan tidak ada manfaatnya. Penilaian/judgment ini ditarik/disimpulkan atas dasar kaidah science internasional (ref. [4,5,6], terutama ref.[4]). ### Fakta bahwa karya2 Dr. Yohanes Surya dimuat di Bursa Efek Jakarta, Koran Investor dan lain2, itu samasekali tidak berhasil membikin impresi apa2, sebab ekonomi Indonesia adalah hasil KKN dan pinjaman hutang luar negeri, jadi tidak ada bukti apapun bahwa ekonomi Indonesia berhasil. Satu2nya yang berhasil adalah *ilmu* KKN-nya. Lebih celaka lagi, ekonomi Indonesia terbukti adalah satu2nya yang TIDAK MAMPU bangkit kembali sesudah Krismon 1998, sekalipun bumi Indonesia justru yang paling kaya; hal mana sekaligus artinya ekonomi Indonesia semakin terpuruk dalam hutang LN yang tidak terbayar untuk beberapa generasi (tetapi secara licik pembayarannya ditimpakan kepada rakyat jelata yang tidak ikut membuat hutang). Koran2 Indonesia sama sekali tidak bisa dipercaya, sebab isinya cuma MEMBUAL setinggi langit, seperti dulu dalam kasus BJ Habibie. Maka itu, Koran2 Indonesia saya DISKUALIFIKASI sebagai standard, apalagi standard ILMIAH. > > 4. Tentang Nanoteknologi > > Banyak orang tidak tahu pentingnya nanoteknologi. Padahal keyakinan saya masa depan ditentukan oleh nanoteknologi. Saya telah membaca banyak buku nanoteknologi > dan saya merasa Indonesia harus aktif dalam bidang ini. Saya sekarang aktif di Asia Nano Forum dengan Dr. Syahril, saya juga banyak kerjasama dengan lembaga-lembaga > internasional lainnya dalam bidang nanoteknologi. Satu tujuan saya adalah bagaimana nanoteknologi ini dimanfaatkan di Indonesia. Fokus di nano center yang saya pimpin > sekarang, MRCNB adalah nano-medicine (pengobatan kanker dengan nanoteknologi). Kami sudah mengirim 6 peneliti ke Shanghai untuk belajar tentang kanker. > > Disamping di MRCNB saya juga coba membantu industri-industri untuk mengembangkan diri kearah nanoteknologi. Beberapa pabrik plastic, pupuk dan beberapa instansi > saat ini sedang menjajaki untuk terjun kearah ini. Sangat menjanjikan. > > > 5. Tentang Pseudoscientist > > (a) Orang menuduh saya pseudoscientist karena mengembangkan olimpiade Fisika, ekonofisika dan nanoteknologi, aneh sekali. > Olimpiade Fisika adalah suatu pertandingan Fisika antar pelajar terbaik SMA, saya tidak mengerti kalau sy dibilang pseudoscientist karena mengembangkan ini. > > (b) Nanoteknologi bukan pseudoscience. Produknya sudah banyak tersebar dan banyak orang menikmatinya. Perkembangannya begitu hebat. Kalau kamu lihat > Feynman sendiri dapat dikatakan sebagai bapak Nanoteknologi. Dan banyak ilmuwan bagus yang mengembangkan nanoteknologi. Yang menuduh ini adalah orang yang nggak ngerti apa-apa tentang nanoteknologi. Komentar Indoshepherd: (a) PSEUDOSCIENTIST ### Tuduhan Pseudoscientist kepada Yohanes Surya lahirnya sama sekali BUKAN dari aktivitas Olympiade Fisika, melainkan dari FAKTA bahwa ia adalah seorang Kreasionis, bahkan mengumumkan diri sebagai pendiri dari organisasi Kreasionis Indonesia, LSPI, yang merupakan bagian dari organisasi Kreasionis internasional (a.l. Korea dan USA). Di Amerika (lebih2 Eropa) kaum Kreasionis terkucil SERATUS PERSEN dari dunia science & technology. Karya2 kaum Kreasionis TIDAK PERNAH BARANG SATUPUN bisa masuk/dimuat dalam PEER-REVIEWED journals, hal mana mendorong mereka akhirnya membuat badan publikasi sendiri, bahkan membangun universitasnya sendiri. Sesungguhnya semua ini adalah sah menurut hukum, dan tidak akan menimbulkan persoalan, sekiranya kaum Kreasionis TIDAK MEMBUAT CLAIM, BAHWA TEORI KREASIONISME ADALAH SCIENCE yang berbeda dan berlawananan dengan teori evolusi, padahal teori evolusi ini telah terbukti diakui oleh SELURUH displin ilmu pengetahuan, dari fisika melalui geologi dan arkeologi sampai dengan biologi, sedangkan teori Kreasionisme SAMA SEKALI tidak memenuhi kriteria sebagai science, malahan juga bertentangan dengan SETIAP DISIPLIN science. Gara2 klaim palsu itu maka Kreasionisme dinilai sebagai PSEUDOSCIENCE, dan para Kreasionis seperti Dr. Gisch, Dr. Morris dan Dr. Yohanes Surya serta merta mendapatkan stempelnya sebagai PSEUDOSCIENTIST. Karena Kreasionisme itu terbukti bertentangan dengan hukum2 alam, dan dengan demikian bertentangan dengan SETIAP DISPLIN science & technology, maka adalah SANGAT DIRAGUKAN bahwa seorang Kreasionis yang kebetulan memiliki gelar sebagai scientist benar2 MENGERTI dan MEMAHAMI science yang konon dipelajarinya. Kemungkinan besar dia TIDAK MENGERTI atau SALAH MENGERTI, hal mana telah membuat karya2nya tidak pernah bisa lolos PEER-REVIEW hingga bisa dimuat dimajalah2 ilmiah. Apakah Dr. Yohanes Suirya mengerti atau tidak ilmu yang dipelajarinya, ini akan terbukti dalam PERDEBATAN TERBUKA. Oleh karena itu, jika Dr. Yohannes Surya membantah JUDGMENT demikian, ia harus bersedia membuktikannya melalui perdebatan TERBUKA. ### PSEUDOSCIENCE adalah: suatu disiplin yang pura2 (*pretends* [7a,b]) menggunakan metoda2 SCIENCE, tetapi TIDAK TERMASUK SCIENCE, sebab baik LANDASAN maupun HASIL PRODUKnya TIDAK bisa di-observasi secara empiris (baca uraian diatas, sehubungan dengan ref.[1,2]). Oleh karena itu pseudoscience tidak mungkin bisa menjadi landasan buat TEKNOLOGI dan ENGINEERING, jadi juga tidak mungkin bisa menghasilkan apa2 yang berguna secara OBJEKTIF buat umat manusia, sebab syarat mutlaknya adalah: Subject matternya, yaitu landasan maupun hasil produknya, secara objektif harus REAL, yaitu bisa dipersepsi oleh PANCAINDERA. Paling banter, Kreasionisme cuma bisa membikin claim bahwa ajarannya MEMUASKAN para pengikutnya, seperti juga halnya dengan ajaran agama dan meditasi transendental. Pemuasan pribadi demikian itu se-mata2 SUBJEKTIF, sebab hanya para pengikutnya saja yang puas, tetapi orang lain samasekali tidak bisa ikut merasakannya, bahkan seringkali ANNOYED, seperti khalayak ramai dibilin muak oleh aktivitas para Kreasionis di Amerika yang melanggar domain science dengan memaksakan ajarannya diajarkan disekolah2 menengah, bahkan menuntut agar supaya teori evolusi dilarang secara hukum. Yang terakhir ini jelas MERUGIKAN masyarakat, sebab akibatnya anak2 sekolah dididik untuk KELIRU MENGERTI SCIENCE. Secara ekstrimnya, kepuasan yang sepihak (subjektif) seperti ini tidak berbeda dari ideologi agama2 fundamentalis, yang jelas2 merugikan SEMUA PIHAK, dan cuma membikin puas para pengikutnya sendiri, itupun hanya secara subjektif (misalnya, dalam kenyataan mereka masih tetap hidup miskin). Jadi kesimpulannya, Kreasionisme dan PSEUDOSCIENCE, jika ditelusuri dan didalami sampai ke-akar2nya, ternyata termasuk SATU GOLONGAN dengan para TERORIS, yang memuaskan diri sendiri dengan cara merugikan (bahkan membunuh) orang lain! ### Bahwa Kreasionisme itu adalah PSEUDOSCIENCE jelas bisa diturunkan dari definisi diatas, juga bisa diungkapkan dalam bentuk Question-Answer ala Taman-Kanak-Kanak: QUESTION: Apa itu, yang tampaknya seperti science, kedengarannya seperti science, lagaknya kayak science, dan juga mengaku diri- sendiri (membual) sebagai science, tetapi BUKAN SCIENCE ??? ANSWER: PSEUDOSCIENCE ! Soal bahwa Pseudoscientist berlagak se-olah2 mengerti dan mengatas- namakan SCIENCE, bisa disimpulkan dari kata LSPI sebagai *Lembaga SCIENCE Penciptaan.* Judgment yang sama juga baru2 ini diumumkan secara resmi oleh Vatican melalui Chief Astronomernya, Rev. George Coyne : "Intelligent design isn't science even though it PRETENDS to be." (Ref.[7a,b]). Istilah *berlagak* atau *pretend* ini dalam bahasa Indonesia kasar sama artinya dengan LATAH BERCELOTEH atau MENGOCEH, cuma me-niru2 doang seperti monyet. ### Maka dari itu, jika Dr. Yohanes Surya tidak ingin ikut mendapat stempel PSEUDOSCIENTIST, ia WAJIB menyatakan diri LEPAS dari kaitan apapun dengan kedua orang tsb. (Dr. Gisch dan Dr. Morris), jadi ia juga wajib menyatakan diri secara resmi lepas dari LSPI dan organisasi2 kreasionis lainnya, termasuk kaitan keuangan. Tentang 4(b) NANOTEKNOLOGI ### Emangnya siapa yang bilang nanoteknologi itu pseudoscience? Yang sungguh aneh adalah bahwa dalam tulisan saya jelas saya sebutkan bahwa saya pribadi memiliki latar belakang yang CUKUP KUAT dalam bidang Nanoteknologi, hingga salah-sangka Dr. Yohannes Surya kiranya sudah menjurus kearah ke-FITNAH (putting your words in my mouth). Sekalipun Nonoteknologi per definisi BUKAN science, melainkan Teknologi, (atau Engineering), tetapi landasannya 100% science. Secara singkat definisi nanoteknologi adalah ** the purposeful engineering of matter at scale of less than 100 nanometers to achieve size-dependent properties and functions.** Aplikasinya sangat luas dan beraneka ragam, mulai dari kedokteran (medicine), biologi, sampai kepada semiconductor device & manufacturing (nanomedicine, termasuk aplikasi dari buckminsterfullerene, irreducibly complex molecular machines, molecular computers, quantum dots, nano-chips, atomic force microscopy, dsbnya). ### Saya cuplik dari ref.[8] <http://www2.mdanderson.org/depts/oncolog/pdfs-issues/03/oncolog7-8- 03.pdf> : *** Dr. Michael G. Rosenblum, a professor in the Department of Bioimmunotherapy, holds a model of a buckminsterfullerene molecule, or buckyball. Dr. Rosenblum and his colleagues are studying the use of buckyballs, nanoparticles composed of 60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, to deliver chemotherapeutic drugs to cancer cells. *** Dr. Rosenblum is studying another type of chemotherapeutic drug delivery system by applying nanotechnology's most famous discovery, buckminsterfullerene, or the buckyball. A nanoparticle composed of 60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, the buckyball earned its discoverers, Sir Harold W. Kroto, Ph.D., of the University of Sussex, UK, and Robert F. Curl, Jr., Ph.D., and Richard E. Smalley, Ph.D., both of Rice University, the 1996 Nobel Prize in Chemistry. ### Kebetulan sekali saya sendiri punya beberapa karya dalam aplikasi maupun teori dari buckminsterfullerene, hingga saya berhak membuat claim bahwa saya mengerti apa itu Nanoteknologi (jika ada yang meragukannya, mari kita berdiskusi secara terbuka). Dari sini saya BERHAK menilai bahwa Nanoteknologi-nya Mochtar Riady (Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-I [9a]) dan Roy Sembel (Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-II [9b]) adalah se-mata2 PSEUDOSCIENCE yang LATAH dan MEMBUAL setinggi langit. ### Mem-bawa2 nama Feynman yang kontribusinya hanya TEORETIS belaka (bukannya Feynman, melainkan penemuan carbon-60 yang telah mencetuskan Nanoteknologi secara praktis) adalah TIPIKAL bagi para PSEUDOSCIENTIST untuk menggertak lawan dan/atau membela diri dalam debat, sebab mereka sendiri tidak punya karya maupun kredibilitas ilmiah dalam bidang nanoteknologi itu sendiri, jadi cuma mau menang debat-kusir belaka. Jelas bahwa gertak-sambal macam demikian itu tidak mempan terhadap saya. Notabene, saat ini salah satu lawan debat saya yang *dead-serious* yg langsung menyangkut science vs pseudoscience antara lain adalah grup dari seorang Profesor dari Oxford University, i.e., institusi yang sama seperti CF Lee & NF Johnson dengan Quantum Game Theorynya. Akan tetapi, berbeda halnya dengan Dr. Yohannes Surya yang (saya duga) tidak punya karya satupun dalam peer-reviewed journal (jadi artinya masih termasuk ingusan), interaksi saya dengan grup si Profesor Oxford itu justru seputar keilmiahan publikasi2 dari grup tersebut yang SUDAH DIMUAT dalam peer-reviewed journals (tepatnya, apakah teori dan hasil2 eksperimen mereka bisa diterima oleh, dan dilaksanakan dalam, dunia IPTEK) dimana saya mendapat wewenang RESMI untuk MENGHAKIMI atas nama pemerintah Amerika (sudah tentu mereka saya beri hak demokratis untuk membantah). Dalam perbandingan, jelas interaksi saya disini dengan Dr. Yohannes Surya dan LSPI-nya bisa digolongkan sebagai *peanuts* belaka. ### Kata2 Dr. Yohanes Surya, «Yang menuduh ini adalah orang yang nggak ngerti apa-apa tentang nanoteknologi» jelas adalah PRASANGKA (prejudice) yang keluar dari seorang yang NON-SCIENTIST, melainkan kemungkinan besar seorang PSEUDOSCIENTIST, sebab hanya seorang PSEUOSCIENTIST yang berani berprasangka dan menuduh demikian, tanpa mengetahui lebih dulu hal ihwal maupun kesanggupan dari orang yang dituduhnya. Umumnya seorang scientist selalu akan sangat hati2, atau malah ber-asumsi, bahwa jika orang berani melancarkan kritik, sudah barang tentu ia mengerti betul apa yang dikritiknya. Hanya orang yang sendirinya tidak tahu apa2 sajalah yang akan buru2 menuduh bahwa sebuah kritik datangnya dari orang *yang nggak ngerti apa-apa tentang* apa yang dikritiknya (tentu oleh sebab ia takut rahasianya terbongkar). Darimana Dr. Yohanes Surya bolehnya menilai/mengetahui bahwa saya «nggak ngerti apa-apa tentang nanoteknologi » ?? Apa itu bukan prasangka namanya ? Padahal kenyataannya BELUM TENTU Dr. Yohannes Surya lebih tahu tentang hal- hal itu daripada saya. Bahkan saya yakin bahwa saya mengetahui LEBIH BANYAK tentang Nanoteklnologi daripada orang yang menuduh itu sendiri. Jika Dr. Yohanes Surya membantah, mari kita buktikan saja dengan perdebatan terbuka, yang sebaiknya segara saya mulai saja dibawah ini : ### Kita mulai saja perdebatan ttg nanoteknologi ini dengan pertanyaan buat Dr. Yohannes Surya yang mengaku mengerti Nanoteknologi, persisnya dalam hubungan aplikasi dibidang Medicine untuk Therapi, seperti yang diakuinya sendiri. Salah satu Teknologi yang canggih dalam aplikasi Terapi kedokteran adalah memasukkan zat2 yang berfungsi terapeutik kedalam rongga yang terbentuk oleh makromolekul C-60 (ref.[8]). *** Pertanyaan no.1 : Bagaimana caranya memproduksi makromolekul Carbon-60 ? Seperti apa bentuknya dan bagaimana cara memisahkannya? Harap uraikan sedikit detail tentang teknologinya, mekanismenya, parameter2 yang digunakan dalam proses, dsbnya. *** Pertanyaan no.2 : bagaimana caranya memasukkan atom atau molekul yang diinginkan kedalam rongga C-60 ? Jelaskan secara detail bagaimana caranya, juga bagaimana caranya mengetahui/menguji, apakah benar2 atom yg diinginkan itu sudah berada didalamnya ? *** Sebagai permulaan dua pertanyaan ini saja dulu. Jika ternyata tidak sanggup dijawab, maka benarlah dugaan saya, bahwa ocehan Dr. Yohanes Surya tentang Nanoteknologi adalah se-mata2 PSEUDOSCIENCE yang LATAH. *** Disini saya sekali lagi ingin berkomentar atas artikel Roy Sembel (notabene mengaku rekan Dr. Yohanes Surya) yang telah saya singgung dalam tulisan saya yg lalu (ref.[9b]) : Roy Sembel mengimpi bahwa Indonesia bisa/boleh diharapkan MEMIMPIN DUNIA dalam Nanoteknologi !! Wah, apa ini namanya, jika bukannya tekebur dan membual setinggi langit ? Mengerti saja tidak, kok malah belum2 sudah berani mengimpi mau memimpin dunia segala ? Yang benar, paling banter Indonesia bisa ikut menjadi KONSUMEN dari Nanoteknologi, seperti halnya Indonesia menjadi kosumen dari teknologi komunikasi satelit, sebagai bagian dari globalisasi ekonomi dunia. > > (c) Ekonofisika juga bukan pseudoscience. Pendiri ekonofisika adalah Eugene Stanley seorang yang sangat terkenal sekali dalam bidang Fisika > statistik. Banyak ide-ide dalam ekonofisika tidak dimengerti oleh orang banyak karena mereka tidak mau memahaminya. Malah menuduh yang > tidak-tidak. Padahal sekarang ini interdispliner sangat penting dalam memecahkan berbagai masalah. Peraih Nobel ekonomi 2005 menggunakan > games theory yang sekarang sedang dikembangkan oleh ekonofisika menjadi QUANTUM GAMES THEORY. Komentar Indoshepherd: ### Ekonofisikanya HE Stanley meskipun bukan science tetapi juga bukan pseudoscience dan masih bisa berguna (sekalipun tidak objektif dan sangat memihak), sebab kesanggupan HE Stanley telah terbukti dengan karya2 dalam peer-reviewed journals. Tetapi kalau Ekonofisikanya Dr. Yohanes Surya masih harus sangat diragukan, apakah bukannya pseudoscience, sebab tidak terbukti karyanya pernah bisa masuk peer-reviewed journal. Sekian dulu tentang Ekonofisika, yang nanti disambung lagi sehubungan dengan Game Theory. ### Dr. Yohanes Surya menyebut2 QUANTUM GAMES THEORY. Mari kita analisa kata2nya bahwa "games theory ? sekarang sedang dikembangkan oleh ekonofisika menjadi quantum games theory". Tidak usah jauh2 tentang "ekonofisika"nya yang kemungkinan besar hanya pseudoscience belaka, tetapi mari kita diskusi tentang landasan yang di-claim olehnya, yaitu Quantum Theory. Untuk tujuan itu, akan saya analisa cuplikan dari website yang digagaskan olehnya sendiri: ### Kutipan dari ref. [10] <http://physicsweb.org/articles/world/15/10/7> *** So do games have anything deeper to say about physics, or vice versa? Maybe. Most surprisingly, the connection might arise at the most fundamental level of all: quantum physics. Let's start with some circumstantial evidence. As well as being the father of game theory, von Neumann also made seminal contributions to the fields of quantum mechanics and computation. Furthermore, an experiment in physics can arguably be viewed as a "game" against nature in which the observer tries to maximize the informational output while nature evolves relentlessly toward increased disorder (entropy). In short, the common link with physics is information: games, quantum mechanics, computation and, ultimately, physics are all concerned with information. So what would happen if we combined quantum mechanics with games? Komentar Indoshepherd: ### Hakekat Pseudosciencenya sudah kentara dari penggunaan kata2 yang tidak ilmiah: "Maybe", yang bisa berarti me-reka2 sesuatu yang tidak ada, jadi jelas BUKAN fakta, "circumstantial evidence" juga BUKAN fakta, pun bukan evidence, bahkan dalam perkara2 pengadilan saja sulit diakui keabsahannya. Science yang benar2 selalu bicara dengan kepastian yang meyakinkan, tidak dengan nada yang samar2 (vague) seperti gayanya ilmu mistik dan klenik. Itu jelas bahasanya pseudoscience yang tidak yakin akan kemampuan maupun kebenaran dirinya sendiri. Hubungannya dengan "quantum physics/mechanics" sangat tipis (circumstantial). Sedangkan gagasan bahwa **eksperimen2 fisika bisa dipandang sebagai "game" (permainan) melawan alam (nature), dimana sang pengamat (observer) berusaha membuat maksimum pengeluaran (output) informasi, sedangkan alam selalu berupaya kearah ketidak-teraturan (disorder), yang dihubungkannya dengan entropy** adalah ucapan yang sangat spekulatif dan terutama sekali menyeleweng dari akal sehat maupun realitas, serta jelas2 bertentangan dengan definisi science menurut National Academy of Sciences, yaitu Science adalah "A SEARCH FOR NATURAL EXPLANATIONS OF OBSERVABLE PHENOMENA." (ref.[1,2]). Me-REDUKSI materi menjadi sekumpulan informasi adalah bertentangan secara langsung dengan definisi Science ini. Baik INFORMASI, GAME maupun EKONOMI adalah konsep2 yang abstrak yang bukan termasuk EMPIRICALLY OBERVABLE PHENOMENA, sebab tidak bisa ditanggapi oleh pancaindera (observasi empiris), jadi per definsi BUKAN SCIENCE. ### Khusus mengenai Quantum Game Theory: Dari membaca artikel ref. [10] diatas, jelas bahwa yang digunakan dalam Quantum Game Theory adalah sekedar operasi2 matematis yang elementer, yang KEBETULAN juga digunakan dalam QM, seperti misalnya Prinsip Complementary dalam fenomena Quantum Entanglement, atau metoda matematis menyatakan suatu besaran observable, misalnya spin, dalam komponen2 yang ortogonal (seperti dalam permainan KOIN antara Piccard dan Q), yang notabene tidak punya analogi maupun aplikasi pada sebuah KOIN. Semua ini adalah konsep2 atau prinsip2 matematika yang memang digunakan sebagi TOOL dalam QM, tetapi BUKAN QM, sebab tidak ada sangkut-pautnya dengan landasan empiris dari QM., yaitu dualisme partikel-gelombang. Jadi yang digabungkan oleh CF Lee & NF Johnson itu BUKAN Game Theory dengan QM, melainkan semata2 Game Theory dengan beberapa konsep matematika yg kebetulan juga dipakai dalam QM (tetapi bukan QM, juga bukan science, sebab tidak ada kaitannya dengan realitas). Disini letak INTI perbedaannya: Menggunakan satu- dua teknik/metoda dari QM TIDAK otomatis membuat Quantum Game Theory menjadi bagian dari QM dan atau bagian dari SCIENCE, sebab yang digunakan disitu adalah prinsip2 abstrak matematis yang SAMASEKALI TERLEPAS dari QM, melainkan adalah merupakan kategori2 akal (human mind categories) menurut filsafat Kant (baca juga filsafat matematika dari Bertrand Russell). Hakekat QM sebagai science terutama dimanifestasikan dalam DUALISME PARTIKEL-GELOMBANG (wave- particle duality), sebab persisnya disitu itulah hubungan langsung antara QM dengan REALITAS, yang definisinya adalah OBSERVASI EMPIRIS: baik gelombang maupun partikel kedua2nya hasil observasi empriris, sedangkan QM adalah HUKUM ALAM yang menguasai besaran2 observasi empriris diatas (definisi science: A search for natural explanation (=hukum alam) of OBERVABLE phenomena (ref.[1,2]). Jelas Quantum Game Theory tidak ada sangkut-pautnya barang sedikitpun dengan dualisme partikel-gelombang. Dengan demikian Quantum Game Theory jelas bukan QM, dan juga BUKAN SCIENCE. Maka konsekwensinya: mereka yang menekuni Quantum Game Theory TIDAK PERLU dan juga BELUM TENTU mengerti QM. ### Jika Dr. Yohanes Surya mengaku mengerti QM, mari kita berdebat dimilis terbuka. Jika terbukti nanti dia tidak mengerti QM, maka aktivitasnya dalam Quantum Game Theory adalah aktivitas LATAH dari seorang Pseudoscientist, yaitu ingin tampak dan kedengaran seperti scientist, berlagak seperti scientist, dan mengaku dirinya scientist, tetapi sebenarnya BUKAN scientist, melainkan PSEUDOSCIENTIST. ### Satu2nya yang bisa memaafkan para penulisnya, CF Lee dan NF Johnson, adalah tambahan kata *arguably* yang artinya *bisa diperdebatkan*' Tetapi jika betul2 diperdebatkan, kedua autor tersebut pasti kalah habis2an, alias hipotesa mereka itu amburadul. Sekalipun memang benar bahwa INFORMASI adalah SALAH SATU dari sekian banyak ATRIBUT sebuah benda atau hasil eksperimen, adalah se-mata2 FANTASI seorang fiskawan teoritis yang KEBLINGER dan SESAT untuk menyatakan bahwa realitas yang berupa hasil2 eksperimen itu HAKEKATnya hanya berupa INFORMASI. Atribut memang bisa menjadi bagian dari hakekat, tetapi hakekat tidak sama dengan atribut. Ini adalah prinsip logika yang paling elementer: Kuda (=materi) adalah binatang (=konsep abstrak), tetapi binatang BUKAN kuda. Tetapi kesalahan yang paling FATAL adalah: Benda/partikel itu merupakan observable phenomena, tetapi Informasi (=konsep abstarak) itu BUKAN observable fenomena, jadi tidak boleh se-kali2 *informasi* itu disamakan dengan *benda*-nya (partikelnya). Informasi memang betul adalah bagian (atribut) dari benda, tetapi sebuah benda BUKAN bagian dari atributnya !! Dari HALF-TRUTHs yang demikian itu juga lahirnya gagasan fantastis science fiction tentang TELEPORTASI, dibawah asumsi amburadul bahwa materi itu hekekatnya tidak lain adalah sekumpulan informasi ala CF Lee + NF Johnson. *Teknik teleportasi* yang pseudoscientific ini adalah sbb.: Sebuah kumpulan informasi yang lengkap (yaitu quantum states) bisa diteleportasi dengan seketika (instantaneous) ketempat lain [sic!] (antara lain dengan menggunakan fenomena Quantum Entaglement), dimana kemudian informasi yg lengkap itu bisa ditransformasi kembali menjadi matreri (sic! Buat kedua kalinya!). ### Dalam pandangan seorang fiskawan yang banar2 mengerti QE, pikiran yang menyamakan materi dengan INFORMASI seperti diatas jelas MENGINGKARI KENYATAAN bahwa MATERINYA sama sekali tidak berkisar, ataupun ditransport, ataupun berpindah tempat. Secara ironis, bisa dipandang sebagai HALUSINASI bikinan diri sendiri, jadi tidak salah jika dinilai PANDIR dan/atau TIDAK WARAS. Justru karena materinya sejak dari mula sudah HARUS ada DUA, dan masing2 masih tetap pada tempatnya atau lintasannya masing2, maka perkataan "teleportasi" itu per definisi sajapun sudah salah kaprah. Jika yang menggagaskan demikian itu adalah seorang penulis SCIENCE FICTION, hal itu bisa dimengerti dan juga dimaafkan. Akan tetapi, bila yang mengatakan itu mengaku ilmuwan, maka dia telah menelanjangi dirinya sendiri sebagai seorang PSEUDOSCIENTIST. Seperti telah dikatakan diatas, satu2nya yang bisa menyelamatkan CF Lee dan NF Johnson dari tuduhan pseudoscientist adalah tambahan kata *arguably*. Tetapi jika diperdebatkan mereka berdua sudah pasti akan GUGUR dengan sendirinya. Pada umumnya para pseudoscientist INGUSAN, seperti misalnya para Kreasionis, tidak sedemikian hati2 dalam meng- camouflage-kan dan/atau menyelundupkan ide2 amburadulnya, hingga dengan mudah akan terbuka kedoknya dalam diskusi yang ILMIAH. Jika Dr. Yohannes Surya tidak setuju penilaian ini, mari kita berdebat secara terbuka. Keterbukaan ini penting sekali, sebab sebagai seorang yang (ingin) menduduki posisi tokoh dalam MASYARAKAT (public figure) yang sekaligus mendiskreditkan science, Dr. Yohanes Surya sudah sepatutnya harus berani dan bersedia membuktikan kredibilitasnya didepan MASYARAKAT pula. ### Notabene, saling hubungan antara *informasi hasil eksperimen yang maksimal dengan entropy yang tidak-teratur* adalah sengaja di- bikin2 atau dipaksakan, dan terutama sekali, tidak logis melainkan ASOSIATIF. Jadi jelas BUKAN analisa yang ilmiah (scientific), sebab seluruh mahligai science itu BUKAN asosiatif, melainkan logis (matematis). Kelogisan ini adalah suatu KEHARUSAN yang tidak bisa/boleh ditawar, sebab hanya logika (matematika) yang sanggup menghasilkan rumusan2 dan ramalan2 yang kuantitatif, seperti yang dituntut dalam ilmu fisika. Suatu *ilmu* yang didasarkan atas hubungan2 asosiatif tidak-bisa-lain kecuali IMPOTEN, seperti contohnya ilmu mistik atau kepercayaan2 lainnya, juga tidak akan sanggup menghasilkan sesuatu yang bisa diobservasi secara empiris (jangan kata lagi meramalkan secara kuantitatif). Saling hubungan ASOSIATIF seperti diatas menghasilkan suatu ILMU yang SAMAR2, VAGUE, seperti juga ilmu ghaib, mistik dan ilmu klenik. ### Hubungannya dengan Ekonofisika: Dalam "Nash equilibrium" versi Lee & Johnson (fig.2) digunakan logika dan metoda seperti yang dipakai dalam fisika (tapi BUKAN fisika per se) untuk problim ekonomi yg berasal dari John Nash. Metoda logika ini adalah bagian dari kategori akal manusia (Kant) yang TELAH digunakan dalam fisika sebagai ilmu yang paling advanced, tetapi BUKAN merupakan bagian dari fisika sendiri. Mekanisme interaksi dalam ekonomi adalah kompleks, bahkan (jauh) lebih kompleks dari jenis2 interaksi dalam ilmu fisika. Bedanya, dalam fisika atom, kondisi dan hukum2 interaksinya sudah diketahui dengan jelas. Dalam ekonomi biasanya tidak. Ada banyak (sekali) faktor dan mekanisme interaksi yang tidak diketahui, atau cuma samar2 diketahui, alias di-reka2 dibawah macam2 asumsi, a.l. faktor manusia dengan free-willnya, dengan emosinya yang tidak menuruti bahkan seringkali menentang kaidah2 logika maupun objektivitas, kesediaannya untuk berkoopersi ketimbang bersaing, serta kegemarannya buat berspekulasi demi memenangkan persaingan (yang hasilnya bisa positif buat pribadi, tapi secara objektif bagi rata2 semua orang tidak akan berbeda dari apa yang diramalkan/dihitung berdasarkan teori kemungkinan (probability theory)). Disini kita tidak bisa/boleh menyimpulkan bahwa Lee & Johnson telah memperluas strategi Nash (bukan fisikawan, tetapi matematikawan) dengan menggabungkan fisika atom dengan ilmu ekonominya Nash. Paling banter kita bisa bilang, berkat skill yang dimilikinya dalam ilmu fisika, Lee & Nelson mengetahui beberapa teknik dalam fisika yang kemudian digunakannya dalam problem Prisoner's Dilemmanya si Nash, dimana factor kooperasi memegang peranan penting. Jadi, untuk berhasil menggunakan metoda2 ilmu fisika dalam ilmu ekonomi, jenis2 interaksi dalam ekonomi HARUS di- idealisasi ?seperti dalam fisika atom--, dengan konsekwensi bahwa hasilnya tidak 100 persen bisa dipertanggung-jawabkan seperti hasil2 kalkulasi dalam ilmu fisika. Dengan perkataan lain, hasil2 teorinya Nash, dan dengan demikian juga Ekonofisika secara umum, (jauh) lebih tidak pasti daripada hasil2 ilmu fisika. Kecuali itu, disini digunakan apa yang dinamakan Fuzzy Logic, yang pada hakekatnya tidak lain dan tidak bukan adalah metoda logika yang konvensionil (lengkap dengan hukum2 ilmu fisika) tetapi DITAMBAH dengan KEPENTINGAN PRIBADI. Jika interest pribadinya lain, hasilnya tentu akan lain pula. Jadi jelas tidak memiliki objektivitas yang universal seperti science, hingga tidak bisa dimasukkan dalam golongan science, sekalipun bisa berguna untuk pihak2 tertentu. ### Artikel dalam PhysicsWeb diatas [10] ditulis oleh Chiu Fan Lee dan Neil F Johnson dua2nya dari Physics Department and Centre for Quantum Computation, Clarendon Laboratory, Oxford University, Parks Road, Oxford OX1 3PU, UK. Ditinjau dari karya2 ilmiah mereka berdua, yang mudah dicari dengan "Google scholar" http://scholar.google.com/, tampaknya kedua fisikawan itu cukup punya SEKEDAR kredibilitas dalam dalam QM. Namun dari kualitas tulisan mereka yang masih me-raba2 (mau membantah dan coba2 bikin sensasi, tetapi tidak berani), bisa saya jajaki posisi keduanya di Oxford/Clarendon Lab itu kira2 taraf post-doc, atau paling banter Assistant Professor, jadi artinya BELUM BISA DIANGGAP PAKAR. Dipihak lain, Complexity Theory dari M. Gell-Mann (Santa Fe Institute) saat ini masih dalam taraf permulaan (infantile). Dalam sejarah, Isaac Newton pun pernah membuat pseudoscience, yaitu Alkimia. Jadi samasekali tidak berarti bahwa seorang Murray Gell- Mann tidak mungkin membuat pseudo-science. Salah satu perbedaan science dengan pseudoscience adalah berhasil atau tidaknya suatu metoda yang digunakan untuk mengembangkan ilmu yang dirintisnya sebagai jalan menuju hasil2 yang nyata dan berguna, yaitu tepatnya menjadi landasan dari TEKNOLOGI. Persisnya, jika yang merinitis itu benar2 terbukti memiliki kemampuan dalam science, seperti Murray Gel- Mann (pemenang hadiah Nobel) maka kita masih boleh PERCAYA (sekalipun belum terbukti berhasil), bahwa boleh jadi aktivitasnya BUKAN pseudoscience. Kepastiannya baru nanti, jika sudah menghasilkan produk yang nyata dan berguna. "Nyata" disini artinya bisa dipersepsi oleh pancaindera (bisa di-observasi secara empiris), sebab memang science HARUS melulu berurusan dengan hal2 yang bisa diobservasi secara empiris, sebagai syarat yang OBJEKTIF agar bisa berguna bagi manusia. Mekanika klasiknya Newton menghasilkan produk yang nyata dan berguna, jadi tergolong science. Tetapi Alkimianya Newton tidak menghasilkan apa2 yang berguna, jadi mesti dinilai sebagai pseudosciecnce, tidak perduli bahwa yang bikin adalah sang genius Newton. Contoh kebalikannya misalnya adalah "transcendental meditation", yang bisa menghasilkan sesuatu yang "berguna", yaitu kebahagian/kepuasan pribadi. Tetapi kebahagiaan demikian itu sifatnya 100% subjektif, tidak berguna buat orang lain. Jadi, meditasi transcendental bukan saja pseudoscience, tetapi juga bukan science, sebab tidak memenuhi definisi seperti yg saya uraikan diatas. ### Jelaslah sekarang, bahwa jika yang menggagaskan atau menjalankan riset itu orang2 yang masih INGUSAN, baru lulus dari universitas, sekalipun memiliki gelar Doktor (yang dewasa ini sudah INFLASI dan kurang sekali harganya, sebab tidak pernah melakukan riset secara mandiri (independent) tanpa bimbingan profesornya). Kualifikasi ilmiah baru terjamin jika orang sudah BER-KALI2 mempublikasi karyanya dalam majalah2 yang PEER-REVIEWED (seperti halnya dengan HE Stanley dan CF Lee & NF Johnson), dan lebih meyakinkan lagi jika namanya muncul sebagai SOLE AUTHOR. Silahkan kunjungi website [4], yang menjelaskan betapa pentingnya memiliki karya2 yang PEER-REVIEWED bagi seorang scientist untuk membuktikan kredibilitasnya, seperti yg saya uraikan diatas tadi. ### Dalam hubungan Quantum Game Theory, Ekonofisika, Teori Kompleksitas, Chaos Theory, dlsbnya, maka jelaslah sudah, bahwa jika orang yang menjalankan aktivitas tersebut tidak punya pengetahuan maupun skill dalam landasan ilmu fisikanya (yang bisa diketahui/dijajaki dari karya2 yg dimuat dalam peer-reviewed journals), maka boleh dipastikan dia itu cuma membuat pseudoscience, atau kasarnya LATAH, me-niru2 pekerjaan para ilmuwan yang sejati. Dari uraian diatas kiranya penilaian (judgment) saya atas Dr. Yohannes Surya sudah amat jelas dengan sendirinya: Saya bersedia menerima dan mengkoreksi dugaan-sementara saya, dan MENGAKUI bahwa Dr. Yohannes Surya BUKAN PSEUDOSCIENTIST dalam bidang Quantum Game Theory, jika dan hanya jika ia sanggup membuktikan karyanya tentang Quantum Mechanics yang dimuat dalam salah satu PEER-REVIEWED journal. BUKTI ITU SAYA TUNGGU. Bukti seperti ini sangat penting sekali, sebab Indonesia terkucil dari dunia science internasional, hingga amat mudah buat para pesudoscientists menipu masyarakat dengan membuat claim2 yang tidak selayaknya, walaupun ia tidak bakalan bisa menunjukkan hasil apapun yang berguna buat sesama manusia (ingat kasus BJ Habibie). Jika karya ilmiahnya tidak terbukti, maka dugaan keras sementara ini bahwa Dr. Yohannes Surya adalah seorang pseudoscientist itu akhirnya menjadi suatu JUDGMENT yang benar2 terbukti. Jalan lain untuk membuktikan dirinya adalah dengan perdebatan terbuka diberbagai milis, seperti yang telah saya usulkan diatas. ### Sekiranya ada orang yang menuntut saya membuktikan hal yang sama, hal itu tidak mungkin tanpa membuka identitas saya yang sebenarnya. Sekalipun ada beberapa orang dimilis2 diskusi bebas yang mengetahui identitas saya (saya harap mereka tidak buka rahasia), saya tidak ingin membukanya disini, terutama sekali oleh sebab posisi saya yang publik-sensitif di Amerika sekarang ini. Kecuali itu, bukan maksud saya untuk menjadi orang yang terkenal di Indonesia, melainkan tujuan saya adalah membangkitkan semangat akan science dan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan yang ber- larut2 dalam kancah persaingan iptek dunia, juga sejalan dengan aktivitas profesional saya di Amerika dewasa ini. Oleh karena itu, seperti yang biasa saya lakukan dalam diskusi dimilis2 bebas, saya akan menggantikannya dengan membuktikan kemampuan saya dalam ilmu fisika, dalam hal ini mekanika kuantum, maupun dalam disiplin2 lainnya. Jelasnya, saya bersedia di-uji oleh siapa saja (termasuk para atasan Dr.Yohanes Surya ataupun bekas Profesornya), tetapi sebaliknya juga saya akan menguji Dr. Yohanes Surya dalam dasar2 dari ilmu Quantum Game Theory, yaitu tepatnya Quantum Theory, maupun dalam displin2 ilmu fisika lainnya yang relevan. Adalah omong- kosong untuk bicara tentang, atau bahkan sesumbar, mau mengembangkan Quantum Game Theory tanpa mengerti dasar2nya. Diskusi bebas yang saya maksud ini berlaku juga untuk dasar2 ilmu fisika yang digunakan oelhnya dalam Ekono-Fisikanya. ### Diskusi atau perdebatan antara dua orang dimana yang satu tetap ANONYM seperti yang saya usulkan ini SANGAT LAZIM dalam dunia ilmiah, yaitu dalam proses REVIEW suatu karya buat dimuat dalam majalah profesional. Konformasinya sudah termasuk dalam ref.[5,6], dan lebih lanjut lagi diperkuat untuk SEMUA bidang ilmu (bukan hanya science) dalam referensi2 [11a-e]). Saya cuplik disini dari referensi [11e] Physical Review Letters - <http://forms.aps.org/historic/6.1.96ppl.html> *** ?. the anonymous review process will usually end with the reports received following the authors' first resubmittal of the manuscript. *** The author of the Letter IS NOT TREATED ANONYMOUSLY. ### Penjelasan: Dalam hal ini Dr. Yohanes Surya adalah pihak yang mencari/menduduki posisi sebagai tokoh masyarakat (public figure), jadi memang sudah selayaknya, atau bahkan sudah SEHARUSNYA , tidak anonym. Sedangkan saya disini bertindak setara dengan reviewer, jadi secara legitim (sah) berhak tetap dalam kondisi anonym. > > (d) Sebenarnya sudah banyak ide-ide Fisika digunakan dalam analisa masalah ekonomi ataupun sosial seperti gerak brown, critical phenomena (self > organizing criticality), > spin glasses, heat transfer equation dsb. Sayang sekali orang yang menuduh tidak coba belajar dulu hal-hal ini. > Komentar Indoshepherd: ### Kata2 "orang yang menuduh tidak coba belajar dulu hal-hal ini" adalah kata2 yang penuh PRASANGKA (prejudice), dan dengan demikian tidak mungkin keluar dari otaknya seseorang yang benar2 berkualitas ilmuwan, sebab BELUM2 dia sudah BERPRASANGKA bahwa saya yang melancarkan kritik "tidak coba belajar dulu hal-hal ini". Padahal kenyataannya belum tentu Dr. Yohannes Surya lebih tahu tentang hal- hal itu daripada saya. Mari kita buktikan saja dengan perdebatan terbuka. Segala perdebatan yang saya tawarkan disini harus dilakukan dalam forum diskusi yang terbuka, sebab (a) saya tidak ingin mem-buang2 waktu berdiskusi dengan orang yang tidak punya kualifikasi, dan (b) tidak sesuai dengan tujuan saya untuk membuka mata orang Indonesia demi memacu dan meluruskan perkembangan ilmu pengetahaun. > Menunggu balasan dari Dr. Yohannes Surya. Salam, Indoshepherd REFERENSI: [1] Evolution Debate in Kansas Spurs Battle Over School Materials Teaching of Theory's Doubts Spurs National Academy of Sciences, Teachers Association to Bar Use of Curriculum Guidelines By Rick Weiss - Washington Post Staff Writer Friday, October 28, 2005; Page A02 In an escalation of the nation's culture war over the teaching of evolution, the NATIONAL ACADEMY OF SCIENCES [2] and the National Science Teachers Association announced yesterday that they will not allow Kansas to use key science education materials developed by the two organizations. The refusal came after the groups reviewed the latest draft of the Kansas State Department of Education's new science education standards and concluded that they overemphasize uncertainties about the theory of evolution and fail to make it clear that SUPERNATURAL PHENOMENA HAVE NO PLACE IN SCIENCE. ***** Tentang NATIONAL ACADEMY OF SCIENCES bisa dibaca di: http://www.nasonline.org/site/PageServer?pagename=ABOUT_main_page *** The National Academy of Sciences (NAS) is an honorific society of distinguished scholars engaged in scientific and engineering research, dedicated to the furtherance of science and technology and to their use for the general welfare. *** Election to membership in the National Academy of Sciences is considered one of the highest honors that can be accorded a U.S. scientist or engineer. Academy membership recognizes those who have made distinguished and continuing achievements in original research. *** The National Academies perform an unparalleled public service by bringing together committees of experts in all areas of scientific and technological endeavor. These experts serve pro bono to address critical national issues and give advice to the federal government and the public. [2] NOAA's (National Oceanic and Atmospheric Administration) definition: <http://www8.nos.noaa.gov/coris_glossary/index.aspx?letter=s> "Science - a method of learning about the physical universe by applying the principles of the scientific method, which includes making EMPIRICAL OBSERVATIONS, proposing hypotheses to explain those OBSERVATIONS, and testing those hypotheses in valid and reliable ways; also refers to the organized body of knowledge that results from scientific study". [3a] Menurut definisi yang resmi dari NAS ini juga maka Computer Science itu BUKAN Science, hal mana bahkan diakui oleh para pakarnya sendiri, seperti bisa dibaca diwebsite berikut: <http://www.geocities.com/tablizer/science.htm> dimana seorang ahli computer sendiri mengatakan/mengakui bahwa **Computer Science** is Not Science and **Software Engineering** is Not Engineering! 3b] Satu lagi website lain: <http://jamesthornton.com/wp/display/350/351.wimpy> James Thornton - Internet Business Consultant <hornton cs.baylor.edu>: **Computer Science is NOT Science**. Computer science is not a science; its significance has little to do with computers. [4] Peer review in context(1) Karl Svozil (TU Wien) (URL: < http://tph.tuwien.ac.at/~svozil/>) <http://www.inst.at/trans/15Nr/03_2/svozil15.htm> 1. Peer Review To a non-involved observer, peer review can be explained as a kind procedural pattern or ritual, in which a decision over the publication of scientific reports (and/or over the funding of some research project) is reached. The process begins when an unsolicited article is submitted by an author about some research results. The article is sent from the editor to unpaid reviewers, called peers. These reviewers provide reports and recommendations which are sent back to the editor. The editor makes the reports ANONYMOUS and sends them to the authors. The article is revised by the author and re- submitted. This procedure can repeat itself. Finally, the editor decides whether or not the article is worth publishing or is rejected. Rejections rates vary strongly, depending on the field covered, from 10 % to 95 %. And despite the critical evaluation of the situation, most participants attempt to do a decent job under the given circumstances. 1.1 Why peer review? Peer review has at least three main goals: (i) quality certification of scientific publications, (ii) career planning of the new scientific generation by comprehensible, "objective,'' quantitative criteria, as well as (iii) the evaluation of research projects requesting funding . The importance of peer review for scientific careers is enormous: a publication which does not appear in a journal whose contributions are subjected to peer review, is usually considered "WORTH NOTHING'' in terms of career planning; and without peer review there is no certified progress in science; at least this is what is emphasized over and over again. Therefore, it is mandatory for novices as well as for established researchers requesting positions, status, influence and resources, to expose themselves to this evaluation process. And although most authors express their frustration with this kind of censorship behind closed doors, public criticism is considered inappropriate, unless one is willing to bear the consequences, such as being denoted a "whiner.'' Peer review is seen primarily as assistance to the author for improving articles. It avoids the publication of uninteresting, plagiarised, faulty, erroneous and fake results. Each reader should form his or her own judgement about whether or not these advantages, should they be achieved, counterbalance the disadvantages of scientific censorship. These issues deserve public concern. After all, no small amount of tax money and the pursuit of scientific progress are at stake. [5] "What is a Peer Reviewed Journal?" <http://valinor.ca/peer- review.html>: ***Whether it appears in print, a combination of print and electronic forms, or only in electronic form, a peer reviewed journal is one in which each feature article has been examined by people with credentials in the article's field of study before it is published. Collections of papers from conferences may be considered peer reviewed as well, if the original presentations were "invited" or examined by experts before being accepted. Papers which appear in sources like these are considered to be as reliable as humanly possible. In "double blind" peer review, neither the author nor the reviewers know each others' identities. Not all peer review is double blind.*** [6] Williams Library - Evaluating Information Resources <http://www.northern.edu/library/help/evaluating.htm> Many scholarly journals require a peer review process before articles can be published. In peer reviewed journals (sometimes called refereed journals), an author's work is reviewed by two or more individuals who are experts in the subject matter addressed in the article. After their review, the reviewers (or referees) may return the article to its author with suggestions for improvement or modification. Each reviewer makes a recommendation whether to reject or accept the article, and sometimes the acceptance is subject to conditions of edit. Reviewers typically remain anonymous and are carefully chosen to have no relationship to the article's author to limit bias in the review process. The peer review process can take a long time to complete, sometimes delaying publication of an article for one year or more from the date of its original submission. [7a] <http://www.usatoday.com/tech/science/2005-11-18- vaticanastronomer_x.htm> Vatican: ID isn't science - USA Today - Posted 11/18/2005 [7b] <http://www.msnbc.msn.com/id/10101394/from/RSS/> Vatican astronomer joins evolution debate: "Intelligent design isn't science, `though it pretends to be,' he says" [8] <http://www2.mdanderson.org/depts/oncolog/pdfs- issues/03/oncolog7-8-03.pdf> : Researchers Explore Possible Applications of Nanotechnology in Cancer Treatment (by Ann Sutton) *** Dr. Michael G. Rosenblum, a professor in the Department of Bioimmunotherapy, holds a model of a buckminsterfullerene molecule, or buckyball. Dr. Rosenblum and his colleagues are studying the use of buckyballs, nanoparticles composed of 60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, to deliver chemotherapeutic drugs to cancer cells. *** Dr. Rosenblum is studying another type of chemotherapeutic drug delivery system by applying nanotechnology's most famous discovery, buckminsterfullerene, or the buckyball. A nanoparticle composed of 60 carbon atoms in the shape of a soccer ball, the buckyball earned its discoverers, Sir Harold W. Kroto, Ph.D., of the University of Sussex, UK, and Robert F. Curl, Jr., Ph.D., and Richard E. Smalley, Ph.D., both of Rice University, the 1996 Nobel Prize in Chemistry. [9a] Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-I <http://groups.yahoo.com/group/evolusi/message/3924> Misalnya, **computer science** itu BUKAN science, sebab computer itu bikinan manusia, hingga segala hal-ihwalnya utak-utek berada dalam ciptaan manusia itu sendiri. Hal ini bisa dibaca antara lain di <http://www.geocities.com/tablizer/science.htm> dimana seorang ahli computer sendiri mengatakan/mengakui bahwa **Computer Science** is Not Science and **Software Engineering** is Not Engineering! *** Satu lagi website lain: http://jamesthornton.com/wp/display/350/351.wimpy> James Thornton - Internet Business Consultant <hornton cs.baylor.edu>: **Computer Science is NOT Science**. Computer science is not a science; its significance has little to do with computers. [9b] Sains & Teknologi di Indonesia bagian ke-II <http://groups.yahoo.com/group/evolusi/message/3925> Komentar atas artikel tentang Nanotechnology oleh Roy Sembel dikoran warta-ekonomi, bisa diakses di: http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3405&cid=9 [10] CF Lee & NF Johnson, *Let the quantum games begin*, PhysicsWeb, October 2002 <http://physicsweb.org/articles/world/15/10/7> [11a] <http://en.wikipedia.org/wiki/Peer_review> [11b]< http://www.answers.com/topic/peer-review> *** Traditionally reviewers would remain anonymous to the authors, but this is slowly changing. In some academic fields most journals now offer the reviewer the option of remaining anonymous or not; papers sometimes contain, in the acknowledgments section, thanks to (anonymous or named) referees who helped improve the paper. [11c] <http://www.jcal.emory.edu/policies.php> Journal of Cognitive Learning "Peer Review Process" --Identity of the reviewers will remain anonymous and will not be disclosed to the author. [11d] <http://www.ijpa.org/info.htm> The International Journal of Psychoanalysis - Preparation and submission of manuscripts. Papers (of no more than 8,000 words) in any of the main European languages will be considered for publication but should be prepared in the appropriate fashion and submitted for anonymous peer review to the appropriate Editor, as laid out in the Notes for Contributors. [11e] Physical Review Letters - Policies and Procedures (July 1996) <http://forms.aps.org/historic/6.1.96ppl.html> *** In an effort to minimize the time between initial submittal of a manuscript and final disposition, the anonymous review process will usually end with the reports received following the authors' first resubmittal of the manuscript. *** The author of the Letter is not asked to review the Comment as an anonymous referee. The editors will consult an independent, anonymous referee if they deem it useful in determining the suitability for publication of the Comment (and Reply, if any). In any transmission, the Reply or the reaction of THE AUTHOR IS NOT TREATED ANONYMOUSLY *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx --------------------------------- YAHOO! GROUPS LINKS Visit your group "ppiindia" on the web. To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. --------------------------------- [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org! http://us.click.yahoo.com/wlSUMA/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **