** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/01/opini/2254733.htm Swasembada Versus Impor Beras Siswono Yudo Husodo Tahun 2004, produksi beras nasional mencapai 54,09 juta ton gabah kering giling, setara 33 juta ton beras (konversi 0,632), merupakan produksi beras tertinggi selama Republik ini berdiri; dengan konsumsi nasional 30,4 juta ton; surplus 2,6 juta ton. Tahun 2004 kita mampu swasembada beras, mengulangi keberhasilan tahun 1984. Selain menguntungkan secara ekonomi, swasembada beras juga memenuhi tuntutan sosial dan politik bernegara, yaitu kebanggaan sebagai bangsa yang mandiri untuk memenuhi kebutuhan pangan. Surplus beras Di tahun 1984 kita mencapai swasembada melalui kerja keras puluhan tahun dengan pembangunan irigasi, pabrik pupuk, Bimas, KUT, KUD, dan lain-lain. Sementara pencapaian swasembada beras 2004 selain oleh kerja keras juga membaiknya harga beras di pasar beras internasional dari 165 dollar AS/ton tahun 1998 menjadi 270 dollar AS/ton tahun 2005. Tahun 2005, diperkirakan produksi gabah mencapai 53,984 juta ton GKG, dan Indonesia akan surplus beras 2,21 juta ton. Indonesia memiliki kelenturan produksi beras karena ada 4,167 juta hektar (ha) rawa lebak, jenis rawa yang di musim penghujan tergenang air dan di musim kemarau kering, yang oleh penduduk setempat digunakan untuk tanaman padi dengan benih seperti varietas Air Tenggulang, Siak Raya, dan Banyuasin. Sejak harga gabah menguntungkan petani, seluas 682.000 ha rawa lebak berubah menjadi tanaman padi dengan produktivitas, sekitar dua ton GKG/ha, yang ikut memberi andil kenaikan produksi GKG dari 48 juta ton di tahun 1998 menjadi 54 juta ton di tahun 2005; suatu kenaikan produksi luar biasa; 12,5 persen dalam waktu tujuh tahun. Ada korelasi langsung antara impor beras, harga gabah, dan produksi gabah. Makin sedikit impor, harga gabah meningkat dan produksi meningkat. Di tahun 1998, pemerintahan Presiden Habibie memenuhi LoI dengan IMF, membuka pasar beras Indonesia dengan bea masuk nol persen. Membanjirlah 5,8 juta ton beras impor. Tahun 1999, impor beras mencapai empat juta ton. Harga gabah petani tertekan sampai Rp 700/kg, akibatnya produksi tidak meningkat. Presiden Abdurrahman Wahid mengenakan bea masuk beras 25 persen dan impor berkurang drastis. Pemerintahan Presiden Megawati dengan Inpres No 9/2002 yang berlaku sejak Januari 2003, melarang impor beras, dilanjutkan hingga satu tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Akibatnya, harga beras meningkat, petani mendapat keuntungan. Harga gabah kering panen (GKP) naik menjadi Rp 1.300/kg-Rp 1.500/kg. Produksi beras pun langsung meningkat. Insentif harga yang menguntungkan petani menjadi dorongan besar guna peningkatan produksi, yang membuat kita bisa memenuhi kebutuhan beras sendiri. Pemerintah perlu mengarahkan agar harga beras cukup baik, tidak terlalu mahal, guna melindungi konsumen dan memberi keuntungan kepada petani produsen. Tanggal 1 November 2005, Menperdag Mari E Pangestu mengeluarkan izin bagi Perum Bulog untuk mengimpor 70.500 ton beras dari Vietnam. Harga beras impor lebih murah daripada beras lokal, bukan karena petani kita tak efisien, tetapi karena negeri penghasil kelebihan produksi dan perlu dijual sebelum rusak. Sementara harga beras di negerinya sendiri dijaga untuk tetap menguntungkan petaninya. Dengan kebijakan impor beras, terkesan sedang terjadi kemerosotan kepercayaan diri dan semangat kemandirian pada bangsa ini. Manifestasinya tampak pada orientasi solusi yang diambil. Kekurangan beras, jagung, gula, daging sapi, garam, susu, dan lain-lain solusinya selalu impor. Akibatnya, antara tahun 1998-2001 kita menjadi negara importir beras terbesar di dunia; dan kini setiap tahun kita impor gula 40 persen dari kebutuhan nasional; impor sekitar 25 persen konsumsi nasional daging sapi; impor satu juta ton garam yang merupakan 50 persen dari kebutuhan nasional; dan impor 70 persen kebutuhan susu. Padahal, untuk menghemat devisa dan menyediakan lapangan kerja, kita bisa mengatasinya dengan meningkatkan produksi sekaligus kualitasnya. Diperlukan kepercayaan diri guna merancang masa depan Indonesia. Jangan sampai negara ini masuk perangkap kepentingan pihak-pihak tertentu dan menginginkan menjadi negara pengimpor beras, jagung, ternak sapi, susu, gula, kedelai, dan produk lain yang sebenarnya bisa diproduksi sendiri. Para petani perlu dilindungi dan diberdayakan. Mengembangkan impor pangan yang mampu diproduksi sendiri sulit diterima sebagai kebijakan yang tepat. Di kala inflasi negara ini tinggi, banyak penentu kebijakan berpandangan, untuk menekan inflasi, harga pangan harus ditekan karena merupakan unsur pembentuk inflasi terbesar. Pandangan seperti itu tak adil terhadap petani Indonesia yang telah dihadapkan pada peningkatan biaya produksi dan meningkatnya biaya hidup. Biaya olah tanah dengan hand tractor pada Oktober lalu naik dari Rp 250.000/ha menjadi Rp 450.000/ha. Pupuk urea naik dari Rp 1.200/kg menjadi Rp 1.600/kg, dan langka. Begitu pula dengan benih dan obat pemberantas hama. Dalam suasana seperti itu, menekan harga beras adalah kebijakan bunuh diri. Tanpa insentif harga, produksi akan menurun. Dan karena kebutuhan meningkat, impor pun akan meningkat. Inilah kondisi yang dikehendaki produsen pangan di luar negeri. Ada juga yang mengatakan, sebenarnya mayoritas petani kita adalah petani gurem dan buruh tani yang merupakan nett-consumer yang memerlukan beras murah. Para petani yang ulet memiliki spirit of survival yang amat besar dan mengagumkan. Mereka mampu menyiasati untuk mendapatkan sumber karbohidrat lain yang lebih murah. Mereka memerlukan harga produk yang baik guna mengembangkan diri. Petani beras Cianjur tidak makan beras Cianjur, mereka menjual gabahnya yang mahal dan makan beras yang lebih murah. Para petani mempunyai sumber karbohidrat murah yang beragam, seperti jagung, singkong, ubi jalar, sukun, ganyong, tales, serta sumber protein murah seperti ayam kampung, belut, lele, ikan air tawar, dan telur ayam/bebek. Sebagai negara tropis, Indonesia berpotensi menjadi negara eksportir produk- produk pertanian tropis. Sasaran perlu diarahkan ke sana, karena kita membutuhkan banyak; dengan lebih dulu mencapai sasaran swasembada. Siswono Yudo Husodo Ketua Badan Pertimbangan Organisasi HKTI [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital. http://us.click.yahoo.com/cRr2eB/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **