** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **MEDIA INDONESIA Kamis, 17 November 2005 Penulis buku Islam Melawan Terorisme Zuhairi Misrawi, Peneliti Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), SETIAP kali meletus aksi terorisme, biasanya institusi yang dilirik dan mungkin dituduh adalah pesantren. Wakil Presiden Jusuf Kalla, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan, di masa mendatang bakal ada pengawasan yang ketat terhadap satu dan dua pesantren. Pengasuh Pesantren Raudhatul Thalibin Rembang KH Musthafa Bisri menyatakan bahwa karakter pesantren tidak bisa disederhanakan hanya dalam satu atau dua bentuk. Jumlah karakter pesantren sejumlah kiai itu sendiri. Di sinilah kita harus mengenal lebih dekat karakter pesantren. Sedari dulu, pesantren adalah tidak sekadar pendidikan keagamaan, tetapi yang terpenting dari eksistensi pesantren adalah pemberdayaan masyarakat. Karena itu, bila melihat keberadaan pesantren di tingkat akar rumput, akan ditemukan output dari pesantren adalah melahirkan pemimpin-pemimpin perekat umat (mundzir al-qaum) dan pemberdayaan umat (taghyir al-ummah). Karakter pesantren yang demikian telah memberikan sumbangsih bagi bangsa ini, karena para alumni pesantren mampu memberikan penyadaran terhadap masyarakat untuk mengerem dan meminimalkan radikalisme. Satu hal yang diprioritaskan pesantren adalah soal etika sosial dan penguatan civil society. Nahdhatul Ulama yang sebagian besar basisnya adalah pesantren sangat diuntungkan dengan model swadaya pesantren untuk membekali masyarakat dengan keilmuan keislaman yang dapat membangun harapan dan etos kerja. Lalu, kenapa pesantren selalu dikaitkan dengan terorisme? Biasanya yang sering dijadikan sasaran empuk adalah kitab kuning (al-kutub al-shafra'), yaitu kitab-kitab klasik yang ditulis ulama terdahulu, dan pada umumnya kertasnya warna kuning. Bagi, yang hanya mengenal kitab kuning dari kulit luarnya, kecenderungan yang berkembang adalah resistensi dan antipati. Seolah-olah kitab kuning hanya berisi kemunduran dan keterbelakangan, serta tidak ada keterkaitannya dengan kemajuan. *** Hampir semua pesantren menitikberatkan aspek ini. Karena bahasa, seperti diungkapkan oleh Aristoteles, adalah cermin budaya. Dalam tradisi Islam, bahasa adalah kunci khazanah keislaman. Menguasai bahasa dengan baik adalah jembatan untuk memahami peradaban Islam. George A Makdisi dalam The Rise of Humanism in Islam, menyebutkan salah satu bentuk berkembangnya studi humaniora dalam Islam adalah bermula dari bahasa. Biasanya mereka yang hafal dan memahami kitab-kitab bahasa, baik itu kitab karangan Al-Jurmiya, Al-Imrithi, Alfiya ibn Malik, Dalail al-I'jaz maupun Nahjul al-Balaghah, kecil kemungkinan untuk memahami doktrin keagamaan secara radikal. Karena keindahan dan kelenturan bahasa telah mempengaruhi keindahan dan kelenturan sebuah pemahaman. Apalagi bila membaca Lisan al-'Arab, karya Ibnu al-Mandzur, maka keistimewaan bahasa makin kelihatan. Radikalisme biasanya muncul, tatkala ilmu periwayatan mulai mengambil alih tradisi kebahasaan. Utamanya, setelah berkembang tradisi periwayatan hadis (riwayah). Karena keabsahan sebuah pesan tidak lagi merujuk kepada substansi (matan) sebuah teks, melainkan hanya merujuk aspek mata rantai penukilan teks. Tradisi kebahasaan lalu hilang ditelan masa. Makdisi membenarkan radikalisme dalam tradisi muncul tatkala tradisi periwayatan mengambil alih tradisi kebahasaan. Tradisi puritanisme Wahabi di antaranya mengembangkan model pemahaman seperti ini. Bahkan segala hal yang dianggap tidak sejalan dengan tradisi periwayatan divonis sebagai sebuah kesesatan dengan kaidah yang sangat terkenal, "Setiap yang baru adalah sesat dan setiap yang sesat tempatnya di neraka." (Kullu bid'atin dhalalah wa kullu dhalalatin fi al-narr). Selain tradisi kebahasaan, pesantren juga mempunyai tradisi penalaran filsafat hukum, yang dikenal dengan ushul al-fiqh, yaitu dasar-dasar penalaran hukum Islam. Tradisi filsafat hukum Islam merupakan paradigma universal untuk menghindari dominasi pandangan literal, yang hanya melihat teks keagamaan dari satu sudut pandang. Artinya, teks tidak hanya mempunyai struktur bahasa, tetapi juga mempunyai tujuan-tujuan umum yang membawa semangat keadilan, kemanusiaan, dan kedamaian. Atas dasar ini, harus dipermaklumi bahwa mereka yang mengenal setidaknya kedua tradisi di atas terbukti mempunyai pandangan keagamaan yang toleran, inklusif dan progresif. KH Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Ulil Abshar Abdalla, Masdar F Mas'udi, Said Aqil Siraj dan sejumlah tokoh lainnya adalah mereka yang dibesarkan dari tradisi pesantren yang humanis. Sebaliknya, mereka yang biasanya berpikiran keras dan garang tidak begitu mengenal tradisi keilmuan pesantren dengan baik, utamanya bahasa dan ushul fiqh. Nah, penjelasan di atas makin memperjelas, yang muncul belakangan adalah fenomena baru pesantren, yang biasanya menamakan dirinya sebagai pesantren modern dan pesantren kilat. Kedua pesantren seperti ini biasanya tidak menekankan aspek pendalaman kitab kuning, tetapi hanya mengambil segmen tertentu pesantren, yaitu mengasramakan para santrinya. Pengenalan terhadap keilmuan Islam tidak melalui tradisi dan aspek kesejarahan, melainkan melalui diktat-diktat yang sudah disederhanakan. Tradisi Islam yang berjumlah ratusan, bahkan ribuan kitab kuning, lalu dirangkum dalam kitab-kitab kecil (kutaybat). Bahkan dalam tataran tertentu, mereka hanya mengenal "kitab putih". Aspek kebahasaan biasanya tidak begitu mendapatkan perhatian dari pesantren kitab putih lebih daripada pesantren-pesantren kitab kuning. Aspek kebahasaan di pesantren modern dan pesantren kilat diajarkan secara sepintas, begitu halnya ushul fiqh kurang mendapat perhatian yang mendalam. Karena itu, aspek penalarannya kurang mendapatkan tempat yang semestinya. Artinya, paham keagamaan hanya diterima secara taken for granted, tanpa memberikan alternatif-alternatif pemahaman yang lebih luas. Dengan demikian, harus diakui dalam kaitannya dengan kecenderungan radikalisme dan terorisme mutakhir, pesantren yang berkitab putihlah yang sesungguhnya harus dicermati secara saksama. Lebih-lebih bila pesantren yang berkitab putih terlibat dalam gerakan keagamaan. Sebab penguasaan dan akses yang terbatas terhadap tradisi dan kesejarahan Islam amat memungkinkan untuk mengambil jalan pintas. Lalu, wajah yang dikedepankan dalam keberislaman adalah wajah yang berbau kekerasan serta mengabaikan dimensi toleransi yang inheren dalam esensi Islam. Pesantren yang tidak punya akar tradisi yang kuat sungguh akan menjadi tantangan besar dalam konteks berbangsa dan bernegara. Lebih-lebih bila pesantren kehilangan nuansa dan kulturnya sebagai entitas pemberdayaan masyarakat. Di sinilah perlu pembacaan yang lebih teliti atas tradisi pesantren. Terorisme bukanlah tradisi pesantren. Tapi pesantren yang tidak mempunyai akar tradisi dan penalaran yang kokoh tidak menutup kemungkinan menyediakan doktrin yang memupuk terorisme dan kekerasan lainnya.*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **