[nasional_list] [ppiindia] Pejabat Yang Dikritik

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 1 Dec 2005 02:34:02 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/bpost/122005/1/opini/opini1.htm


Pejabat Yang Dikritik

Oleh : Drs Yuzan Noor MSi



Transparansi (keterbukaan) sudah menjadi kata kunci bagi kelancaran kegiatan 
penyelenggaraan pemerintahan/negara. Kata kunci ini pula dapat menjadi bagian 
dari strategi untuk memperoleh legitimasi dan partisipasi masyarakat, yang 
notabene objek penyelenggaraan kegiatan pemerintahan/negara bersangkutan.

Salah satu bentuk keterbukaan yang akhir-akhir ini mengalir deras adalah 
tuntutan masyarakat kepada pejabat untuk mau dan mampu menerima kritik. 
Terlepas dari mana asal kritik, apakah internal atau eksternal, sifatnya 
konstruktif atau destruktif (seperti yang telah direfleksikan Muhtar Sarman 
dalam Kritik_lah?, BPost Rabu 9 November 2005), kiranya kita perlu lebih 
melebarkan konotasi pejabat yang dituntut lebih terbuka menerima kritik. Kalau 
dibatasi hanya pada pejabat publik (gubernur, bupati/walikota), dikhawatirkan 
akan terbentuk opini masyarakat bahwa yang harus terbuka hanya pejabat publik 
beserta bawahannya. Sedangkan kita tahu, penyelenggara pemerintahan/negara itu 
tidak saja pejabat publik yang melaksanakan fungsi eksekutif, tapi juga 
melibatkan pejabat politik yang memainkan peran legislatif. Bahkan jika 
mengadopsi Teori Trias Politica, maka pejabat yudikatif yang bertugas 
menegakkan hukum/keadilan pun termasuk sebagai penyelenggara 
pemerintahan/negara.

Untuk menyederhanakan pemahaman, tulisan ini membatasi dua kelompok pejabat 
yang harus memiliki kemauan dan kemampuan menerima kritik secara arif dan 
bijaksana. Pejabat dimaksud adalah pejabat publik dan pejabat politik.

Pejabat Publik

Mereka yang tergabung dalam kelompok ini dimulai dari presiden dan pembantunya 
(kabinet) sampai ke tingkat gubernur beserta perangkat daerah propinsi dan 
bupati/walikota dengan perangkat daerah kabupaten/kota termasuk lurah dan 
kepala desa. Dalam terminologi administrasi negara, pejabat publik juga 
dinamakan aparat eksekutif (birokrat). Eksistensi pejabat publik sangat erat 
dan ketat dengan aturan/ketentuan yang mengikat kiprah mereka dalam 
melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan/negara.

Semua pejabat publik tanpa kecuali berada dalam suatu sistem struktural dan 
fungsional. Secara struktural selalu ada yang berposisi sebagai pimpinan 
(atasan), dan tentunya lebih banyak yang berada dalam kapasitas sebagai staf 
(bawahan). Sedangkan pada tataran fungsional, semua tugas/pekerjaan harus 
terbagi habis dalam prinsip distributif atau delegatif, sehingga tidak satu pun 
tugas dan fungsi eksekutif penyelenggaraan pemerintahan/negara yang tersisa.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan/negara dari tingkat tertinggi 
(pemerintah pusat) sampai daerah (pemerintah propinsi, kabupaten/kota), harus 
terjadi interaksi dan pola hubungan yang harmonis serta saling ketergantungan. 
Demikian pula pada level/unit organisasi pemerintahan tertentu (satuan kerja 
perangkat daerah), sejatinya senantiasa tercipta suasana kerja yang kondusif, 
rasa kekeluargaan, kebersamaan dan saling menghargai antarsesama bawahan serta 
saling menghormati antara atasan dan bawahan.

Dinamika internal penyelenggaraan tugas/kegiatan pemerintahan pada setiap 
tingkatannya, mutlak memerlukan partisipasi anggotanya. Salah satu wujud 
partisipasi tersebut adalah adanya kemauan (inisiatif) dan kemampuan dari 
bawahan untuk menyampaikan kritik kepada atasan. Setiap pimpinan tidak boleh 
alergi dan antipati terhadap kritik, apalagi sampai mengambil tindakan sanksi 
yang tidak manusiawi terhadap bawahan yang menyampaikan kritik.

Memang yang dimunculkan pada setiap kritik adalah koreksi terhadap apa yang 
telah, sedang dan (mungkin saja) akan dilakukan atasan dalam menjalankan fungsi 
kepemimpinan, manajemen dan tetek bengek masalah administratif yang 
ujung-ujungnya merupakan kebijakan organisasi bersangkutan. Bagi seorang yang 
memahami dan menghayati serta mampu menerapkan strategi dan seni kepemimpinan 
dan manajerial yang baik, sepedas apa pun kritik yang disampaikan bawahan tidak 
akan mengganggu stabilitas hubungan formal dan personal antara atasan dengan 
bawahan. Terlebih lagi apabila pejabat publik (pimpinan SKPD) yang bertugas 
memberikan pelayanan kepada masyarakat luas seperti: pemberian 
izin/rekomendasi, penerbitan kartu identitas/legalisasi dokumen kependudukan 
dan sebagainya, maka pejabat publik lebih dituntut kepekaan, kearifan, dan 
keterbukaan hati dalam menerima dan merespon kritik.

Atasan harus berjiwa besar menerima kritik. Kalaupun ternyata (persepsi atasan) 
kritik itu destruktif, anggap saja bawahan yang menyampaikan belum mengerti 
masalah sebenarnya. Sikapi kritik bawahan sebagai bentuk orientasi terhadap 
kepentingan organisasi dan wujud komunikasi yang partisipatif. Seperti 
diungkapkan Rensis Likert yang dikutip Miftah Thoha dalam Perilaku Organisasi 
(2001), pemimpin yang bergaya kelompok partisipatif mempunyai kepercayaan 
sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk 
mendapatkan ide dan pendapat lain dari, serta mempunyai niat untuk 
mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif.

Pemimpin juga mendorong bawahan untuk ikut bertanggungjawab membuat keputusan 
dan melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar. Dengan 
demikian, bawahan merasa mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu 
yang bertalian dengan tugasnya bersama atasannya. Likert juga memprediksi, 
manajer yang bergaya partisipatif mempunyai kesempatan untuk lebih sukses 
sebagai pemimpin (leader), dan setiap organisasi yang memiliki pemimpin seperti 
ini sangat efektif menetapkan tujuan dan mencapainya. Pada umumnya, organisasi 
semacam ini lebih produktif.

Sebaliknya bagi bawahan (staf) harus menyadari posisi mereka sebagai pembantu 
pimpinan dalam memikirkan, merumuskan, dan menyusun serta melaksanakan semua 
kebijakan organisasi ke arah tercapainya tujuan. Bawahan harus loyal terhadap 
semua kebijakan pimpinan. Namun loyalitas dimaksud, bukan kesetiaan yang 
cenderung fanatisme terhadap pribadi sang pemimpin. Tapi, diarahkan pada sikap 
berbudaya dan beretika dalam berorganisasi, sebagaimana diamanatkan PP Nomor 42 
Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, khususnya pasal 7 
dan 9 yang memuat sembilan item etika dalam berorganisasi. 

Setiap PNS wajib bersikap, melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan 
yang berlaku, menjaga informasi yang bersifat rahasia, melaksanakan setiap 
kebijakan yang ditetapkan pejabat berwenang, membangun etos kerja untuk 
meningkatkan kinerja organisasi, menjamin kerjasama yang kooperatif dengan unit 
kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan, memiliki kompetensi 
dalam pelaksanaan tugas, patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata 
kerja, mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka 
peningkatan kinerja organisasi, dan berorientasi pada upaya peningkatan 
kualitas kerja.

Jadi, sangat diperlukan komitmen dan aplikasi yang sinergis antara logika yang 
disodorkan Likert dengan amanat yang ditegaskan PP Nomor 42 Tahun 2004 
tersebut. Pimpinan organisasi pemerintahan pada setiap level dan staf (bawahan) 
menjadi satu keterpaduan persepsi, keandalan energi dan kepekaan respon dalam 
menghadapi kritik dari luar organisasi birokrasi.

Pejabat Politik

Komunitas pejabat politik ini dalam bahasa yang lebih populis kita sebut saja 
sebagai wakil rakyat. Struktur ketatanegaraan menempatkan mereka pada MPR (DPR 
+ DPD), DPRD propinsi, DPRD kabupaten/kota. Secara internal, mereka juga 
terpilah ke dalam pimpinan dan anggota masing-masing lembaga perwakilan 
tersebut. Di samping susunan dan kedudukan mereka yang terlibat sebagai panmus, 
panggar, dan alat kelengkapan dewan lainnya.

Kemauan, kemampuan, dan kearifan pejabat politik dalam menerima kritik wajib 
dimiliki. Karena, di samping menjalankan fungsi legislasi, budget, dan 
pengawasan, pejabat politik akan senantiasa berhadapan dengan kontrol dan 
evaluasi dari masyarakat/konstituen mereka. Sikap jiwa besar sebagai negarawan 
yang baik juga akan terlihat, manakala pejabat politik beradu argumen dengan 
pejabat publik (eksekutif) dalam suatu forum (misalnya: hearing). Dengan 
demikian, pejabat politik tidak perlu membabi buta mempertahankan pendapat dan 
martabatnya bila reasoning pejabat publik memang transparan, akuntabel, etis, 
dan jelas untuk kepentingan publik serta demi kelancaran tugas penyelenggaraan 
pemerintahan/negara. Apabila sudah tercipta kesepahaman antara pejabat publik 
dengan pejabat politik tersebut, maka eksistensi kedudukan sebagai sesama unsur 
penyelenggara pemerintahan negara/daerah dapat ditonjolkan dan tidak akan 
terjadi saling mendominasi.

Seiring terjadinya peningkatan kualitas individu wakil rakyat ini, maka 
kualitas kepekaannya terhadap apa yang mereka dengar, lihat, amati, dan rasakan 
juga meningkat. Fenomena akhir-akhir ini yang terjadi adalah keterbukaan 
mengeluarkan kritik antarsesama wakil rakyat, dapat menjadi arena untuk saling 
memberikan koreksi.

Dalam skala lokal dan sangat kasuistis dapat kita simak dari pernyataan salah 
satu anggota DPD Ir HM Said beberapa waktu lalu. Ia menilai tak pernah ada 
anggota DPRD Kalsel yang bersuara lantang menentang aksi illegal minning. 
Pernyataan tersebut kontan mendapat reaksi keras dari berbagai pihak khususnya 
bagi kalangan wakil rakyat Kalsel, Syaifullah Tamliha. Ilustrasi saling silang 
kritik sesama wakil rakyat seperti itu menunjukkan, kritik bukan lagi sesuatu 
yang tabu. Kritik sudah menembus limitasi struktural, kultural dan bahkan mampu 
memancing emosional.

Oleh karena itu, untuk melanjutkan pembangunan bangsa ini bagi pejabat 
(publik/politik) sangat diperlukan keterbukaan, keberanian, jiwa inovatif 
(kreativitas), responsif, akuntabilitas, dan kapabilitas. Namun, tetap 
menjunjung tinggi norma hukum dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, 
berbangsa, dan bernegara.

* Pemerhati bidang pemerintahan dan SDM, tinggal di Tanjung


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today!
http://us.click.yahoo.com/LeSULA/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Pejabat Yang Dikritik