[nasional_list] [ppiindia] Menyederhanakan Sistem Kepartaian

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 23 Nov 2005 01:09:04 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/23/opini/2223191.htm


 
Menyederhanakan Sistem Kepartaian 

Pramono Anung Wibowo



Tampaknya sudah jadi ciri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengambil 
kebijakan secara hati-hati dan relatif lamban.

Hal ini, untuk terakhir kali, terasa dalam rencana pergantian kabinet. 
Masyarakat dipaksa menunggu-bahkan hingga terasa hilang kesabaran-akan apa yang 
akan diputus presiden.

Sebetulnya, kelambanan proses reshuflle tidak semata akibat sifat presiden yang 
cenderung hati-hati. Kita perlu memahami kesulitan presiden dalam 
mengomunikasikan dan mengompromikan rencana keputusannya- yang sebenarnya 
sederhana dan sepenuhnya hak prerogatif Presiden-dengan partai-partai politik 
pendukungnya yang masing-masing memiliki kekuatan di lembaga legislatif. 
Apalagi belum dewasanya partai-partai politik melihat persoalan bangsa, 
kemudian lebih menonjolkan ego dan kepentingan partai.

Di sinilah muncul kerumitan. Saat ini praktis tak ada kekuatan mayoritas di 
DPR. Partai Golkar yang meraih suara terbanyak dalam Pemilu 2004 hanya memiliki 
kekuatan kurang dari seperempat anggota Dewan. Sementara Partai Demokrat, yang 
merupakan partai Presiden, hanya menguasai sekitar 10 persen kursi di DPR.

Kompromi dengan partai

Kini, berdasar komposisi kabinet, presiden didukung enam partai politik dengan 
kekuatan sekitar 63 persen anggota DPR. Problemnya, kekuatan itu terfragmentasi 
secara terlalu luas di antara keenam partai dengan latar belakang ideologi dan 
kepentingan yang beragam.

Dalam mengambil kebijakan, Presiden-yang karena dipilih langsung oleh rakyat, 
seharusnya memiliki kekuatan besar-harus berkomunikasi dan berkompromi dengan 
partai-partai. Masing- masing parpol merasa mempunyai kontrak politik dan 
berhak berhubungan secara langsung dengan Presiden.

Berkompromi dengan enam pihak pasti lebih rumit dibandingkan dengan satu partai 
mayoritas. Kalaupun diperoleh kesepakatan, besar kemungkinan hasilnya tak bulat 
sehingga dapat mengurangi efektivitas implementasi dari rencana yang telah 
disusun.

Fragmentasi politik yang terlalu luas telah menjadi problema lama dunia politik 
Indonesia. Kita ingat Pemilu 1955 menghasilkan pembagian kekuatan yang relatif 
merata di antara PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Keempat partai memiliki kekuatan 
relatif seimbang dan saling independen secara ideologi. Akibat pembagian 
kekuatan ini, saat itu pemerintahan tak pernah dapat berjalan efektif.

Waktu itu pemerintahan tak dapat bertahan lama karena senantiasa mendapat mosi 
tidak percaya dari lembaga legislatif. Ketidakstabilan politik ini menyebabkan 
pelaksanaan kebijakan pemerintah, terutama di bidang ekonomi, terhambat. 
Akhirnya, rakyat menjadi korban karena kehidupan perekonomian mereka malah 
memburuk.

Ketika melihat hasil Pemilu 2004, William Liddle, profesor politik dari Ohio 
State University, menyimpulkan, Indonesia kembali mengalami perluasan 
fragmentasi politik. Ia menilai fenomena itu akan berdampak negatif dan 
melemahkan proses konsolidasi demokrasi. Fragmentasi yang luas di DPR akan 
memperumit pengambilan keputusan. Proses di parlemen akan kian diwarnai 
negosiasi-negosiasi politik yang sering mengabaikan kepentingan publik.

Telaah yang dilakukan Arya B Gaduh dan Raymond Atje dari CSIS menguatkan 
pendapat Liddle. Mereka menyimpulkan, salah satu penyebab lambannya pemulihan 
ekonomi di Tanah Air pascakrisis ekonomi 1997 (dibandingkan dengan Thailand dan 
Korea Selatan) adalah fragmentasi politik. Kondisi politik ikut menyulitkan 
implementasi kebijakan ekonomi.

Penyederhanaan kepartaian

Setelah berhasil dua kali melakukan pemilu secara demokratis, tiba saatnya kita 
beranjak pada agenda demokratisasi berikut. Kini saatnya kita meninggalkan 
eforia pembentukan partai politik menuju penyederhanaan sistem kepartaian. 
Mestinya kini sistem kepartaian telah lebih stabil dan tak lagi dipenuhi 
partai-partai seumur jagung, yang akan berganti baju pada pemilu berikut.

Idealnya, dalam sistem presidensial seperti Indonesia, kita memiliki dua partai 
besar sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Ketika salah satu partai berperan 
sebagai partai pemerintah, partai lainnya menjadi oposisi untuk pengontrol dan 
penyeimbang.

Meski demikian, untuk kasus Indonesia, kita dapat menganggap sistem ideal 
terdiri 4-7 partai politik. Keempat partai dapat mewakili kelompok politik 
aliran yang selama ini berlaku di Tanah Air: kelompok Islam konservatif, Islam 
modernis, nasionalis tengah, dan nasionalis kerakyatan. Kelompok-kelompok lain 
dapat menggabungkan diri dalam keempat mainstream itu. Paling banyak, mungkin 
dapat menoleransi tiga partai tambahan selain keempat kelompok yang telah 
disebutkan.

Sebaiknya proses penyederhanaan partai berjalan alami berdasar kedewasaan 
berpikir para pemimpin partai. Dua pengalaman pemilu rasanya cukup untuk 
meyakinkan kita akan tidak bermanfaatnya membuat partai baru bilamana tidak 
memiliki akar dukungan kuat di masyarakat. Tidak ada salahnya tokoh-tokoh 
politik berjuang melalui partai-partai besar yang telah ada.

Penyederhanaan ini tidak bermaksud menghambat keberadaan partai politik sebagai 
instrumen demokrasi dan manifestasi kebebasan berserikat dan berkumpul yang 
dijamin Pasal 28 UUD 1945. Penyederhanaan semata-mata demi bermanfaatnya 
demokrasi bagi efektivitas kehidupan kebangsaan. Dalam sistem kepartaian yang 
lebih sederhana, pertarungan wacana akan terjadi dalam internal partai-partai 
politik. Biarlah fragmentasi-fragmentasi kecil terjadi di sana.

Penyederhanaan sistem kepartaian menjadi saringan sebelum sebuah wacana dibahas 
di tingkat nasional. Dengan demikian, pengambilan keputusan di tingkat 
pemerintahan akan lebih mudah dan efisien. Siapa pun yang akan menjadi presiden 
yang dipilih langsung oleh rakyat tidak perlu lagi menjadi tawanan politik 
partai-partai pendukungnya.

Pramono Anung Wibowo Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today!
http://us.click.yahoo.com/LeSULA/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Menyederhanakan Sistem Kepartaian