** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/19/utama/2374744.htm Jahit Mulut dan Mogok Makan untuk Keadilan Wisnu Dewabrata Air muka Saodah (32) masih tampak segar sesaat setelah bangun dari tidurnya, Rabu (18/1) pagi itu. Maklum, warga Kampung Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, itu baru genap sehari mogok makan. Terbaring di sebelah Saodah, Manisa (50), warga Desa Waringin Jaya, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. Keduanya sama-sama mengikuti jejak beberapa rekan sesama korban saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET), yang sejak 20 hari lalu menggelar mogok makan di Posko Selamatkan Rakyat Indonesia (SRI) di bekas Kantor PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta. "Saya begini justru karena sayang anak-anak. Bagaimana masa depan mereka kalau setiap hari harus tinggal di tempat yang jelas-jelas berbahaya? Hampir setiap hari kami sakit kepala atau kulit gatal-gatal. Kata dokter, itu pengaruh SUTET," jawab Saodah secara tertulis pada secarik kertas. Memang hanya dengan begitu Saodah berkomunikasi sekaligus menjawab pertanyaan Kompas. Selain tidak bisa berbicara, dia juga mengatakan mulutnya terasa sakit setelah dijahit kemarin. Setiap beberapa saat, Saodah tampak memulas luka di bibirnya dengan cairan antiseptik, yang sebelumnya diteteskan ke atas sejumput kapas. Sesekali dia meringis menahan perih. Sejurus kemudian, di tengah- tengah percakapan, Saodah berhenti menuliskan jawabannya. Kedua matanya menatap lekat ke layar kaca televisi ukuran 14 inci yang memang sengaja ditaruh di salah satu sudut bangunan berbentuk saung bambu itu. Kebetulan salah satu stasiun televisi swasta tengah menayangkan berita ketika Saodah dan Manisa baru datang bergabung sehari sebelumnya. Dalam tayangan itu tampak Saodah dikelilingi dua dari empat putranya. Kedua anak Saodah diwawancarai. Mereka mengaku yakin ibunya hanya akan bertahan meninggalkan mereka paling lama lima hari. Mendengar itu, wajah Saodah menjadi masygul. Matanya sedikit berkaca-kaca memandangi wajah kedua anaknya di layar kaca. "Saya belum mau pulang sebelum PLN mengganti kerugian kami. Anak-anak saya titipkan ke nenek dan saudara. Suami dan anak saya mendukung. Kami mohon PLN jangan sampai membuat warga semakin marah dan sakit hati. Tolong secepatnya selesaikan masalah ini," tulis Saodah lagi. Selain Saodah dan Manisa, beberapa warga yang berasal dari sedikitnya empat kabupaten di Jawa Barat, seperti Bogor, Cianjur, Bandung, dan Sumedang, sudah lebih dahulu menggelar aksi serupa. Mereka antara lain M Safrudin, warga Ciseeng, Bogor, dan Nurdin, warga Cicalengka, Bandung. Keduanya mulai mogok makan tanggal 27 Desember 2005. Dua hari setelah itu menyusul tiga sukarelawan mogok makan lainnya. Tiga orang yang menyusul itu adalah Jajang, asal Desa Tanjung Sari, Kecamatan Bojong Picung, Cianjur; Tarman, asal Desa Cihanjuang, Kecamatan Cihanjuang, Sumedang; dan Romli warga Ciseeng, Kabupaten Bogor. Safrudin dan Nurdin sempat dilarikan masing-masing ke Rumah Sakit (RS) Cipto Mangunkusumo dan RS Moh Ridwan Meuraksa, dua hari menjelang Idul Adha (10 Januari 2006), karena tidak sadarkan diri. Selain mencopot jahitan di mulut keduanya, dokter memberi infus kepada mereka. Setelah semalam dirawat, keduanya dipulangkan ke keluarga masing-masing. Safrudin bahkan mengaku sempat lima hari dirawat di rumah sebelum kemudian kembali ke Jakarta walau tidak untuk meneruskan lagi aksi mogok makannya. Lebih berdampak Sepanjang percakapan Kompas dengan sejumlah pelaku mogok makan maupun warga korban SUTET, mereka percaya bahwa aksi mogok makan yang disertai menjahit mulut itu akan lebih berdampak dan menguntungkan perjuangan mereka. Hal itu bisa dilihat dari maraknya ekspose media massa dan terus berdatangannya sejumlah tokoh, baik dari kalangan selebriti maupun legislatif, mengunjungi para pemogok makan tersebut. Selain mogok makan, mereka beberapa kali juga mendatangi sejumlah lembaga dan instansi terkait. Tidak kurang para korban SUTET berunjuk rasa sambil membawa para pemogok makan itu ke Istana Negara, Gedung MPR/DPR, Mahkamah Agung (MA), sampai ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka juga berencana akan mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Salah seorang anggota Dewan Presidium Ikatan Keluarga Korban SUTET di Kabupaten Cianjur, Dedi Mulyadi, mengaku, aksi mogok makan yang dilakukan sekarang sangat menyedot perhatian masyarakat serta sejumlah tokoh sekaligus mampu menciptakan opini di kalangan mereka. Kondisi itu, tambah Dedi, juga didukung konsistensi perjuangan masyarakat korban SUTET, seperti yang telah dilakukan selama ini. Diakui, dukungan media massa sangat membantu perjuangan mereka. Masalahnya, tinggal sikap pemerintah yang sampai sekarang tidak kunjung menunjukkan kejelasan dan keinginan untuk menyelesaikan masalah. "Saat peringatan 100 hari pemerintahan Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, kami berunjuk rasa di Istana dan ditemui Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng. Dia katakan, pemerintah akan selesaikan masalah ini. Akan tetapi, sampai sekarang tidak ada kejelasan janji itu," ucap Dedi. Aksi mogok makan memang bukan fenomena baru. Tokoh besar asal India, Mahatma Ghandi, sampai para tahanan militer Amerika Serikat (AS) yang dipenjara di Guantanamo pun pernah melakukan hal itu. Mekanisme mogok makan dilakukan sebagai salah satu bentuk perjuangan, baik untuk memprotes ketidakadilan maupun untuk mempertahankan sesuatu yang diyakini, dengan cara jalan damai. Efektif Dalam sejarahnya aksi seperti itu terbilang efektif mengingat pihak penguasa biasanya selalu berupaya mencegah para pelaku mogok makan menjadi semakin populer atau malah menjadi martir ketika mereka tewas saat mogok makan. Dalam kasus perjuangan penyetaraan hak-hak perempuan di Inggris di awal abad ke-20, pemerintahan Inggris bahkan menerapkan satu undang-undang khusus untuk melepaskan tahanan penjara yang sakit karena mogok makan dan kemudian kembali memenjarakan mereka begitu kesehatannya dinyatakan pulih. Dalam kasus SUTET ini, aksi mogok makan telah dijadikan pilihan untuk menyampaikan aspirasi serta kehendak mereka terkait dengan ganti rugi yang layak atas tanah serta harta kekayaan mereka yang rusak atau jatuh nilainya akibat dilewati jaringan SUTET. Hal itu terpaksa dilakukan karena semua saluran resmi yang dinilai mampu memperjuangkan hak mereka dirasakan sudah buntu. Menurut Dedi, upaya menggelar mogok makan seperti itu bukan hanya pernah dilakukan sekarang. Pada pertengahan tahun 1998 lima warga korban SUTET di Cianjur melakukan hal serupa. Mereka yang terdiri dari lima perempuan muda usia 17-an tahun menggelar mogok makan di pinggir ruas jalan desa, yang berada tepat di bawah tiang SUTET. Sayangnya, aksi tersebut terpaksa dihentikan mengingat situasi politik pada waktu itu yang sangat tidak memungkinkan untuk tetap melanjutkan aksi mogok makan, termasuk juga alasan kesehatan dan keselamatan jiwa kelima pemogok makan. Setelah berjalan sekitar seminggu, aksi dihentikan. Menurut catatan Kompas, aksi mogok makan serupa pernah digelar di Desa Ciseeng oleh 17 orang dan terus bertambah menjadi 30 orang, delapan di antaranya perempuan, dalam empat hari. Mereka menuntut ganti rugi tanah yang dilalui jaringan SUTET (Kompas, 6 Juni 2003). Persoalannya sekarang, apakah pemerintah cukup peka dan tidak bertindak ceroboh atau malah masak bodoh sehingga menyebabkan jatuhnya para martir yang tidak perlu? Sudah terlalu lama para korban SUTET mencari keadilan, sementara kepemimpinan nasional sudah berkali-kali berganti. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **