[nasional_list] [ppiindia] Jahit Mulut dan Mogok Makan untuk Keadilan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 19 Jan 2006 00:15:42 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/19/utama/2374744.htm

  
Jahit Mulut dan Mogok Makan untuk Keadilan 


Wisnu Dewabrata



Air muka Saodah (32) masih tampak segar sesaat setelah bangun dari tidurnya, 
Rabu (18/1) pagi itu. Maklum, warga Kampung Malangnengah, Kecamatan Ciseeng, 
Kabupaten Bogor, itu baru genap sehari mogok makan.

Terbaring di sebelah Saodah, Manisa (50), warga Desa Waringin Jaya, Kecamatan 
Bojonggede, Kabupaten Bogor. Keduanya sama-sama mengikuti jejak beberapa rekan 
sesama korban saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET), yang sejak 20 hari 
lalu menggelar mogok makan di Posko Selamatkan Rakyat Indonesia (SRI) di bekas 
Kantor PDI, Jalan Diponegoro, Jakarta.

"Saya begini justru karena sayang anak-anak. Bagaimana masa depan mereka kalau 
setiap hari harus tinggal di tempat yang jelas-jelas berbahaya? Hampir setiap 
hari kami sakit kepala atau kulit gatal-gatal. Kata dokter, itu pengaruh 
SUTET," jawab Saodah secara tertulis pada secarik kertas.

Memang hanya dengan begitu Saodah berkomunikasi sekaligus menjawab pertanyaan 
Kompas. Selain tidak bisa berbicara, dia juga mengatakan mulutnya terasa sakit 
setelah dijahit kemarin.

Setiap beberapa saat, Saodah tampak memulas luka di bibirnya dengan cairan 
antiseptik, yang sebelumnya diteteskan ke atas sejumput kapas. Sesekali dia 
meringis menahan perih.

Sejurus kemudian, di tengah- tengah percakapan, Saodah berhenti menuliskan 
jawabannya. Kedua matanya menatap lekat ke layar kaca televisi ukuran 14 inci 
yang memang sengaja ditaruh di salah satu sudut bangunan berbentuk saung bambu 
itu.

Kebetulan salah satu stasiun televisi swasta tengah menayangkan berita ketika 
Saodah dan Manisa baru datang bergabung sehari sebelumnya. Dalam tayangan itu 
tampak Saodah dikelilingi dua dari empat putranya. Kedua anak Saodah 
diwawancarai.

Mereka mengaku yakin ibunya hanya akan bertahan meninggalkan mereka paling lama 
lima hari. Mendengar itu, wajah Saodah menjadi masygul. Matanya sedikit 
berkaca-kaca memandangi wajah kedua anaknya di layar kaca.

"Saya belum mau pulang sebelum PLN mengganti kerugian kami. Anak-anak saya 
titipkan ke nenek dan saudara. Suami dan anak saya mendukung. Kami mohon PLN 
jangan sampai membuat warga semakin marah dan sakit hati. Tolong secepatnya 
selesaikan masalah ini," tulis Saodah lagi.

Selain Saodah dan Manisa, beberapa warga yang berasal dari sedikitnya empat 
kabupaten di Jawa Barat, seperti Bogor, Cianjur, Bandung, dan Sumedang, sudah 
lebih dahulu menggelar aksi serupa.

Mereka antara lain M Safrudin, warga Ciseeng, Bogor, dan Nurdin, warga 
Cicalengka, Bandung. Keduanya mulai mogok makan tanggal 27 Desember 2005. Dua 
hari setelah itu menyusul tiga sukarelawan mogok makan lainnya.

Tiga orang yang menyusul itu adalah Jajang, asal Desa Tanjung Sari, Kecamatan 
Bojong Picung, Cianjur; Tarman, asal Desa Cihanjuang, Kecamatan Cihanjuang, 
Sumedang; dan Romli warga Ciseeng, Kabupaten Bogor.

Safrudin dan Nurdin sempat dilarikan masing-masing ke Rumah Sakit (RS) Cipto 
Mangunkusumo dan RS Moh Ridwan Meuraksa, dua hari menjelang Idul Adha (10 
Januari 2006), karena tidak sadarkan diri. Selain mencopot jahitan di mulut 
keduanya, dokter memberi infus kepada mereka.

Setelah semalam dirawat, keduanya dipulangkan ke keluarga masing-masing. 
Safrudin bahkan mengaku sempat lima hari dirawat di rumah sebelum kemudian 
kembali ke Jakarta walau tidak untuk meneruskan lagi aksi mogok makannya.

Lebih berdampak

Sepanjang percakapan Kompas dengan sejumlah pelaku mogok makan maupun warga 
korban SUTET, mereka percaya bahwa aksi mogok makan yang disertai menjahit 
mulut itu akan lebih berdampak dan menguntungkan perjuangan mereka.

Hal itu bisa dilihat dari maraknya ekspose media massa dan terus berdatangannya 
sejumlah tokoh, baik dari kalangan selebriti maupun legislatif, mengunjungi 
para pemogok makan tersebut. Selain mogok makan, mereka beberapa kali juga 
mendatangi sejumlah lembaga dan instansi terkait.

Tidak kurang para korban SUTET berunjuk rasa sambil membawa para pemogok makan 
itu ke Istana Negara, Gedung MPR/DPR, Mahkamah Agung (MA), sampai ke Gedung 
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka juga berencana akan mendatangi 
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Salah seorang anggota Dewan Presidium Ikatan Keluarga Korban SUTET di Kabupaten 
Cianjur, Dedi Mulyadi, mengaku, aksi mogok makan yang dilakukan sekarang sangat 
menyedot perhatian masyarakat serta sejumlah tokoh sekaligus mampu menciptakan 
opini di kalangan mereka.

Kondisi itu, tambah Dedi, juga didukung konsistensi perjuangan masyarakat 
korban SUTET, seperti yang telah dilakukan selama ini.

Diakui, dukungan media massa sangat membantu perjuangan mereka. Masalahnya, 
tinggal sikap pemerintah yang sampai sekarang tidak kunjung menunjukkan 
kejelasan dan keinginan untuk menyelesaikan masalah.

"Saat peringatan 100 hari pemerintahan Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden 
Jusuf Kalla, kami berunjuk rasa di Istana dan ditemui Juru Bicara Kepresidenan 
Andi Mallarangeng. Dia katakan, pemerintah akan selesaikan masalah ini. Akan 
tetapi, sampai sekarang tidak ada kejelasan janji itu," ucap Dedi.

Aksi mogok makan memang bukan fenomena baru. Tokoh besar asal India, Mahatma 
Ghandi, sampai para tahanan militer Amerika Serikat (AS) yang dipenjara di 
Guantanamo pun pernah melakukan hal itu.

Mekanisme mogok makan dilakukan sebagai salah satu bentuk perjuangan, baik 
untuk memprotes ketidakadilan maupun untuk mempertahankan sesuatu yang 
diyakini, dengan cara jalan damai.

Efektif

Dalam sejarahnya aksi seperti itu terbilang efektif mengingat pihak penguasa 
biasanya selalu berupaya mencegah para pelaku mogok makan menjadi semakin 
populer atau malah menjadi martir ketika mereka tewas saat mogok makan.

Dalam kasus perjuangan penyetaraan hak-hak perempuan di Inggris di awal abad 
ke-20, pemerintahan Inggris bahkan menerapkan satu undang-undang khusus untuk 
melepaskan tahanan penjara yang sakit karena mogok makan dan kemudian kembali 
memenjarakan mereka begitu kesehatannya dinyatakan pulih.

Dalam kasus SUTET ini, aksi mogok makan telah dijadikan pilihan untuk 
menyampaikan aspirasi serta kehendak mereka terkait dengan ganti rugi yang 
layak atas tanah serta harta kekayaan mereka yang rusak atau jatuh nilainya 
akibat dilewati jaringan SUTET. Hal itu terpaksa dilakukan karena semua saluran 
resmi yang dinilai mampu memperjuangkan hak mereka dirasakan sudah buntu.

Menurut Dedi, upaya menggelar mogok makan seperti itu bukan hanya pernah 
dilakukan sekarang. Pada pertengahan tahun 1998 lima warga korban SUTET di 
Cianjur melakukan hal serupa. Mereka yang terdiri dari lima perempuan muda usia 
17-an tahun menggelar mogok makan di pinggir ruas jalan desa, yang berada tepat 
di bawah tiang SUTET.

Sayangnya, aksi tersebut terpaksa dihentikan mengingat situasi politik pada 
waktu itu yang sangat tidak memungkinkan untuk tetap melanjutkan aksi mogok 
makan, termasuk juga alasan kesehatan dan keselamatan jiwa kelima pemogok 
makan. Setelah berjalan sekitar seminggu, aksi dihentikan.

Menurut catatan Kompas, aksi mogok makan serupa pernah digelar di Desa Ciseeng 
oleh 17 orang dan terus bertambah menjadi 30 orang, delapan di antaranya 
perempuan, dalam empat hari. Mereka menuntut ganti rugi tanah yang dilalui 
jaringan SUTET (Kompas, 6 Juni 2003).

Persoalannya sekarang, apakah pemerintah cukup peka dan tidak bertindak ceroboh 
atau malah masak bodoh sehingga menyebabkan jatuhnya para martir yang tidak 
perlu? Sudah terlalu lama para korban SUTET mencari keadilan, sementara 
kepemimpinan nasional sudah berkali-kali berganti.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Jahit Mulut dan Mogok Makan untuk Keadilan