[nasional_list] [ppiindia] Di Luar Enaknya Ketupat

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Fri, 04 Nov 2005 09:24:05 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com ******* sangat menyejukkan, mendengar 
gaung kalimat ini:

"..Idul Fitri, hari raya yang menyimbolkan kemenangan fitrah manusia, 
sebenarnya memiliki komitmen yang amat jelas tentang pentingnya 
memperjuangkan keadilan sosial. 

Sebab, tanpa kesetaraan umat manusia dalam memperoleh sumber-sumber 
kehidupan, apalah arti mencari kesalehan diri sendiri dengan puasa 
jika ibadah yang menyampaikan pesan moral tentang bahaya kerakusan 
ini hanya berhenti sebagai ritual rutin sambil menyisakan lestarinya 
ketimpangan harkat dan martabat umat manusia, di mana-mana...."






Di Luar Enaknya Ketupat 


Moeslim Abdurrahman

Dalam sebuah majelis Ramadhan seorang ustadz sedang asyik menerangkan 
apa saja yang membatalkan puasa. Tiba-tiba seorang hadirin mengajukan 
pertanyaan yang agak nakal.

Pertanyaannya, apakah puasa seseorang menjadi batal jika di siang 
hari, waktu kerja di kantor, melakukan korupsi dengan memanipulasi 
kuitansi.

Ustadz itu agak bingung menjawabnya karena pertanyaannya tidak lazim 
jika harus dikaitkan dengan soal fikihnya puasa. Namun, seorang 
ustadz biasanya tidak kehabisan jawaban. Dijawablah, soal orang 
korupsi sebenarnya dilarang agama di bulan apa pun, apalagi di bulan 
puasa yang suci.

Menyadari pertanyaannya kurang pas, si penanya buru-buru memodifikasi 
dengan pertanyaan lanjutan, apakah harta hasil korupsi wajib 
dikeluarkan sedekah dan zakatnya? Pertanyaan itu bagi seorang ustadz 
lebih gampang dan jelas mencari hukum agamanya karena harta korupsi 
sama halnya dengan mencuri. Karena itu, harta haram itu tidak boleh 
dikeluarkan zakatnya.

Menggugah iman

Pertanyaan dan jawaban itu, bagi siapa pun yang mengikuti majelis 
pengajian, akan terperanjat mendengarnya dan bagi orang-orang 
tertentu mungkin amat menggugah imannya.

Jika pertanyaan seperti itu muncul menjadi wacana sentral agama, 
misalnya boleh dipertanyakan apakah seseorang yang melakukan korupsi 
dan merugikan kepentingan rakyat banyak bisa dianggap termasuk 
berdosa besar? Dengan demikian, boleh jadi hal itu tergolong dosa 
yang bisa membatalkan keislamannya atau paling kurang segala 
ibadahnya akan ditolak Allah SWT. Dampaknya, apakah orang seperti ini 
layak berpuasa?

Kita tak habis pikir, mengapa kadang kita tergoda untuk 
mempertanyakan hal-hal seperti itu sebagai keresahan moralitas. 
Padahal, jika kita mau beragama yang tenang dan tidak terlalu resah, 
soal orang berdosa seperti koruptor jangan terlalu didramatisasi dan 
dikaitkan dengan status keberagamaannya. Toh pelaku korupsiâ?"dari 
segi fikih, seperti tindak kriminal lainnya (karena bukan termasuk 
syirik, yakni dosa yang tak terampuni)â?"kalau mau gampangnya, asal 
mereka mau bertobat dan di bulan Ramadhan banyak bersedekah serta 
menebar kedermawanan dengan ikhlas sambil berpuasa yang khusyuk, 
insya Allah di hari Idul Fitri siapa tahu akan termasuk golongan 
orang yang secara spiritual bagai lahir kembali, sama layaknya anak 
baru lahir, bersih dan suci karena ampunan-Nya.

Agama, apabila harus direnungkan, sebenarnya tidak cukup hanya 
menjalankan ritual. Agama lebih dari itu, sebagai penghayatan rohani, 
bagaimanapun amat dibutuhkan interpretasi, perspektif, dan kesadaran 
yang dinamis. Sebab, seperti puasa, orang bisa menjalankan ibadah 
dengan khusyuk sambil berharap mendapat pahala dan ampunan-Nya meski 
tanpa harus memetik perspektif kesadaran yang bersifat emansipatoris.

Dari mana semangat emansipasi semacam itu bisa muncul dalam ibadah 
puasa, meski mereka yang melaksanakannya dengan perjuangan spiritual 
yang gigih berhasil menahan lapar dan dahaga di siang hari, toh 
kebanyakan teks makna puasa yang disampaikan para dai dan ustadz 
tidak menyentuhnya ke wilayah itu.

Akhirnya, semua tergantung kita. Dari sudut pandang mana kita hendak 
memberi makna ritual yang dilakukan sendiri, apakah puasa dimaksudkan 
sebagai penyucian dosa, atau sebagai mekanisme refleksif guna 
memperluas pandangan hidup, atau bisa juga bagian untuk sekadar 
memperkuat pencitraan diri dalam gaya hidup kesalehan?

Sekali lagi, pada hakikatnya, jika mau jujur, pemaknaan keberagamaan 
seseorang tidak terdapat dalam teks-teks ritual. Namun, sesuatu yang 
baru muncul saat ritual itu dilaksanakan dalam pergulatan hidup 
keseharian, dalam realitas obyektif yang terus berubah. Di sanalah 
muncul berbagai pertanyaan spiritual yang menantang keberagamaan kita 
semua.

Seperti soal korupsi dan meluasnya bentuk kemungkaran sosial lainnya 
(yang mungkin belum muncul saat para ulama menyusun fikih puasa), 
setiap kita melaksanakan puasa tentu telah menjumpai tantangan 
spiritualitas berbeda-beda. Dengan demikian, kesadaran moralitas yang 
diharapkan dari menjalankan ibadah puasa amat bergantung pada sejauh 
mana kita berani memperhadapkan keberagamaan yang kita hayati dengan 
tantangan kemanusiaan dan peradaban.

Di zaman ekonomi negeri ini sedang tumbuh, mereka yang berduit dan 
antusias membentuk gaya hidup kesalehannya mungkin merasa 
perluâ?"misalnyaâ?"menyewa ruangan di hotel mewah sebagai tempat 
tarawih agar terasa nyaman dan bergengsi. Secara sosial, hal ini 
tidak dipandang sebagai gejala berlebihan dan mencolok.

Coba bandingkan dengan keadaan sekarang. Negeri ini terus terpuruk. 
Di mana-mana orang kehilangan pekerjaan. Jumlah orang miskin 
meningkat, penderita busung lapar membengkak, dan kualitas 
kesengsaraan rakyat meningkat.

Dengan demikian, apakah berpuasa tidak harus memiliki kepekaan 
terhadap mereka yang menderita?

Kemiskinan

Bagi orang-orang yang lapar sepanjang hari, bahkan sepanjang bulan 
dan tahun, mereka tak tahu bagaimana secara agama harus menghayati 
rasa kelaparannya. Sebab, mereka bukan lapar dalam rangka ibadah. 
Bahkan, kebanyakan di antara mereka yang menderita sosial ini tak 
tahu mengapa nasibnya menjadi kaum miskin yang lapar.

Mereka juga bukan bagian dari pengikut hunger ideology, yaitu mereka 
yang takut kenyang, takut gemuk, dan takut kebanyakan kolesterol 
sehingga perlu diet ketat dan membiasakan sedikit lapar. Sudah tentu, 
keadaan mereka yang lahir miskin, hidup sengsara dan mati miskin, 
tidak lain karena faktor struktural yang tidak mungkin bisa berubah 
tanpa ada kekuatan politik yang memihak nasib mereka.

Harus diakui, ibadah puasa bukan mekanisme politik untuk itu. Namun, 
jika saja syariah puasa secara moral dan spiritualitas tidak ikut 
menumbuhkan semangat pemerdekaan sosial, dari mana lagi masih muncul 
harapan perubahan saat infrastruktur sosial sekarang ini hampir 
semuanya lumpuh, termasuk negara yang gagal.

Karena itu, jangan lupa saat lapar sebagai ibadah telah berakhir 
dengan suasana kegembiraan menikmati makanan enak, ingatlah bahwa 
mereka yang lapar beneran jumlahnya kian banyak dan hanya dengan 
perjuangan keadilan sosial mereka akan mempunyai peluang menjadi 
orang saleh dan manusiawi yang sama gembiranya dengan keadaan kita di 
hari Lebaran seperti ini.

Idul Fitri, hari raya yang menyimbolkan kemenangan fitrah manusia, 
sebenarnya memiliki komitmen yang amat jelas tentang pentingnya 
memperjuangkan keadilan sosial. Sebab, tanpa kesetaraan umat manusia 
dalam memperoleh sumber-sumber kehidupan, apalah arti mencari 
kesalehan diri sendiri dengan puasa jika ibadah yang menyampaikan 
pesan moral tentang bahaya kerakusan ini hanya berhenti sebagai 
ritual rutin sambil menyisakan lestarinya ketimpangan harkat dan 
martabat umat manusia, di mana-mana.

Selamat Lebaran, minalaidin walfaizin.

Moeslim Abdurrahman Antropolog, Ketua Al Maun Institute, Jakarta







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: