** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.laksamana.net/read.php?gid=102 September, 30 2005 @ 07:55 am Coup '65: Perlunya Perjuangan Budaya Menjelang 40 tahun peringatan tragedi 1965, sudah banyak sekali diterbitkan buku-buku yang mengisahkan pengalaman para korban Gestok 1965. Semua penerbitan buku ini merupakan langkah positif dalam upaya menempatkan perspektif 'para korban' dalam melihat 'tragedi kemanusian' disekitar kejadian Gerakan Satu Oktober 1965 (Gestok). Suatu tragedi kemanusiaan yang menjadi suatu sisi gelap dari sejarah bangsa ini. Perpektif para korban ini patut menjadi landasan utama dalam melihat tragedi kemanusian baik menyangkut Gestok ataupun kasus lainnya, sebab telah menjadikan 'para korban' sebagai pelaku-pelaku utama sejarah yang harus didengar suaranya untuk memperbaiki hancurnya 'politik kemanusian' dinegeri ini. Menjadikan 'para korban' sebagai pelaku utama sangat penting sebab akan menjadi semacam 'kesaksian' bahwa peristiwa Gestok bukan cuma matinya tujuh orang jendral, awal penggulingan Soekarno atau karena perang dingin, tapi menjadi awal dari suatu 'pembenaran politik' bagi suatu kekuasaan negara yang melakukan praktek sistematis dan teroganisir untuk membantai kemanusiaan tanpa pernah merasa bersalah atau berdosa. Pengalaman 'para korban' ini justru lebih penting lagi, bukan hanya ditujukan kepada negara, tapi kepada generasi sekarang dan mendatang yang tidak pernah sama sekali mendapatkan 'perspektif kemanusiaan' dari peristiwa Gestok, selain propaganda negara atau analisi politik konspiratif yang semakin membingungkan. Dengan makin banyaknya penerbitan kesaksian dari perspektif para korban, maka akan menjadi suatu mata rantai, yang tidak hanya akan menyatukan sesama korban, tapi lebih penting lagi dapat membangun jembatan kemanusiaan dengan generasi sekarang atau generasi mendatang. Mengharapkan negara akan dapat menghargai 'perspektif para korban' adalah sebuah proses politik yang tidak mudah. Bila melihat para pelaku politik utama dan proses politik yang berlangsung dalam berbagai lembaga negara sekarang ini, tampaknya kita patut tidak terlalu banyak berharap. Jangankan untuk memihak bahkan untuk mendengarpun telinga mereka sudah keburu tuli. Justru para politisi di DPR, eksekutif dan parpol akan lebih cenderung untuk melegitimasi negara sebagai benteng pelindung untuk memberikan impunitas secara politik dan legal kepada pihak-pihak dan pelaku yang harus bertanggungjawab. Strategi yang hanya terfokus pada 'meminta pertangungjawaban atau perhatian dari negara' akan mudah melahirkan rasa skeptis dan putus asa melihat keruhnya dunia politik sekarang ini. Akses dan dukungan kekuatan politik dominan pada para korban yang boleh dikatanan 'tidak ada sama sekali' seharusnya menyadarkan kita, bahwa strategi yang bersandarakan pada 'proses politik' semata justru akan lebih mungkin menuju jalan buntu sekarang ini. Bila strategi yang berkorelasi dengan 'proses politik' sangat sulit diharapkan membela para korban, maka harus ada strategi baru yaitu semacam 'strategi kebudayaan' yang lebih bermakna social dan penyadaran, semacam rekonsiliasi social-budaya dengan berbagai kelompok masyarakat atau generasi muda yang relatif 'lebih terbuka hati dan kesadarannya' pada proses emansipasi kemanusiaan, tanpa banyak 'terkontaminasi' oleh kebohongan negara Orba dan kepentingan politik pragmatis. Strategi kebudayaan ini harus lebih memprioritaskan perhatian dan energinya dengan melibatkan generasi sekarang atau generasi muda. Sebuah kelompok social yang secara politis tidaklah menjadi bagian dari politik korporatis Orde Baru, namun tidak mendapatkan perspektif lain untuk bersikap adil terhadap sejarah dan para korban. Pemutaran film dokumener Shadow Play yang menganalisa konspirasi internasional dibalik Gestok 1965 di Goethe Haus pada tahun 2003 menjadi suatu fakta bahwa para pelajar SMU dari sekitar 30 SMU di DKI Jakarta begitu antusias dan mulai berpikir kembali tentang peristiwa 1965 dari perpektif yang lebih beragam, tidak melulu dari 'perspektif negara'. Bahkan dari berbagai komentar yang muncul, kebanyakan mereka merasa telah diberikan 'informasi sesat' oleh negara disekitar kejadian tersebut. Inisiatif dari puluhan SMU di DKI Jakarta untuk mendatangkan siswa-siswanya untuk menyaksikan film Shadow Play menjadikan suatu fakta bahwa gerakan kebudayaan, dengan mengambil medium apapaun, ternyata akan lebih memberikan kontribusi dari sekedar 'proses politik' yang sangat bebal. Salah-satu gerakan kebudayaan yang terkait dengan kejadian 1965 dan para korbannya adalah pekerjaan diam-diam tanpa banyak publikasi dari sekitar 80 orang ahli sejarah untuk 'membenahi sejarah sekitar 1965' dengan memasukan juga tragedi kemanusian yang harus dialami oleh para tapol PKI dan keluarganya. Tim ini mencoba 'bersikap adil' pada sejarah, sebagai suatu cara untuk membangun rekonsiliasi. Dr Anhar Gonggong, salah seorang anggota penyusun buku ini bahkan berani mengatakan, mereka akan mundur bila negara melakukan intervensi atas draft buku sejarah yang sedang mereka susun. Namun sampai hari ini belum diketahui apa hasil nyata dari tim ini. Jangan-jangan ada intervensi politik yang menjegalnya. Dua contoh gerakan kebudayaan diatas menunjukan bahwa proses untuk 'adil terhadap sejarah' dan 'adil pada para korban' dapat juga diperjuangkan melalui straegi kebudayaan, suatu bentuk perjuangan yang memang tidak 'seriuh' strategi perjuangan politik. Strategi kebudayan ini bukan tidak akan bersingungan dengan proses politik atau menjadi suatu kawasan 'steril politik'. Justru dia akan berkorelasi dengan proses politik, namun dengan proses politik yang lain, yaitu politik kemanusiaan, suatu perjuangan politik yang tidak bertujuan untuk kekuasaan, tapi untuk memperjungkan penghormatan kepada kemanusian. Dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi 1965, adalah perlu untuk memikirkan berbagai insiisaitf dengan medium perjuangan budaya, agar perspektif para korban semakin luas didengar dan dirasakan oleh banyak orang, terutama kepada generasi muda yang akan menjadi kekuatan pengubah peradaban di masa depan. Menaburkan kesadaran kemanusiaan pada generasi muda ini, semoga akan 'menuai' suatu generasi baru yang akan menghargai kemanusiaan diatas segalanya. By: Nor Hiqmah | Category: Coup '65 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **