[nasional_list] [ppiindia] BBM Naik, Pendidikan Tidak Gratis

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 25 Nov 2005 00:17:13 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/25/opini/2237955.htm


     

      BBM Naik, Pendidikan Tidak Gratis 


      Darmaningtyas



      Pendidikan gratis merupakan wacana yang dikembangkan pemerintah pada awal 
2005 untuk mendukung kenaikan harga BBM. Asumsinya adalah harga BBM di 
Indonesia sangat rendah karena negara memberikan subsidi sangat besar (mencapai 
Rp 89 triliun/tahun).

      Bila harga BBM naik, maka subsidi yang besar itu dapat dialihkan untuk 
membiayai bidang pendidikan dan kesehatan sehingga keduanya bisa gratis. Wacana 
itu mendapat dukungan sejumlah aktivis prodemokrasi melalui iklan terbuka di 
media massa. Mereka meyakini pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf 
Kalla (populer disingkat SBY-JK) tulus di dalam menepati janji-janji pendidikan 
dan kesehatan gratis.

      Secara akal sehat, asumsi tersebut mudah diterima, terutama bila dasarnya 
hanya ekonomi semata. Seorang akuntan akan dengan mudah membukukan pengeluaran 
dari yang semula untuk subsidi BBM kemudian dialihkan untuk subsidi pendidikan 
dan keseharian dengan jumlah yang sama sehingga pendidikan dan kesehatan bisa 
gratis beneran.

      Namun, yang terjadi di lapangan tidak demikian. BBM dalam satu tahun naik 
dua kali, tapi pendidikan dan kesehatan tetap tidak gratis! Mengapa? Karena 
keputusan menaikkan harga BBM bukan sekadar pertimbangan ekonomis saja, tapi 
jauh lebih penting adalah pertimbangan politik. Maka yang terjadi kemudian 
adalah pengalihan dana subsidi BBM ke sektor lain, bukan sekadar kalkulasi 
ekonomis semata, tapi politis. Pertimbangan politik menyatakan bahwa dana 
subsidi BBM tidak dialihkan untuk membiayai pendidikan dan kesehatan, tapi 
untuk membayar bunga dan cicilan utang.

      Bila pertimbangannya adalah ekonomi semata dan logika yang dibangun 
konsisten memihak orang miskin, maka mestinya besaran dana subsidi BBM yang 
dipotong itu dialihkan sepenuhnya untuk pembiayaan kebutuhan sosial dasar 
sehingga untuk bidang pendidikan dan kesehatan betul-betul gratis. Tapi, 
kenyataannya adalah besaran dana kompensasi BBM untuk program sosial dasar 
hanya sekitar 15 persen saja dari besaran subsidi BBM yang dipotong, yaitu 
kompensasi untuk kebutuhan pangan sebesar Rp 5,4 triliun, kesehatan sebesar Rp 
2,17 triliun, dan pendidikan Rp 5,6 triliun. Dengan pengalihan dana subsidi BBM 
yang sangat kecil itu, maka pendidikan dan kesehatan tidak mungkin gratis.

      Lalu ke mana larinya dana hasil pemotongan subsidi BBM yang tidak 
dialihkan untuk kebutuhan sosial dasar tersebut? Untuk bayar utang (luar dan 
dalam negeri)! Pertanyaan berikutnya adalah mengapa pilihan bayar utang itu 
justru diprioritaskan dan meminta pengorbanan semua warga, utamanya kaum 
miskin? Itulah masalah politis!

      Niat

      Pascakenaikan BBM (1/3/2005) muncul niat untuk melaksanakan pendidikan 
gratis. Tapi, entah bagaimana proses politik yang terjadi, wacana itu hilang 
dan kemudian muncul BOS (bantuan operasional sekolah). Sumber BOS berasal dari 
dana kompensasi kenaikan BBM tadi. Munculnya BOS ini memupus harapan masyarakat 
terhadap konsep pendidikan gratis. Jika semula kompensasi kenaikan harga BBM 
itu akan dialokasikan untuk 9,6 juta murid tidak mampu, dengan adanya BOS dana 
itu dibagi rata untuk semua sekolah sesuai dengan jumlah murid. Konsekuensinya 
masing-masing sekolah mendapat bagian terbatas sehingga tidak bisa untuk 
menggratiskan semua murid.

      Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Suyanto dalam dialog di 
TVRI (5/10/2005) mengakui bahwa BOS hanya mampu meng-cover sepertiga dari biaya 
operasional sekolah. Artinya, tidak seluruh kebutuhan operasional sekolah dapat 
di-cover dari BOS. Konsekuensinya adalah sekolah masih diizinkan untuk menarik 
biaya lagi dari masyarakat. Meskipun dalam aturan dijelaskan bahwa yang boleh 
menarik SPP itu hanya sekolah-sekolah yang sebelum ada BOS, SPP-nya di atas BOS 
dan besaran pungutan adalah selisih antara BOS dengan SPP sebelumnya, tapi 
kenyataannya di lapangan semua sekolah tetap memungut SPP dari murid. Hanya 
sedikit yang gratis benar.

      Ketidaktegasan aturan inilah yang merupakan celah bagi pihak sekolah 
untuk tetap memungut biaya dari murid. BOS bagi orangtua murid justru 
menyusahkan mereka. Sebab, ketika menuntut pendidikan gratis dijawab 
pemerintah, "Kan sudah ada BOS". Tapi ketika tanya ke sekolah, dijawab: "BOS 
tidak mencukupi untuk menggratiskan murid".

      Bagi orangtua murid, BOS itu pun berarti "bikin orangtua susah". Wajar 
bila sebagian murid SMPN III, Kasihan Bantul, DI Yogyakarta, medio Oktober, 
mogok menolak kenaikan SPP dari Rp 20.000 menjadi Rp 27.000, karena kenaikan 
itu terjadi justru setelah ada BOS. Dan ironisnya, Sunari SPd, kepala sekolah 
setempat, menyatakan, "Tak dapat mengubah biaya SPP". Bagi sekolah, BOS rupanya 
singkatan dari "buat/biang obyekan sekolah".

      Pascakenaikan harga BBM 1 Oktober 2005, posisi orangtua murid makin 
susah. Ongkos transportasi umum naik 100 persen. Padahal kita semua tahu, 
pelajar pengguna transportasi umum itu justru berasal dari keluarga miskin yang 
menurut jargon pemerintah akan diselamatkan melalui kenaikan BBM. Tapi, 
sebaliknya, mereka justru memikul beban ganda dari kenaikan harga BBM tersebut. 
BOS tidak mampu meng-cover biaya transportasi bagi murid yang miskin dan 
gurunya pun tidak sempat berpikir ke sana.

      Kesalahan pemerintah adalah tidak konsisten membuat kebijakan. Subsidi 
BBM dipotong, katanya untuk kaum miskin, tapi ternyata untuk bayar utang. 
Pendidikan dan kesehatan belum gratis, namun sudah bagi-bagi uang Rp 100.000/KK 
yang menimbulkan masalah dan menaikkan gaji DPR dan pejabat. Mestinya dana itu 
dikonsentrasikan dulu untuk pendidikan dan kesehatan, setelah keduanya beres, 
baru buat program lain. Sebab bila pendidikan dan kesehatan betul-betul 
gratis-tis (bukan cuma jargon), maka orang miskin sebetulnya sudah tertolong.

      Jalan keluar

      Bagaimana jalan keluarnya?

      Pertama, pemerintah harus konsisten, dana subsidi BBM yang dipotong itu 
hendaknya dialihkan untuk pelayanan kebutuhan sosial dasar, bukan untuk bayar 
utang. Juga bukan untuk kenaikan gaji pejabat negara. Sebab yang paling 
menderita atas kenaikan BBM itu adalah masyarakat, bukan kreditor dan pejabat. 
Penggratisan tidak berarti menutup partisipasi publik karena partisipasi publik 
ditekankan pada perencanaan dan kontrol. Sedangkan partisipasi dalam bentuk 
pendanaan bisa melalui sumbangan sukarela. Namanya sukarela tidak boleh 
dipaksa. Tapi, yang mampu juga tidak boleh berpura-pura miskin. Jadi 
pemerintahnya harus konsisten agar warganya peduli.

      Kedua, mulailah mengembangkan pajak progresif yang hasilnya untuk 
membiayai pendidikan bermutu dan gratis untuk semua (kaya dan miskin). Jangan 
salah mengerti bahwa yang kaya kok disubsidi. Mereka juga bayar sekolah, tapi 
melalui pajak yang tinggi. Itu semua bukan utopia, tapi bisa terlaksana, 
seperti di negara-negara kesejahteraan asal pengelolaannya sungguh-sungguh dan 
jujur. Jangan petugas pajaknya saja yang kaya raya.

      Ketiga, pemerintah harus kreatif dan jeli dalam melaksanakan program. 
Masalah DO tidak bisa dipecahkan dari lingkup sekolah saja, tapi bisa melalui 
peningkatan ekonomi keluarga. Oleh sebab itu, program-program padat karya perlu 
diciptakan untuk kaum miskin agar ekonomi mereka tetap berputar sehingga punya 
semangat menyekolahkan anaknya. Nelayan-yang nyata-nyata kaum miskin-diberikan 
subsidi bahan bakar agar masih tetap bisa melaut.

      Keempat, saatnya pemerintah/pemda menyediakan angkutan umum khusus 
pelajar (di kota dan desa) yang biaya operasionalnya ditanggung 
pemerintah/pemda. Atau membangun jalur khusus sepeda untuk melayani jarak 
pendek (kurang dari 5 km) agar warga miskin tidak terancam DO karena tidak 
mampu bayar ongkos transportasi yang lebih besar daripada SPP-nya.

      Sekarang DO di pedesaan dan kalangan miskin kota terjadi karena mahalnya 
ongkos transportasi. Bila tidak mau menempuh keduanya itu, maka betul juga 
bunyi SMS nakal: SBY-JK itu singkatan dari "susah bensin ya jalan kaki"! Kata 
orang Yogya ini akibat dari BBM=bola-bali mundak (berulang kali naik) sehingga 
hidup "sengsara bersama Yudhoyono".

      Darmaningtyas Pengurus YSIK (Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan) 
dan Perkumpulan Praxis di Jakarta
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today!
http://us.click.yahoo.com/LeSULA/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] BBM Naik, Pendidikan Tidak Gratis