[breaktime-corner] Biografi Singkat 1925 - 2006 (Pramoedya Ananta Toer)

  • From: "gunawan prakoso" <gunawan.prakoso@xxxxxxxxx>
  • To: <tea-corner@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Tue, 14 Feb 2012 17:12:00 +0700

Biografi Singkat 1925 - 2006 (Pramoedya Ananta Toer)




 


A. Silsilah


Ayah Pram bernama Mastoer ( lahir pada 05 Januari 1896 ), beliau adalah
seorang guru, sedangkan ibunya bernama Oemi Saidah. Selain seorang guru,
Mastoer pernah menjadi kepala sekolah Institut Boedi Oetomo dan aktivis PNI
cabang Blora. Sementara itu, Oemi Saidah atau Siti Kadariyah lahir pada
tahun 1907. Saidah adalah anak penghulu Rembang yang bernama Haji Ibrahim
dengan istri selirnya Satimah. Kakek Pram dari garis ibu mengambil selir
disebabkan ia sudah dua kali ditimpa kemalangan, yaitu kematian istrinya.
Menurut nasihat "orang pintar", perkawinannya bisa selamat jika menikah
keempat kalinya. Jadi sebagai selingan, ia mengambil selir bernama Satimah,
nenek Pram.

Saidah lulus HIS pada 1922. Sayangnya, ia tidak mendapatkan izin melanjutkan
studi ke Van Deventerschool (sekolah kerajinan untuk gadis) di Semarang
seperti yang diharapkannya. Penyebabnya adalah ia sudah bertunangan dengan
guru Mastoer yang tidak bersedia menunda perkawinannya lebih dari satu
tahun. Perkawinan Mastoer dengan Saidah yang konon baru berumur 15 tahun
berlangsung pada tahun 1922.

Pramoedya Ananta Toer lahir pada 06 Februari 1925 di Kampung Jetis, Blora,
Jawa Tengah, sebagai anak pertama. Ibunya selalu memberikan semangat hidup
kepada Pram. Salah satu pesan dari ibunya kepada Pram adalah mendorongnya
agar menjadi orang yang mandiri dan kuat.


B. Masa Kecil


Masa kecil Pram banyak berada di daerah Blora. Ki Panji Konang yang pernah
menjadi teman Pram sewaktu kecil di sekolah angka tiga, bertutur bahwa Pram
sewaktu habis pelajaran sekolah sering mengajak teman - temannya bermain di
halte pasar Blora. Di sana, mereka diajak Pram utnuk mencari bungkus rokok.
Bungkus - bungkus rokok tersebut kemudian dijadikan mainan, tetapi
kebanyakan oleh Pram dibuat alas untuk menulis.

Ada pula data yang menyebutkan tentang masa kecil Pram sangat tertindas,
terutama oleh perlakuan ayahnya yang terlalu keras dan berdisiplin tinggi.
Pram pernah dikatakan sebagai anak goblok karena pernah tidak naik kelas
hingga tiga kali sewaktu masih sekolah dasar. Saat ingin melanjutkan ku MULO
(setingkat SMP), Pram ditentang oleh ayahnya yang mengatakan dirinya adalah
anak bodoh, tidak pantas melanjutkan sekolah, dan lebih baik kembali
mengulang di sekolah dasar. Kondisi tertekan yang terus - menerus karena
perlakuan ayahnya mengakibatkan psikologis Pram labil di masa kecil.
Kemudian, hal ini menyebabkan pergaulan Pram semasa kecil pun bukanlah dari
kalangan menengah ke atas melainkan kalangan masyarakat bawah, seperti anak
petani dan anak buruh di desanya. Ia merasa lebih bisa menjadi manusia
ketika bersama dan bermain dengan mereka ketimbang harus bersama dan bermain
dengan anak - anak kalangan terdidik menengah ke atas.


C. Masa Pendidikan


Pram mulai pendidikan formalnya di SD Blora, Radio Volkschool Surabaya pada
tahun 1940 - 1941. Kemudian, melanjutkan ke Taman Dewasa/Taman Siswa pada
1942-1943. Lantas, ke Kelas dan Seminar Perekonomian dan Sosiologi oleh Drs.
Mohammad Hatta, Maruto Nitimihardjo dan sekolah Stenografi 1944-1945, dan
pernah ke Sekolah Tinggi Islam Jakarta, pada 1945.


D Masa Berjuang dan Bekerja


Di masa muda ketika kondisi negara sedang dijajah, Pram melakukan perjuangan
membela bangsanya melawan penjajah, baik Belanda, Jepang, maupun Belanda
dengan sekutunya yang ingin kembali menjajah ketika Indonesia telah merdeka
pada 1945. Pram sering mengikuti kelompok militer di Jawa dan ditempatkan di
Jakarta pada akhir perang kemerdekaan. Hasil dari perjuangannya tersebut, ia
ditahan oleh penjajah selama 2 tahun pada 1947-1949.

Selain berjuang untuk negaranya, ia juga berjuang untuk keluarganya. Bentuk
perjuangan Pram untuk keluarganya sangat berat bahkan ketika ia masih muda
belia. Ayahnya yang kecewa dengan gerakan nasionalis jatuh dalam dunia ceki
sementara ibunya jatuh sakit. Keadaan ini memaksa Pram mencari nafkah untuk
menghidupi keluarga dan delapan adiknya. Dia terpaksa naik sepeda ke Cepu
untuk mencari dagangan rokok dan tembakau. Selain berjual rokok dan
tembakau, Pram juga berjualan benang tenung.

Namun akhirnya, nyawa ibunya tidak dapat ditolong lagi, ibu Pram meninggal
dunia pada usia muda, yaitu sekitar 34 tahun, sementara dirinya masih
berusia 17 tahun. Kemalangan dan ujian hidupnya bertambah ketika adiknya,
Soesanti yang baru berumur tujuh bulan tidak selang lama kemudian meninggal
dunia. Pada usia tersebut, ia harus menanggung beban menghidupi adik-adiknya
yang berjumlah 7 orang.

Untuk menghidupi semua kebutuhan keluarganya, Pramhijrah ke Jakarta dengan
membawa serta semua adik-adiknya. Di Jakarta, Pram sambil berusaha
meneruskan sekolah, juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan
adik-adiknya. Pada awalnya, ia bekerja sebagai wartawan di kantor berita
Jepang, Domei. Kemudian, ia belajar mengetik cepat untuk menjadi stenograf,
lantas menjadi jurnalis yang handal.

Selain itu, ada beberapa data menyebutkan bahwa Pram mempunyai riwayat
sebagai seorang militer. Data tersebut menyebutkan bahwa pada Oktober 1945,
Pramoedya bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan ditempatkan di
Cikampek pada kesatuan Teruna (kemudian menjadi inti divisi Siliwangi)
sebagai prajurit II. Dalam waktu singkat, ia menjadi sersan mayor.

Semasa tugasnya di Cikampek, Pram menyempatkan diri menulis naskah Sepuluh
Kepala Nica, selain membuka tama bacaan untuk resimen yang berisi koleksi
buku - bukunya sendiri. Akan tetapi, naskah tersebut hilang di tangan
penerbit Balingka, Pasar Baru, Jakarta.

Pada saat di Jakarta, Pram bekerja pada "The Voice of Free Indonesia", yang
mana roman Di Tepi Kali Bekasi mulai disusun dan diterbitkan (yang
diterbitkan saat itu adalah fragmen Krandji-Bekasi Jatoeh). Selain itu, ia
mendapat tugas dari atasannya untuk mencetak pamflet dan majalah perlawanan
untuk disebarluaskan. Semua itu terjadi ketika Belanda mulai melakukan
Agresi Militer I pada 21 Juli 1947. Dua hari kemudian Pram tertangkap
marinir Belanda dengan surat-surat bukti di dalam sakunya. Ia disiksa satu
pleton marinir totok, indo, dan Ambon. Barang-barang dirumahnya disita,
dimasukkan ke dalam tahanan tangsi di Gunung Sahari dan tangsi polisi di
Jagomonyet (seperti diceritakan dalam Pertjikan Revolusi). Akhirnya, ia
dipenjara di Bukit Duri tanpa proses yang wajar dan selanjutnya di Pulau
Damar (Edam).

Akhirnya pada 03 Desember 1949, Pramoedya dibebaskan bersama kelompok
tahanan yang terakhir. Peristiwa itu adalah konsekuensi dari dicapainya
kesepakatan Konferensi Meja Bundar dan penjajahan kolonial Belanda pun
berakhir. Namun secara paradoksal, Pram justru melihatnya sebagai kekalahan
Revolusi. Naiknya sang Merah Putih tak lebih dari hasil kompromi kalau bukan
kapitulasi melalui KMB, bukan hasil perjuangan revolusi.

Dari sinilah kita mengetahui bahwa sejak kecil dan masa remajanya banyak
dihabiskan Pram untuk perjuangan dan pengorbanan yang besar, bukan saja
harus bekerja untuk menghidupi dirinya dan keluarganya, melainkan pula
berjuang melawan penjajah. Ia bahkan harus rela ditahan dan ditangkap oleh
pihak Belanda. Pram telah mencontohkan kepada kita semua bagaimana menjadi
pemuda yang berguna bagi keluarga dan negara di tengah himpitan ekonomi,
psikologi, dan politik. Ia adalah pemuda sebagai suri tauladan yang kuat dan
sulit kita tandingi.


F. Warisan


Pramoedya Ananta Toer meninggalkan warisan tidak hanya pada keluarga, Blora,
kalangan sastrawan, aktivis pergerakan, tetapi pada kita semua umat manusia,
yang harus memiliki kesadaran mengembangkan dan melanjutkan warisan
tersebut. Warisan tersebut adalah perjuangan akan nilai-nilai kemanusiaan
tanpa pernah lelah dan terus bergerak.

Berikut daftar karya Pramoedya Ananta Toer :


.         Karya Fiksi


Sepuluh Kepala Nica (1946), Krandji-Bekasi Djatoeh (1947), Perburuan (1950),
Keluarga Gerilya (1950), Dia yang Menyerah (1950), Subuh, Tjerita-Tjerita
Pendek Revolusi, Percikan Revolusi (1950), Bukan Pasar Malam (1951), Mereka
yang Dilumpuhkan (1951), Tjerita Dari Blora (1952), Gulat di Djakarta
(1953), Korupsi (1954), Midah Si Manis Bergigi Emas (1955), Sunyi Senyap di
Siang Hidup (1956), Tjerita dari Djakarta (1957), Tjerita Tjalon Arang
(1957), Sekali Peristiwa di Banten Selatan (1958), Gadis Pantai (1962),
Panggil Aku Kartini Sadja I, II, III, IV (1965), A Heap of asheas (1975),
Bericht uit Kebayoran (1978), Verloren (1978), Bumi Manusia (1980), Anak
Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Sang Pemula (1985), Rumah Kaca
(1988), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), Mangir (2000), Larasati
(2000), Manggelinding I, Jalan Raya Pos, Jalan Daendeles.

Sementara itu, karya puisinya di antaranya Antara Kita (Siasat) (1949), Anak
Tumpah Darah (Indonesia, 1951), Kutukan Diri (Indonesia, 1951).


G. Ciri Khas Karya Pramoedya Ananta Toer Sebagai Sastrawan


Apa yang menjadi ciri khas dari karya Pramoedya, yang membedakan karya-karya
sastrawan di Indonesia lainnya ?

Disebabkan Pramoedya telah dipengaruhi oleh sastrawan luar negeri dan
sastrawan dalam negeri terutama bagaimana para sastrawan tersebut menjadi
guru Pram. Tetapi, apa yang menjadi keunikan dari karya-karya Pram, di
bagian inilah akan menarasikan apa yang menjadi ciri khas dari karya-karya
Pram.

Setidaknya menurut sumber tulisan ini ada beberapa hal yang menjadi ciri
khas karya Pram, sebagai berikut :

Pertama, persoalan tema biografi. Kebanyakan dari karya Pram adalah
menceritakan seorang tokoh atau riwayat seseorang atau sebuah keluarga. Hal
itu bisa kita temui dalam karya seperti tetralogi, Panggil Aku Kartini Saja,
Larasati, Jejak Langkah, Arok-Dedes, Arus Balik, dan beberapa karya lainnya,
seperti Bukan Pasar Malam maupun Korupsi. Kalaupun bukan biografis biasanya
adalah semi-otobiografis. Jadi, kalaupun bukan biografi dari seorang tokoh
seperti Tirto Adhi Soerjo, Kartini, atau semi-biografi dirinya sendiri
ataupun dari keluarganya, baik itu nenek, ibu, maupun tetangganya.

Kedua, karya-karya Pram kebanyakan menguraikan persoalan sejarah. Baik itu
sejarah pada zaman Majapahit, zaman Demak, seperti dalam karya Arus Balik,
Arok-Dedes, Panggil Aku Kartini Saja, atau dalam sejarah perjuangan melawan
penjajah, sejarah revolusi, sejarah pergerakan, seperti dalam karya
Perburuan, Keluarga Gerilya, Di Tepi Kali Bekasi, dan lain sebagainya.

Ketiga, karya-karya Pram kebanyakan bertendensi pada kemanusiaan,
nilai-nilai humanis dalam setiap zaman manusia selalu bergerak atas nilai
tersebut dan berbenturan dengan nilai tersebut pula. Namun, harus dibedakan
nilai humanis yang kerap digarap Pram dengan  nilai humanis yang digarap
kalangan Manikebu (Manifestasi Kebudayaan). Nilai humanis yang digarap Pram
adalah nilai humanis realis. Nilai humanis realis memang dipengaruhi oleh
keterlibatannya dalam Lekra. Namun begitu, karya Pram tetap memberikan jarak
atas kerja dan gerakan organisasi tersebut. Humanis realis Pram tidak
dikendalikan oleh garis politik Lekra dan garis politik PKI. Pergulatan
personal Pram atas kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik adalah nilai
humanis itu sendiri.


.         Pada tahun 2006, tepatnya pada 30 April 2006, Pramoedya Ananta
Toer wafat dikarenakan serangan Diabetes, sesak napas, dan jantung.


E. Penghargaan yang Diperoleh Pramoedya Ananta Toer


1. Pada 1951 : First Prize from Balai Pustaka for Perburuan (The Fugitive)

2. Pada 1953 : Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional for Cerita dari Blora
(Tales from Blora)

3. Pada 1964 : Yamin Foundation Award for Cerita dari Jakarta (Tales from
Jakarta)-declined by writer.

4. Pada 1978 : Adopted member of the Netherland Center During Buru exile.

5. Pada 1982 : Honorary Life Member of the International P.E.N. Australia
Center, Australia.

6. Pada 1982 : Honarary member of the P.E.N. Center Sweden.

7. Pada 1987 : Honarary member of the P.E.N. American Center, USA.

8. Pada 1988 : Freedom to Writer Award from P.E.N. America

9. Pada 1989 : Deutschsweizeriches P.E.N. member, Zentrum, Switzerland.

10. Pada 1989 : The Fund for Free Expression Award, New York, USA.

11. Pada 1992 : International P.E.N. English Center Award, Great Britain.

12. Pada 1995 : Stichting Wertheim Award, Netherland.

13. Pada 1995 : Ramon Magsaysay Award, Philiphine.

14. Pada 1995 : Nobel Prize for Literature nomination (Pramoedya has been
nominated constantly since 1981) dan UNESCO Madanjeet Singh Prize, "in
recognition of his outstanding contribution to the promotion of tolerance
and non-violence" dari UNESCO, Perancis, 1996).

Daftar Acuan :

Rifai, Muhammad. 2010. "Biografi Singkat 1925-2006, Pramoedya Ananta Toer".
Jogjakarta: Garasi House of Books.

 

JPEG image

Other related posts:

  • » [breaktime-corner] Biografi Singkat 1925 - 2006 (Pramoedya Ananta Toer) - gunawan prakoso