[nasional_list] [ppiindia] catatan dari meja nusa dua dan café bandar [35]: ke katingan!

  • From: "Budhisatwati KUSNI" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 2 Nov 2005 18:17:44 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Catatan Dari Meja Nusa Dua Dan Café 
Bandar [35]


KE KATINGAN!   
KATINGAN : PANGGILAN PULANG DARI SEORANG  IBU KEPADA ANAKNYA.  

17


Kendaraanku akhirnya sampai ke gubernuran, sebuah kawasan luas, tertata rapi 
dengan gedung-gedung megah berciri Dayak dan bahkan ada sebuah betang [rumah 
panjang] terbuat dari kayu besi -- kayu yang terkenal oleh daya tahannya dan 
beratjenis [BD]nya pun lebih besar dari BD air. Kayu ini kian langka di 
Kalteng.Halaman ditumbuhi oleh hutan hijau, terutama di bagian belakang, 
dilengkapi dengan kursi-kursi kayu panjang untuk duduk berteduh dari 
terik.Sebuah parit merentang panjang membelah hutan itu. Terkadang gemersik air 
yang mengalir terdengar membuat sejuk di tubuh dan di hati.Di bagian depan 
terhampar sebuah lapangan hijau di mana upacara-upacara resmi 
dilaksanakan.Indah dan megah serta punya ciri lokal yang menonjol.

Waktu Soeharto masih menjadi Presiden Republik Indonesia dengan militerismenya, 
menjadi rahasia umum bahwa kantor gubernur ini pun ingin dibeli oleh Mbak 
Tutut.Tentu saja aku tidak bisa membuktikan kebenaran rahasia umum ini, hanya 
umum diketahui masyarakat bahwa Soeharto dan keluarganya ingin menguasai dan 
sudah melakukan penguasaan atas laut,darat dan bumi tanahair. Juga menentukan 
hidup mati seseorang. "The king can do no wrong" benar-benar menjadi kenyataan. 
Presiden dan keluarganya tidak boleh dikritik. Keadaan masyarakat Indonesia 
pada waktu itu dilukiskan oleh Rendra dalam kata-kata:

"Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok  pagi.
Ketidakpasatian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki,
menjadi merahabahaya,
menjadi isi kebon binatang"

Mujur saja pembelian kawasan gedung gubernur oleh Mbak Tutut yang rakus tidak 
menjadi kenyataan dan  hanya tersimpan di rahasia umum.

Saat turun dari kendaraan, kenangan akan segala kegiatan di gubernuran ini 
ketika masih bekerja di Palangka Raya datang menyambutku.Mereka bagaikan satu 
kumpulan kenalan lama yang rindu.Sekali pun yang menjadi gubernur sudah 
berganti tapi orang-orang lama masih ada, ketentuan protokoler pun tetap tidak 
berobah.Kusapa dan kusalami mereka yang nampak sedikit heran, kemana dan di 
mana saja aku selama ini.Keheranan yang hanya diungkapkan pandang tapi tidak 
diucapkan.

Sesuai ketentuan aku melapor dan mendaftar ke bagian penerima tamu. Di ruang 
tunggu sudah banyak orang menunggu giliran tak obah orang menunggu giliran di 
ruang tunggu dokter atau dukun di Serua Indah, Ciputat. Aku tertawa sendiri 
diusik oleh perbandinganku.Tapi tidakkah jika seorang gubernur, orang pertama 
propinsi, bisa memilih dan mentrapkan politik yang tepat, ia bisa membawa 
dampak seperti dokter terhadap keadaan masyarakat yang sakit? Tapi 
sebaliknya,apabila pilihan politiknya tidak tanggap dan aspiratif, kekuasaan 
politik di tangan bisa menjadi magi hitam amis darah dan asin airmata.

Seperti orang lain aku pun mendaftarkan diri, demikian juga Lethus Kitie Uda, 
seorang arsitek muda, dan Esau, yang bekerja untuk masalah lingkungan. Lethus 
dan Esau adalah sahabat lama, dan mereka ingin juga turut serta bertemu 
gubernur memanfaatkan undangan kepadaku. Aku menyetujuinya dengan menanggung 
segala kemungkinan konsekwensinya karena secara protokoler kutahu tidak 
kena.Barangkali dua teman muda ini tidak memikirkan masalah protokol.

Saat berada di Balikpapan, Teras Narang berpesan agar tidak perlu mengantri, ia 
memintaku menghubungi Frans Untung, ajudannya. Karena enggan mendapat 
perlakukan khusus begini pesan Teras ini tidak kulakukan segera. Kurasakan 
terlalu mewah bagiku mendapatkan perlakuan khusus, lagi pula tidak mendidik. 
Aku, Lethus dan Esau duduk di ruang tunggu. Di sini ternyata tidak sedikit 
orang-orang yang masih mengenalku. Mereka berdiri dan mendatangiku mengulurkan 
tangan dan berbincang-bincang. Serombongan wartawan dari tivi dan media cetak 
tiba-tiba datang. Aku tidak tahu apa yang mau mereka liput. Dalam ketergesaan 
kerja, mereka masih  menyempatkan diri menyapaku:

"Kau sudah di sini lagi?" 

Kemudian berlalu.Kami berbicara dengan pandang.Terasa adanya kekagetan mereka 
melihat kehadiranku. Selama bekerja di Kalteng, dengan mereka aku memang sangat 
akrab.Tidak sedikit kegiatan-kegiatanku disiarkan melalui tivi dan koran.Tivi 
bahkan terkadang mewawancaraiku secara khusus selama 30 menit.Hal yang kemudian 
merepotkan diriku sendiri, terutama di hadapan polisi.Karena aku dianggap telah 
melampaui wewenang visa masuk Indonesia."Wewenangmu adalah mengajar di 
universitas, bukan memberikan wawancara", ujar seorang perwira polisi dan 
imigrasi setempat.

"Kalau apa-apa yang kulakukan kalian permasalahkan maka pertama-tama yang 
dipermasalahkan semestinya adalah pemerintah daerah, termasuk gubernur. Juga 
para wartawan yang mewawancarai. Mereka yang mengajak.", jawabku. Akhirnya 
pihak imigrasi Kalteng mengatakan:

"Baiklah, kami akan tutup mata dengan jari renggang". Melihat tapi pura-pura 
tidak melihat. Tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya aku putuskan untuk mencari Frans 
Untung seperti yang dipesankan oleh Teras Narang. Dan benar tak lama kemudian, 
Frans datang lagi memintaku masuk ditemani oleh Lethus dan Esau.

Sadar akan arti penampilan di Indonesia, maka pada waktu itu aku mengenakan jas 
dan dasi.Penampilan yang sering kurasakan sebagai suatu drama komik yang 
membuatku ngakak sendiri dalam hati. Tapi drama komik ini pula yang sering 
kujadikan sebagai alat pendobrak sesuautu yang kuanggap sebagai kemandegan. 
Misalnya dengan penampilan resmi begini, aku membantu para pedagang kecil di 
kaki lima mengangkat barang-barang atau bersepeda ke acara-acara resmi.Apakah 
yang salah dengan berjas berdasi naik sepeda? Melihat ulahku yang demikian para 
penambal ban sepeda, para pedagang kaki lima, penjual-penjual koran di jalan, 
atau para pedagang kecil di pasar yang amat kukenal, sering menertawaiku 
sebagai "orang urakan". Tapi justru "keurakan" ini barangkali membuat hubungan 
kami jadi akrab. Apabila terjadi apa-apa dengan denganku di jalan,mereka 
sukarela "mengawalku" sampai ke rumah. Diminta pergi pun mereka tidak mau. Atau 
di tengah panas terik, sering aku diteriaki untuk singgah minum teh es. 

Lagi-lagi aku merasakan kehangatan dan kesetiaan orang-orang kecil dari 
berbagai etnik di kota ini yang sering dipandang dengan sebelah mata oleh para 
elite atau yang merasa diri elite dan para snobis. Secara nyata kurasakan 
kebesaran kemanusiaan manusia-manusia "kecil" ini. Siapa-siapa yang 
masuk-keluar rumahku di Palangka Raya tidak seorang pun yang bisa luput dari 
amatan mereka dan kemudian segera mereka sampaikan kepadaku diam-diam. Dari 
sini aku merasa bahwa manusia itu masih ada dan harapan manusiawi punya dasar 
untuk berkembang maju.Suara orang-orang ini pulalah yang mengiang njaring ke 
telingaku saat aku kembali harus mengelana.Suara seruan kemanusiaan yang tak 
pernah mati.Tapi bisa kupastikan ia tidak akan terdengar oleh hati yang angkuh 
dan yang berada di menara gading atau oleh "si penunggang kuda melihat 
bunga".Yang kupertanyakan:Tidakkah sebaiknya orang-orang, terutama yang 
memegang kekuasaan politik mendengar suara seruan manusia ini? 

Modernisasi -- kalau kita senang menggunakan istilah ini -- apakah bisa 
dilakukan tanpa mengindahkan suara manusia dari bawah dan yang mayoritas ini? 
Kita, artinya dari angkatan atau generasi mana pun. Suara mereka selain sebagai 
suara kehidupan tapi ia pun bisa dipandang sebagai kritik atau teguran pada 
saat kita berjalan dan menempuh jalan simpang berbahaya.Sayangnya kritik di 
negeri ini, umumnya tidak dipandang sebagai "satu hal esensi dari gerak 
peradapan manusia", tapi sering dan umum disejajarkan dengan peludahan muda di 
depan umum.

Kalau berbicara masalah pemberdayaan dan pembangunan atau pun "modernisasi", 
bisakah ia dilakukan dengan mengabaikan suara dasar manusia yang muncul dari 
lapisan mayoritas dan yang berada di bawah? Pemberdayaan, pembangunan dan 
modernisasi manusiawi kukira selayaknya mempunyai dasar dan mungkin dilakukan 
tanpa dasar. Dasar itu adalah khazanah tanggap budaya kita sendiri. Jalan ini 
oleh Prof. Dr.Sajogyo dari IPB, Bogor ketika bicara soal Kalimantan Tengah, 
beliau sebut sebagai "Jalan Kalimantan" [lihat: Wawancara Prof.Dr.Sajogyo 
dengan Sahewan Panarung, organ Lembaga Dayak Panarung, Palangka Raya]. Mengenal 
khazanah kekayaan diri diperlukan agar apa yang kita lakukan bisa tanggap dan 
aspiratif. Mengenal akar tidak identik dengan tutuppintuisme yang selamanya 
omong kosong.Angkatan muda, sebagai penanggungjawab haridepan, jika mau 
sungguh-sungguh bertangungjawab patut memahami khazanah yang sudah dimiliki, 
perlu mendengar dan mengenal baik kehidupan nyata. Gelar akademi bukan jaminan 
pengenalan, sering para akademisi bersikap "textbooks thinking".Padahal 
tidakkah "textbooks" itu sering kadaluwarsa, tidak tanggap dan aspiratif 
sehingga asing dari kehidupan.

Dalam soal pemberdayaan, pembangunan dan "modernisasi" di sepanjang "Jalan 
Kalimantan" tidak pernah ada soal yang disebut "ras" atau suku. Dalam hal ini 
kalau orang itu bisa teliti membaca dan mengamati, kalau orang tidak buta 
aksara tapi tidak bisa membaca, kalau orang dekat dengan lapangan dan 
aktor-aktor di lapangan, maka orang akan tahu  apa yang kulakukan dan 
kuanjurkan selalu kukatakan agar kita bisa "berdiri di kampunghalaman memandang 
tanahair merangkul bumi" dan mengambil strategi aktif bukan defensif reaktif 
seperti yang masih tersisa di Kalteng. Pada kedatanganku bulan Agustus 2005 
lalu saja masalah ini masih kudapatkan. Tentu saja aku gembira dengan apa yang 
sedang dilakukan sekarang.Ini patut dikembangkan karena aku yakin benar apa 
yang dicapai sekarang  masih jauh dari padan. 

Mengapa anak muda hanya berkegiatan sebatas pada kegiatan pramuka? Apa arti 
pertanyaan dan kenyataan ini? Artinya strategi aktif ofensif dalam 
pemberdayaan, pembangunan dan "modernisasi" masih jauh dari pengkhayatan. 
Membeberkan kekurangan Kalteng bolak-balik apakah suatu sikap "naif". Di mana 
"naif"nya? Yang naif kukira, justru yang merasa cukup diucapkan padahal ia 
belum jadi pendapat umum dan menjadikan pendapat umum itu sebagai suatu 
kekuatan material.Apakah yang dilakukan oleh CU di Kalteng sudah menjadi 
pendapat umum? Belum!Jauh dari sudah!Inilah yang naif jika menganggapnya 
sebagai sesuatu yang "sudah"! Aku tidak memerlukan penghormatan untuk diriku 
karena yang terpenting bagiku adalah perobahan maju yang nyata. Aku memang 
kecewa dengan pengalaman empat tahunku di Kalteng, dan kekecewaan serta 
kekalahanku adalah tanda kekurangan pada diriku, dan pengalaman ini karena 
segalanya mulai dari "NOL", kuterima sebagai tantangan penguji kadar diri.Niat 
ini yang kutantangkan juga kepada Teras Narang sebagai gubernur."Siapa kau, 
siapa aku!" Sekarang kutantangkan kepada semua orang "siapa kau?!" "Apa yang 
kau lakukan dan bagaimana kau melakukannya?.!" Melalui tulisan ini aku ingin 
mengingatkan Teras Narang apakah kata-katanya bisa dipegang atau tidak. Kuharap 
pesan ini sampai kepada Teras Narang,karena mailbox komputernya selalu penuh, 
tak lagi memungkinkan aku berkomunikasi langsung. Ini termasuk kelemahan Teras 
dalam mengorganisasi pekerjaannya.Aku berani menulis kata-kata begini karena 
Teras mengatakan ia suka pada keterus-terangan.

Mengatakan bahwa aku "terlalu ceroboh .. jika menghakimi pengalaman dikecewakan 
begitu lantaran persoalan ras",  hanya menunjukkan bahwa si pengkritik tidak 
tahu apa-apa tentang yang dikatakannya.Mana yang lebih ceroboh? Bukti 
ketidaktahuannya ditunjukkan oleh kekeliruan bahwa aku mencoba membangun 
"Institut Kesenian Kalimantan di Palangka Raya". Tidak pernah kulakukan hal 
ini. Yang kulakukan bersama teman-teman seniman dari berbagai asal etnik di 
Kalimantan adalah melahirkan Dewan Kesenian dan selesai. Kemudian Ikatan 
Sastrawan Indonesia, Kalteng, juga terdiri dari berbagai asal etnik,dengan 
Salundik Gohong -- walikota Palangka Raya pada waktu itu. Adakah tanda-tanda 
dari sini bahwa aku berangkat dari soal "ras" atau etnik. Sampai  sekarang 
hubungan dengan mereka tetap terpelihara. Diskusi serius hanya mungkin jika 
dilakukan atas pengenalan dan pengetahuan padan. Jika tidak akan merosot jadi 
debat tak menentu.

Apakah KFC akan menjadi "Kalimantan Fried Chicken"? Mungkin dan  memang 
mungkin, kemungkinan selalu ada. Hanya asalkan dan asalkan di bidang ini orang 
setempat, khususnya Dayak punya prakarsa memasuki bidang ini dengan 
sungguh-sungguh. Tapi restoran dan pusat kebudayaan "Utus Itah¨ yang turut 
kubangun di Palangka Raya, setelah aku berangkat ditutup. Jadi senyatanya 
bagaimana: Adakah? Sampai sekarang tidak ada. Kalteng, Tanah Dayak didominasi 
oleh makanan non Dayak Ini pun kukira ujud dari kepasifan strategi defensif 
yang punya akar dalam pada budaya Dayak , lebih-lebih setelah perusakan alam 
secara luar biasa. Di hadapan perusakan luar biasa alam Kalteng, anak alam jadi 
ternganga bingung. Dalam kebingungan ini , kerja idola adalah pegawai negeri. 
Naifkah dan terlalu cerobohkah mengatakan hal-hal ini?!  Mengapa jadi sewot 
ketika anak muda dikritik sementara kritikku pun tidak hanya terarah pada 
angkatan muda. Pahlawan tidaknya anak muda atau seorang anak manusia, seperti 
halnya dengan baik tidaknya seekor kuda diuji dalam perjalanan jauh. 

Aku memasuki ruang pertemuan dengan Teras Narang yang sekarang gubernur dengan 
menating keranjang persoalan yang  penuh antara lain dengan soal-soal di 
atas.***

Paris,Nopember 2005
------------------
JJ. Kusni


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] catatan dari meja nusa dua dan café bandar [35]: ke katingan!