[nasional_list] [ppiindia] Tren Migas Indonesia

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 12 Apr 2005 21:00:56 +0200

** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum **

http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/pertambangan/2005/0401/tam1.html


Tren Migas Indonesia
Antara Prospek "Offshore" dan Mengais-ngais Minyak 
 
JAKARTA - Konflik Blok Ambalat yang diperebutkan Indonesia-Malaysia terkait 
dengan dugaan besarnya potensi migas (minyak mentah dan gas bumi) di wilayah 
itu sesungguhnya bisa dijelaskan oleh dua fakta berikut. 

Pertama adalah data yang dikeluarkan oleh Mackay Consultants, konsultan migas 
internasional. Di situ dipaparkan produksi migas dan dana yang dikucurkan 
(expenditure) untuk aktivitas eksplorasi, pengembangan, dan produksi lepas 
pantai (offshore) dari sejumlah negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia dan 
Malaysia. 
Jangan terkejut bila kita semua harus akui Indonesia kalah jauh dari Malaysia 
di bidang offshore. Pada tahun 2002 misalnya, realisasi produksi minyak mentah 
Indonesia dari offshore hanya sebesar 26,7 juta ton sedangkan gas bumi sebesar 
13 miliar kubik. 

Untuk tahun yang sama, Malaysia sudah memproduksi minyak mentah sebesar 37 juta 
ton dan 47,9 miliar kubik. Kesenjangan Indonesia dibandingkan Malaysia bahkan 
lebih jomplang di tahun 2004. 

Produksi offshore kita praktis jalan di tempat dengan produksi minyak mentah 
sebesar 27,8 juta ton sementara Malaysia melonjak menjadi 43,1 juta ton, 
sedangkan untuk gas bumi Indonesia 14 miliar kubik sementara negara jiran itu 
menjadi 60,6 miliar kubik. 

Hingga tahun 2008 mendatang, Mackay Consultants memprediksi produksi minyak 
mentah Indonesia meningkat menjadi 38,8 juta ton sedangkan Malaysia 52,6 juta 
ton, dan untuk gas bumi Indonesia diperkirakan meningkatkan produksinya hingga 
46,8 miliar kubik tetapi Malaysia semakin jauh di depan dengan angka 81,3 
miliar kubik. 
Dalam hitungan duit yang dikucurkan (expenditure) untuk offshore, Indonesia 
juga kalah telak. Pada tahun 2002, Malaysia menghabiskan dana dua kali lipat 
dari Indonesia, yakni sebesar US$ 2,885 miliar berbanding Indonesia yang 
besarnya US$ 1,43 miliar. Begitupun tahun 2004, Malaysia menggelontorkan US$ 
3,25 miliar sementara Indonesia US$ 1,66 miliar. 

Dan hingga 2008 sekalipun, Malaysia lebih unggul dengan kucuran dana US$ 4,035 
miliar dibandingkan Indonesia yang besarnya US$ 3,015 miliar. 

Kesimpulan yang bisa kita tarik adalah Malaysia jauh lebih agresif baik dalam 
dana maupun usaha yang dilakukan di sektor offshore. Seperti dikemukakan oleh 
pengamat industri migas Dirgo Purbo maupun General Manager Pertamina DOH 
(Daerah Operasi Hulu) Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam Ridwan Nyak 
Baik, offshore padahal adalah masa depan migas Indonesia. 

"Boleh dikata untuk onshore (pengeboran di daratan) sulit mendapatkan ladang 
minyak yang besar (big fish). Tengok saja, dalam beberapa tahun terakhir sumber 
migas yang besar-besar didapatkan di offshore. Jadi, offshore adalah masa depan 
kita dan karenanya Pemerintah harus mulai memfokuskan diri kesana," ujar Ridwan 
kepada SH beberapa waktu lalu saat kunjungan ke wilayah kerjanya di Aceh Timur. 

Terus Turun
Fakta kedua yang tidak kalah penting adalah kenyataan bahwa perusahaan asing 
sekaliber Shell sama sekali memandang sebelah mata terhadap Indonesia! Ini 
dibuktikan dengan pernyataan resmi dari Shell bahwa perusahaan itu akan 
menginvestasikan dana sebesar kurang lebih US$ 45 miliar untuk tiga tahun ke 
depan di kawasan Asia Pasifik, tetapi tidak memasukkan Indonesia sebagai negara 
tujuan investasinya. 

Dominique Gardy, CEO Royal Dutch Shell Group untuk produksi dan eksplorasi 
wilayah Asia Pasifik, menegaskan investasi itu meliputi negara-negara Brunei, 
Rusia, Selandia Baru, Australia, Cina dan Malaysia. Indonesia? Tidak masuk 
hitungan! 

Salah satu target investasi Shell di Malaysia adalah wilayah yang kini 
disengketakan dan diklaim ditemukan cadangan besar oleh Shell-Petronas 
Carigali-ConocoPhillips di tahun 2004. 
Strategi yang dilakukan Shell itu tidak lepas dari strategi mendapatkan bagian 
dari besarnya kontribusi Asia Pasifik terhadap industri migas offshore. Di 
tahun 2003, setelah Laut Utara dan Teluk Meksiko, wilayah Asia Pasifik 
menyumbang 13,6 persen produksi minyak mentah dunia, 21,6 persen produksi gas 
bumi di dunia dan sebesar 16,3 persen total expenditure di offshore. 

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Yang terjadi saat ini adalah produksi 
minyak mentah yang terus menurun (declining). Meski pemerintah masih berkelit 
dan belum mau mengakui tren penurunan produksi minyak nasional, namun faktanya 
selama beberapa tahun terakhir belum ada lagi penemuan cadangan minyak baru 
yang besar pasca lapangan Minas dan Duri yang dikelola PT Caltex. 

Produksi minyak mentah nasional untuk tahun 2004 rata-rata di bawah satu juta 
barel per hari, masih di bawah asumsi APBN yang besarnya kala itu 1,3 juta 
barel per hari, apalagi kini di tahun 2005, sumur-sumur yang rata-rata sudah 
berumur akan semakin sulit digenjot produksinya. 

Mengais
Menarik mencermati strategi apa yang dilakukan Pertamina di tengah situasi 
harga minyak mentah dunia yang melambung saat ini. General Manager DOH 
Sumut-NAD PT Pertamina (Persero) Ridwan Nyak Baik dengan rendah hati 
mengatakan, yang dilakukan pihaknya saat ini tidak lain adalah "mengais-ngais" 
minyak dari sumur-sumur tua yang masih mungkin diproduksi. Ungkapan yang 
mungkin bagi sebagian orang berkonotasi rendah atau negatif, tetapi bagi 
Pertamina, tegas Ridwan, sejauh itu menguntungkan, apapun akan dilakukan. 

"Mau tidak mau itulah yang kita kerjakan saat ini. Mumpung harga minyak mentah 
lagi tinggi-tingginya, sumur yang tadinya ditutup karena produksi menurun kita 
genjot kembali (re-entry). Lumayan, bisa meningkatkan produksi migas dari DOH 
ini," katanya. 

Ia bercerita, ketika ia pertama kali memegang kendali disana, DOH Sumut-NAD 
hanya memproduksi kurang dari 3.700 barel per hari. Namun, dengan metode ESP 
(Electrical Submersible Pump), produksi minyak mentah bisa ditingkatkan. 
Langkah "mengais-ngais" itu dalam hitung-hitungan Pertamina cukup dirasakan 
menguntungkan. Sebabnya, untuk setiap barel minyak mentah biaya produksinya 
berkisar US$ 12-15. 

Jadi dengan harga mentah Indonesia yang berkisar US$ 28-30 per barel saat ini, 
Pertamina masih mendapatkan untung yang lumayan besar. Tak heran, meski dari 
satu sumur produksinya terhitung kecil, padahal sumur yang harus dikelola 
ratusan sumur, namun apapun dilakukan. 

Biaya Pemulihan
Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Peribahasa itu tidaklah tepat 
jika dijadikan argumen untuk Pertamina melakukan langkah "mengais-ngais" minyak 
dari perut bumi. Selain masa produksi yang cenderung tidak lama, itu sama saja 
dengan menguras sumber daya dan pikiran untuk hal-hal kecil. Jelas melelahkan. 

Pencarian big fish atau ladang minyak dengan potensi besar tentu harus 
dilakukan. Dan Ridwan mengakui, offshore adalah alternatif berikut setelah 
onshore tidak lagi ekonomis secara jangka panjang. 

"Persoalannya, pengeboran offshore butuh biaya yang sangat besar, apalagi kita 
(Pertamina) belum banyak pengalaman melakukan pengeboran lepas pantai. Tetapi 
mau tidak mau kita akan menuju ke arah sana nantinya," papar Ridwan. 
Tampaknya, Pertamina atau pemerintah harus sudah melirik dan fokus di offshore. 
Dengan produksi minyak mentah nasional yang terus berkurang ditambah dengan 
kecenderungan harga minyak mentah yang akan terus tinggi, misi pencarian 
cadangan minyak baru harus dilakukan. 

Rasanya, persoalan dana bisa dicarikan solusinya dengan menggandeng perbankan 
nasional. Tentu saja dengan studi geologis yang lebih canggih, risiko kegagalan 
eksplorasi bisa direduksi. 

Janganlah terlalu menyerahkan diri pada kontraktor asing atau PSC (Production 
Sharing Contract). Pasalnya, negara justru dua kali dikerjai. 

Pertama, kebijakan cost recovery yakni semua biaya yang dikeluarkan oleh 
kontraktor nantinya dibayarkan dari hasil produksi migas. Ini membuka ruang 
bagi kontraktor menggelembungkan biaya dan menagih biaya yang tidak sepantasnya 
ditagih. Ingat, kasus ExxonMobil yang memasukkan biaya akuisisi terhadap PT 
Ustraindo ke dalam cost recovery, alias memperbesar kepemilikan perusahaan 
tanpa perlu keluar uang sepeserpun. 

Kedua, PSC atau kontraktor tidak diharuskan menyetorkan bagian produksi untuk 
kepentingan nasional dan bebas mengekspor migas yang diproduksi. Ketentuan 
dalam UU Migas No.22/2001 inilah yang dinilai membahayakan pasokan migas 
nasional sehingga Mahkamah Konstitusi (MK) mengandemen pasal dalam UU Migas 
tersebut. (SH/rudy victor sinaga)
 
  
Copyright © Sinar Harapan 2003 
 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Tren Migas Indonesia