[nasional_list] [ppiindia] Mengadili Keyakinan Agama

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 2 Jan 2006 22:50:20 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/03/opini/2337917.htm


 
Mengadili Keyakinan Agama 


Komaruddin Hidayat

Semua umat beragama harus siap menghadapi kenyataan munculnya faham dan 
keyakinan baru yang berbeda atau keluar dari pemahaman yang telah mapan yang 
dianut oleh mayoritas.

Kalaupun tidak setuju, sebaiknya hindari sikap anarkis karena hal itu lebih 
menunjukkan defisit moral dan ilmu pengetahuan dalam meresponi dinamika 
pemikiran yang semakin sulit dikendalikan.

Dibanding dua agama besar lainnya, yaitu Hindu dan Kristen, varian perilaku dan 
kelompok faham keberagamaan dalam Islam tidaklah sebanyak mereka. Banyak 
pelajaran yang bisa ditarik, khususnya dari pengalaman agama Kristen, mengapa 
dan bagaimana sekte-sekte agama bermunculan serta faktor apa saja yang terlibat 
di dalamnya. Sulit disepelekan, faktor ekonomi, pendidikan, politik dan 
psikologis selalu mengambil peran dalam setiap pergolakan dan konflik keagamaan.

Ribut-ribut seputar kasus Ahmadiyah, shalat dua bahasa di Jatim, kelompok Madi 
di Palu, dan belum lama ini Lia "Komunitas Eden" Aminuddin, dan nantinya entah 
kelompok apa lagi, mungkin sekali akan bermunculan di Indonesia. Ketika 
realitas budaya semakin plural dan perjumpaan antarfaham agama serta 
pendukungnya semakin intens, maka keragaman dan penyimpangan faham dari arus 
utama (mainstream) sulit dielakkan.

Jadi telanjang

Dialog, benturan, dan tawaran faham keagamaan yang tampil di dunia internet 
jauh lebih meriah dan tajam ketimbang yang dibayangkan masyarakat selama ini. 
Hanya saja yang mampu mengakses internet untuk saat ini masih sangat terbatas. 
Tetapi, ketika internet semakin meluas, dan siaran televisi lintas benua juga 
mudah ditonton, apa yang disebut penyimpangan dan serangan terhadap sebuah 
agama menjadi telanjang di depan mata.

Kalau gambaran di atas sudah terjadi, bagaimana para ulama dan umat beragama 
akan menyikapi? Rasanya kemarahan hanya akan membuang energi, sementara 
perangkat hukum kita juga tidak mampu menyelesaikan. Apakah kita perlu meniru 
Arab Saudi yang mengontrol saluran televisi? Tetapi benarkah efektif?

Apa yang diadili?

Sungguh sulit mengadili sebuah keyakinan. Namun, untuk menilai apakah pendapat 
dan perilaku seseorang sejalan ataukah tidak dengan ajaran dan tradisi agama 
yang mapan dan dijaga oleh para ulama serta umatnya selama ini, tentu saja 
mudah dilakukan. Setiap agama memiliki beberapa dimensi pokok, yaitu doktrin 
keselamatan, ketuhanan, ritual, dan etika/hukum sosial. Doktrin yang paling 
fundamental adalah konsep kehidupan setelah mati (eskatologi) dan keselamatan 
(salvation) di hadapan mahkamah Tuhan. Perangkat hukum, ritual, dan etika ke 
semuanya bersumber dan mengacu kepada dua doktrin utama tadi.

Menyangkut keyakinan agama yang mengakar pada hati dan pikiran yang terbentuk 
oleh serangkaian pembelajaran dan pengalaman hidup, sungguh tidak mudah untuk 
ditaklukkan dan diadili. Namun tidak berarti seseorang tidak bisa berubah 
keyakinan agamanya (konversi). Oleh karena itu, jika kebenaran agama semata 
berdasarkan keyakinan-bisa jadi berdasarkan kitab suci dan pencarian makna 
hidup-sudah pasti kebenaran dan agama selalu bersifat plural dan tidak bisa 
diseragamkan. Setiap pemeluk agama akan memandang dirinya sebagai titik 
terdekat dan jalan pintas meraih keselamatan Tuhan. Orang lain (the others, 
outsiders) bagaikan domba-domba sesat atau kelompok kafir yang harus 
diselamatkan.

Karena keyakinan sulit ditaklukkan dan diverifikasi sebagaimana dalil 
ilmu/sains, maka penerimaan terhadap kebenaran agama tidak seuniversal 
kebenaran sains. Siapa pun orangnya akan menerima kehadiran teknologi 
mobile-phone atau komputer, misalnya, tetapi kalau sudah menyangkut keyakinan 
agama, maka masyarakat akan segera terpilah-pilah. Bahkan, mobile-phone bisa 
saja digunakan untuk pemicu meledakkan bom untuk menyerang yang lain dengan 
dalih berjuang membasmi musuh-musuh Tuhan.

Jadi, ketika sebuah keyakinan melahirkan lembaga dan penyebaran serta gerakan 
sosial keagamaan, mau tak mau mesti berbenturan dengan kelompok lain. Jika 
dalam internal umat agama muncul pemahaman yang dianggap menyimpang, biasanya 
reaksi terhadap kelompok baru ini jauh lebih keras ketimbang terhadap pemeluk 
agama lain. Alasannya mungkin sederhana saja. Kelompok agama lain keberadaannya 
dilindungi hukum dan terang-terangan sebagai the others.

Sedangkan gerakan semacam Ahmadiyah dan Lia Aminuddin serta kelompok sejenis 
dinilai menodai serta menyesatkan faham dan keyakinan mayoritas yang telah 
dijaga dan dihormati selama ini. Mereka dipandang sebagai suatu pelecehan dan 
penodaan agama serta menimbulkan keresahan masyarakat sehingga bisa dijerat 
dengan pasal-pasal KUHP.

Tetapi menjerat dengan dalih meresahkan masyarakat selalu mengandung problem, 
mengingat ukurannya bisa subyektif. Dibanding gerakan Lia Aminuddin, tentu saja 
yang jauh meresahkan dan menghancurkan masyarakat adalah tindakan para koruptor 
dan pengedar narkoba. Sayangnya reaksi umat beragama dan ulama terhadap mereka 
tidak sekeras ketika menghadapi Ahmadiyah dan Lia Aminuddin.

Di abad pertengahan, pernah ada seorang musafir penganut faham Syiah yang 
terpaksa harus bermalam di perkampungan Sunni karena tidak mungkin meneruskan 
perjalanan di malam hari. Waktu itu dua kelompok ini saling bermusuhan. Ketika 
minta izin untuk bertamu dan menyatakan diri menumpang bermalam, tuan rumah 
bertanya, apa agamanya. Tamu tadi menjawab: "Saya penganut ahli kitab." Maka, 
tuan rumah melayaninya sangat baik, dengan keyakinan bahwa tamunya adalah orang 
Nasrani yang menurut Al Quran wajib dilindungi. Tamu yang Syiah tadi sengaja 
setengah berbohong mengaku ahli kitab demi keamanan dan keselamatan diri. Dalam 
hati dia berkata, orang Muslim pun sesungguhnya juga penganut ahli kitab, yaitu 
kitab Al Quran. Kalau saja memberi tahu dirinya Syiah, mungkin ia akan diusir.

Demikianlah, konflik dan permusuhan internal umat agama memang sudah terjadi 
sejak dulu. Terlebih lagi kalau seseorang dipandang telah menodai agama (Islam) 
semacam Salman Rusydi, Lia Aminuddin ataupun Ahmadiyah, sejauh ini yang lebih 
mengemuka adalah bahasa permusuhan dan penghakiman. Di sini persoalan 
eskatologis, penghormatan, dan pemurnian tradisi agama serta hukum negara 
bercampur baur. Baik yang mengadili maupun yang diadili masing-masing merasa 
benar, namun dengan sudut pandang dan keyakinan yang berbeda.

Yang repot kalau sikap ini menjadi tirani dan anarkis terhadap setiap 
perbedaan. Namun bagi mereka yang merasa menemukan kebenaran dan agama baru, 
harus siap dengan segala risikonya, karena kita hidup tidak sendirian di padang 
pasir.

Kebudayaan hibrida

Ke depan semakin sulit dielakkan munculnya kebudayaan hibrida, bersamaan dengan 
proses globalisasi dan menguatnya kebebasan individu. Pada ranah budaya, 
pertemuan dan penetrasi budaya asing berlangsung sangat intens yang hal ini 
juga akan merambah ke wilayah pikiran dan perilaku keagamaan. Karena setiap 
ajaran agama memiliki nilai-nilai kemanusiaan universal, maka pada aspek ini 
semua agama bisa bersanding dan bahkan melebur. Begitu pun dalam upaya 
penegakan hukum dan memberantas korupsi. Bahkan, negara Singapura dan China 
yang jarang menyebut agama, hukuman terhadap pengedar narkoba dan korupsi lebih 
tegas dibandingkan dengan Indonesia.

Ibarat rumah besar dengan halaman yang amat luas, pintu dan jendela masyarakat 
pemeluk agama selalu terbuka bagi masuknya pengaruh asing. Maka, tugas ulama 
untuk menjaga tradisi keagamaan semakin berat. Tanpa persiapan moral dan 
intelektual yang kuat, umat beragama akan lelah menghadapi munculnya 
pikiran-pikiran baru yang akan bermunculan di masa depan.

Kecuali kita memberi kesempatan pada semua pikiran, ideologi, dan agama untuk 
bersaing dan berdialog secara damai dan cerdas di panggung sejarah sehingga 
terjadi seleksi alami, yang benar akan bertahan, yang palsu akan ditinggal 
pemeluknya.

Komaruddin Hidayat Direktur Progam Pascasarjana UIN Jakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Clean water saves lives.  Help make water safe for our children.
http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Mengadili Keyakinan Agama