** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/03/opini/2337917.htm Mengadili Keyakinan Agama Komaruddin Hidayat Semua umat beragama harus siap menghadapi kenyataan munculnya faham dan keyakinan baru yang berbeda atau keluar dari pemahaman yang telah mapan yang dianut oleh mayoritas. Kalaupun tidak setuju, sebaiknya hindari sikap anarkis karena hal itu lebih menunjukkan defisit moral dan ilmu pengetahuan dalam meresponi dinamika pemikiran yang semakin sulit dikendalikan. Dibanding dua agama besar lainnya, yaitu Hindu dan Kristen, varian perilaku dan kelompok faham keberagamaan dalam Islam tidaklah sebanyak mereka. Banyak pelajaran yang bisa ditarik, khususnya dari pengalaman agama Kristen, mengapa dan bagaimana sekte-sekte agama bermunculan serta faktor apa saja yang terlibat di dalamnya. Sulit disepelekan, faktor ekonomi, pendidikan, politik dan psikologis selalu mengambil peran dalam setiap pergolakan dan konflik keagamaan. Ribut-ribut seputar kasus Ahmadiyah, shalat dua bahasa di Jatim, kelompok Madi di Palu, dan belum lama ini Lia "Komunitas Eden" Aminuddin, dan nantinya entah kelompok apa lagi, mungkin sekali akan bermunculan di Indonesia. Ketika realitas budaya semakin plural dan perjumpaan antarfaham agama serta pendukungnya semakin intens, maka keragaman dan penyimpangan faham dari arus utama (mainstream) sulit dielakkan. Jadi telanjang Dialog, benturan, dan tawaran faham keagamaan yang tampil di dunia internet jauh lebih meriah dan tajam ketimbang yang dibayangkan masyarakat selama ini. Hanya saja yang mampu mengakses internet untuk saat ini masih sangat terbatas. Tetapi, ketika internet semakin meluas, dan siaran televisi lintas benua juga mudah ditonton, apa yang disebut penyimpangan dan serangan terhadap sebuah agama menjadi telanjang di depan mata. Kalau gambaran di atas sudah terjadi, bagaimana para ulama dan umat beragama akan menyikapi? Rasanya kemarahan hanya akan membuang energi, sementara perangkat hukum kita juga tidak mampu menyelesaikan. Apakah kita perlu meniru Arab Saudi yang mengontrol saluran televisi? Tetapi benarkah efektif? Apa yang diadili? Sungguh sulit mengadili sebuah keyakinan. Namun, untuk menilai apakah pendapat dan perilaku seseorang sejalan ataukah tidak dengan ajaran dan tradisi agama yang mapan dan dijaga oleh para ulama serta umatnya selama ini, tentu saja mudah dilakukan. Setiap agama memiliki beberapa dimensi pokok, yaitu doktrin keselamatan, ketuhanan, ritual, dan etika/hukum sosial. Doktrin yang paling fundamental adalah konsep kehidupan setelah mati (eskatologi) dan keselamatan (salvation) di hadapan mahkamah Tuhan. Perangkat hukum, ritual, dan etika ke semuanya bersumber dan mengacu kepada dua doktrin utama tadi. Menyangkut keyakinan agama yang mengakar pada hati dan pikiran yang terbentuk oleh serangkaian pembelajaran dan pengalaman hidup, sungguh tidak mudah untuk ditaklukkan dan diadili. Namun tidak berarti seseorang tidak bisa berubah keyakinan agamanya (konversi). Oleh karena itu, jika kebenaran agama semata berdasarkan keyakinan-bisa jadi berdasarkan kitab suci dan pencarian makna hidup-sudah pasti kebenaran dan agama selalu bersifat plural dan tidak bisa diseragamkan. Setiap pemeluk agama akan memandang dirinya sebagai titik terdekat dan jalan pintas meraih keselamatan Tuhan. Orang lain (the others, outsiders) bagaikan domba-domba sesat atau kelompok kafir yang harus diselamatkan. Karena keyakinan sulit ditaklukkan dan diverifikasi sebagaimana dalil ilmu/sains, maka penerimaan terhadap kebenaran agama tidak seuniversal kebenaran sains. Siapa pun orangnya akan menerima kehadiran teknologi mobile-phone atau komputer, misalnya, tetapi kalau sudah menyangkut keyakinan agama, maka masyarakat akan segera terpilah-pilah. Bahkan, mobile-phone bisa saja digunakan untuk pemicu meledakkan bom untuk menyerang yang lain dengan dalih berjuang membasmi musuh-musuh Tuhan. Jadi, ketika sebuah keyakinan melahirkan lembaga dan penyebaran serta gerakan sosial keagamaan, mau tak mau mesti berbenturan dengan kelompok lain. Jika dalam internal umat agama muncul pemahaman yang dianggap menyimpang, biasanya reaksi terhadap kelompok baru ini jauh lebih keras ketimbang terhadap pemeluk agama lain. Alasannya mungkin sederhana saja. Kelompok agama lain keberadaannya dilindungi hukum dan terang-terangan sebagai the others. Sedangkan gerakan semacam Ahmadiyah dan Lia Aminuddin serta kelompok sejenis dinilai menodai serta menyesatkan faham dan keyakinan mayoritas yang telah dijaga dan dihormati selama ini. Mereka dipandang sebagai suatu pelecehan dan penodaan agama serta menimbulkan keresahan masyarakat sehingga bisa dijerat dengan pasal-pasal KUHP. Tetapi menjerat dengan dalih meresahkan masyarakat selalu mengandung problem, mengingat ukurannya bisa subyektif. Dibanding gerakan Lia Aminuddin, tentu saja yang jauh meresahkan dan menghancurkan masyarakat adalah tindakan para koruptor dan pengedar narkoba. Sayangnya reaksi umat beragama dan ulama terhadap mereka tidak sekeras ketika menghadapi Ahmadiyah dan Lia Aminuddin. Di abad pertengahan, pernah ada seorang musafir penganut faham Syiah yang terpaksa harus bermalam di perkampungan Sunni karena tidak mungkin meneruskan perjalanan di malam hari. Waktu itu dua kelompok ini saling bermusuhan. Ketika minta izin untuk bertamu dan menyatakan diri menumpang bermalam, tuan rumah bertanya, apa agamanya. Tamu tadi menjawab: "Saya penganut ahli kitab." Maka, tuan rumah melayaninya sangat baik, dengan keyakinan bahwa tamunya adalah orang Nasrani yang menurut Al Quran wajib dilindungi. Tamu yang Syiah tadi sengaja setengah berbohong mengaku ahli kitab demi keamanan dan keselamatan diri. Dalam hati dia berkata, orang Muslim pun sesungguhnya juga penganut ahli kitab, yaitu kitab Al Quran. Kalau saja memberi tahu dirinya Syiah, mungkin ia akan diusir. Demikianlah, konflik dan permusuhan internal umat agama memang sudah terjadi sejak dulu. Terlebih lagi kalau seseorang dipandang telah menodai agama (Islam) semacam Salman Rusydi, Lia Aminuddin ataupun Ahmadiyah, sejauh ini yang lebih mengemuka adalah bahasa permusuhan dan penghakiman. Di sini persoalan eskatologis, penghormatan, dan pemurnian tradisi agama serta hukum negara bercampur baur. Baik yang mengadili maupun yang diadili masing-masing merasa benar, namun dengan sudut pandang dan keyakinan yang berbeda. Yang repot kalau sikap ini menjadi tirani dan anarkis terhadap setiap perbedaan. Namun bagi mereka yang merasa menemukan kebenaran dan agama baru, harus siap dengan segala risikonya, karena kita hidup tidak sendirian di padang pasir. Kebudayaan hibrida Ke depan semakin sulit dielakkan munculnya kebudayaan hibrida, bersamaan dengan proses globalisasi dan menguatnya kebebasan individu. Pada ranah budaya, pertemuan dan penetrasi budaya asing berlangsung sangat intens yang hal ini juga akan merambah ke wilayah pikiran dan perilaku keagamaan. Karena setiap ajaran agama memiliki nilai-nilai kemanusiaan universal, maka pada aspek ini semua agama bisa bersanding dan bahkan melebur. Begitu pun dalam upaya penegakan hukum dan memberantas korupsi. Bahkan, negara Singapura dan China yang jarang menyebut agama, hukuman terhadap pengedar narkoba dan korupsi lebih tegas dibandingkan dengan Indonesia. Ibarat rumah besar dengan halaman yang amat luas, pintu dan jendela masyarakat pemeluk agama selalu terbuka bagi masuknya pengaruh asing. Maka, tugas ulama untuk menjaga tradisi keagamaan semakin berat. Tanpa persiapan moral dan intelektual yang kuat, umat beragama akan lelah menghadapi munculnya pikiran-pikiran baru yang akan bermunculan di masa depan. Kecuali kita memberi kesempatan pada semua pikiran, ideologi, dan agama untuk bersaing dan berdialog secara damai dan cerdas di panggung sejarah sehingga terjadi seleksi alami, yang benar akan bertahan, yang palsu akan ditinggal pemeluknya. Komaruddin Hidayat Direktur Progam Pascasarjana UIN Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Clean water saves lives. Help make water safe for our children. http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **