** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indomedia.com/bpost/082006/28/opini/opini1.htm Menahan Laju Mati Perlahan Ala Indonesia Oleh : Dr Syakrani Dosen FISIP Unlam Banjarmasin Penolakan merupakan ciri permanen setiap pelembagaan sebuah tatanan baru, sebab di dalamnya ada kepentingan individu atau kelompok terganggu. Jared Diamond (2005) dalam buku teranyarnya Collapse: How Society Choose to Fail or Survive?, mengemukakan lima faktor penyebab runtuhnya peradaban manusia di masa lalu. Lima faktor itu adalah kerusakan lingkungan karena ulah manusia; perubahan cuaca akibat pemanasan global dan efek rumah kaca; permusuhan dan invasi terhadap tetangga yang lemah; mengendurnya dukungan kelompok masyarakat yang selama ini menjalin hubungan baik; buruknya penyelesaian krisis melalui kerangka institusi politik, ekonomi, sosial, dan nilai budaya. Beberapa waktu lalu, faktor kelima disandingkan dengan istilah lain yakni negara abai atau bahkan negara gagal, failed state. Tentu saja gagal dalam banyak hal. Misalnya gagal dalam memberi pelayanan bermutu, menegakkan hukum, mengatur penggunaan formalin, mencegah biaya pendidikan yang tinggi, menanggulangi penggunaan narkoba, mencegah busung lapar, mencegah defisit karakter, menahan the lost generation. Ragam gagal ini dan gagal lainnya, telah mengantar negeri ini pada proses pelapukannya dan ke gerbang kematiannya secara perlahan, yakni mati perlahan ala Indonesia. Dalam skala terbatas, ragam gagal ini dikaitkan dengan istilah government is dead, ungovernable, atau undergovernance. Kita mencoba menahan laju mati perlahan ini dengan konsep lain yang lebih mewacana, yakni good governance (GG), tatakelola kepemerintahan yang sehat. Apakah ini misi yang possible atau justru sebaliknya, mission impossible? Bukti Empirik Definisi standar konsep governance merujuk rumusan UNDP: Governance is defined as the exercise of political, economic & administrative authority to manage a nation's affairs. Dalam banyak kajian, konsep ini secara operasional pernah juga disejajarkan dengan beberapa istilah lain. Seperti, policy networks (Rhoads), public management (Hoods), coordination of sectors of the economy (Campbell), public-private partnerships (Pierre), dan corporate governance (Williamson). Dalam proses pelembagaan tatanan baru yang disebut tatakelola kepemerintahan yang sehat, kita harus berhenti menghabiskan lebih banyak energi berdebat mempersoalkan sebabnya dalam bingkai perspektif blaming the victim. Kita berhenti berniat menjadikan program pelembagaan dan penerapan tatanan baru sebagai proyek, layaknya proyek pembuatan jalan, jembatan, atau proyek intangible lainnya yang secara historis menjadi ladang pembiakan bad practices, praktik nista. Lebih produktif lagi bila, misalnya, kita menghimpun kekuatan dan komitmen bersinergi mengembangkan model solusinya agar tujuan program pelembagaan dan penerapan tatanan baru untuk menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi dapat tercapai. Ada sejumlah alasan mengapa kita harus mengalihkan energi itu. Hasil kajian terhadap program pelembagaan tatanan baru oleh Bank Dunia dan lembaga kompeten lain menunjukkan hasil positif. Pertama, governance ternyata merupakan konsep dengan dimensi yang sangat luas, bahkan cenderung all embracing. Beberapa kajian mutakhir menyebutkan, konsep ini bukan hanya fokus pada soal pengendalian korupsi, efektivitas pemerintahan, pelayanan publik bermutu, dan etika berbisnis, tetapi juga mencakup isu krusial lainnya. Seperti, civil liberty, voice: how people have their say, social development: HDI & income distribution, political stability & participation, civilized society, trust, social capital endowment, innovation, quality of economic policy & management, gender equity, poverty index. Logikanya, kalau isu atau nilai bisa diraih oleh program pelembagaan GG, maka bukan tidak mungkin well being baik pada level individu maupun masyarakat dapat dinikmati. Kedua, Zak dan Knakc (1998) dengan menggunakan trust sebagai indikator utama governance quality menemukan trust khususnya interpersonal trust di 40 negara, berkorelasi positif pada tingkat pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Di negara dengan tingkat trust tinggi, tingkat ketimpangan ekonominya rendah. Temuan yang sama dikemukakan oleh La Porta (1997), trust dapat menimbulkan efek penting terhadap kinerja ekonomi. Temuan ini memperkuat tesis Fukuyama (1995) tentang hubungan antara trust dan kemakmuran sebuah bangsa. Biaya pembangunan (economic & social cost) yang dikeluarkan sebuah negara atau komunitas dengan trust tinggi (high trust society), lebih murah daripada negara dengan trust rendah (low trust society). Ketiga, Tanzi dan Davoodi (1997) memfokuskan penelitiannya pada salah satu isu GG yakni korupsi. Temuannya mengemukakan, praktik korupsi cenderung dapat meningkatkan investasi publik, tetapi menurunkan tingkat produktivitasnya. Dalam beberapa tahun terakhir, indeks korupsi Indonesia menempati posisi puncak; pertama di kawasan Asia dan ke-5 atau ke-6 di dunia. Keempat, Kaufmann, Kraay dan Zoido-Lobat n (1999) dalam kertas kerjanya untuk Bank Dunia: Governance Matters, mengemukakan, enam indikator GG yakni voice, accountability, political stability, government effectiveness, regulatory quality dan control of corruption berdampak signifikan terhadap hasil pembangunan, seperti GDP per kapita, tingkat kematian bayi, dan melek huruf. Dalam laporannya berjudul Dodging the Grabbing Hand: The Determinant of Unofficial Activity in 69 Countries, Friedman, Johnson, Kaufafman, dan Zoido-Lobat n (1999) mengemukakan, uncorrupt government can sustain high taxes. Kelima, Asian Development Bank (ADB) menyejajarkan konsep governance dengan sound development management. Hasil penelitian Dollar dan Pritchett (1998) menunjukkan, bantuan luar negeri baru akan dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan menurunnya tingkat mortalitas bayi di negara penerima bantuan hanya apabila bantuan itu dikelola dengan sehat (good practices). Keenam, Kormendi dan Meguire (1985) menelaah hubungan antara kebebasan sipil, tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi. Temuannya mengemukakan, tingkat kebebasan sipil (civil liberty) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebuah negara dan investasi yang masuk ke negara tersebut. Hasil penelitian Grier dan Tullock (1989) juga mengemukakan, negara dengan tingkat kebabasan sipil yang rendah, tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah. Isham, Kaufmann, dan Pritchett (1997) dalam studinya Civil Liberties, Democracy, and the Performance of Government Project memperkuat kesimpulan tersebut. Mereka mengemukakan, economic rates of return on projects in countries with the strongest civil liberties average 8 to 22 percentage points higher than countries with the weakest civil liberties. Ketujuh, South Commission (1990) membuat kajian tentang tantangan pembangunan yang dihadapi negara berkembang. Salah satu di antaranya yang krusial adalah transparansi dan keterbukaan informasi. Laporannya mengatakan, Information is now a crucial determinat of the pace of social and economic change. Hal senada dikemukakan Deborag Bautigam (1991), yang mengaitkan transparansi dan keterbukaan dengan pembangunan ekonomi. Bahkan, tuntutan terhadap dan perwujudan akuntabilitas pada semua arasnya baik political accountability dan public accountability maupun legal accountability sangat bergantung pada transparansi dan keterbukaan baik aspek ekonomi (economic transparency & openness) maupun politik (political transparency & openness). Berdasarkan bukti empirik tersebut, bisa dimaklumi kalau Kofi Annan (Sekjen PBB) harus meyakinkan kita bahwa GG merupakan satu-satunya faktor sangat penting dalam mengatasi kemiskinan dan mempercepat pembangunan (good governance is perhaps the single most important factor in eradicating poverty and promoting development). Bukti ini yang barangkali memberi inspirasi tumbuhnya keinginan dan komitmen banyak negara, dan pemerintah mencoba menerapkan konsep GG beserta prinsipnya. Kalau kearifan yang mengajarkan bahwa pengalaman adalah guru yang baik masih harus kita pedomani, maka kita masih boleh mencoba menahan laju mati perlahan ala Indonesia itu dengan program pelembagaan prinsip GG. Tentu saja, dalam proses ini kita harus lihai mengelola optimisme, karena setiap penerapan dan pelembagaan sebuah tatanan baru selalu dihadapkan pada limiting and enabling factor terutama yang bersifat sosial budaya dan individual. Penolakan merupakan ciri permanen setiap pelembagaan sebuah tatanan baru, sebab di dalamnya ada kepentingan individu atau kelompok terganggu. Mereka akan menjadi sebarisan orang yang akan menolak program ini. Menurut Rogers (1992), mereka membentuk barisan laggard yang bisa jadi mereka tahu dan mampu melakukan perubahan, tetapi enggan memprakarsai dan melakukannya. Bisa jadi pula, orang yang 'menghasut' publik untuk berbalik arah termasuk laggard meskipun latar belakang sosial ekonominya mapan. Program pengalihan energi tersebut juga harus mampu menjamah penolakan dan kelompok laggard. Dengan cara antara lain memastikan, GG memiliki comparative advantage yang lebih unggul daripada bad governance, praktik nista. Tantangan terberat kita secara berjamaah adalah bagaimana mengubah 'sikap bersuka-ria dan bangga', menjadi 'malu' dengan praktik nista. Proses menjadi malu berpraktik nista, berarti proses mengubah posisi sikap dan perilaku dari 'aku malu menjadi orang Indonesia' menjadi 'aku bangga menjadi orang Indonesia. Tentu saja, sekali lagi, dalil ini berlaku bagi orang yang masih punya malu dan kebanggaan sebagai manusia. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **