[nasional_list] [ppiindia] Menahan Laju Mati Perlahan Ala Indonesia

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 28 Aug 2006 00:21:37 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/bpost/082006/28/opini/opini1.htm

Menahan Laju Mati Perlahan Ala Indonesia

Oleh : Dr Syakrani
Dosen FISIP Unlam Banjarmasin 



Penolakan merupakan ciri permanen setiap pelembagaan sebuah tatanan baru, sebab 
di dalamnya ada kepentingan individu atau kelompok terganggu.

Jared Diamond (2005) dalam buku teranyarnya Collapse: How Society Choose to 
Fail or Survive?, mengemukakan lima faktor penyebab runtuhnya peradaban manusia 
di masa lalu. Lima faktor itu adalah kerusakan lingkungan karena ulah manusia; 
perubahan cuaca akibat pemanasan global dan efek rumah kaca; permusuhan dan 
invasi terhadap tetangga yang lemah; mengendurnya dukungan kelompok masyarakat 
yang selama ini menjalin hubungan baik; buruknya penyelesaian krisis melalui 
kerangka institusi politik, ekonomi, sosial, dan nilai budaya.

Beberapa waktu lalu, faktor kelima disandingkan dengan istilah lain yakni 
negara abai atau bahkan negara gagal, failed state. Tentu saja gagal dalam 
banyak hal. Misalnya gagal dalam memberi pelayanan bermutu, menegakkan hukum, 
mengatur penggunaan formalin, mencegah biaya pendidikan yang tinggi, 
menanggulangi penggunaan narkoba, mencegah busung lapar, mencegah defisit 
karakter, menahan the lost generation.

Ragam gagal ini dan gagal lainnya, telah mengantar negeri ini pada proses 
pelapukannya dan ke gerbang kematiannya secara perlahan, yakni mati perlahan 
ala Indonesia. Dalam skala terbatas, ragam gagal ini dikaitkan dengan istilah 
government is dead, ungovernable, atau undergovernance. Kita mencoba menahan 
laju mati perlahan ini dengan konsep lain yang lebih mewacana, yakni good 
governance (GG), tatakelola kepemerintahan yang sehat. Apakah ini misi yang 
possible atau justru sebaliknya, mission impossible? 

Bukti Empirik

Definisi standar konsep governance merujuk rumusan UNDP: Governance is defined 
as the exercise of political, economic & administrative authority to manage a 
nation's affairs. Dalam banyak kajian, konsep ini secara operasional pernah 
juga disejajarkan dengan beberapa istilah lain. Seperti, policy networks 
(Rhoads), public management (Hoods), coordination of sectors of the economy 
(Campbell), public-private partnerships (Pierre), dan corporate governance 
(Williamson).

Dalam proses pelembagaan tatanan baru yang disebut tatakelola kepemerintahan 
yang sehat, kita harus berhenti menghabiskan lebih banyak energi berdebat 
mempersoalkan sebabnya dalam bingkai perspektif blaming the victim. Kita 
berhenti berniat menjadikan program pelembagaan dan penerapan tatanan baru 
sebagai proyek, layaknya proyek pembuatan jalan, jembatan, atau proyek 
intangible lainnya yang secara historis menjadi ladang pembiakan bad practices, 
praktik nista. Lebih produktif lagi bila, misalnya, kita menghimpun kekuatan 
dan komitmen bersinergi mengembangkan model solusinya agar tujuan program 
pelembagaan dan penerapan tatanan baru untuk menciptakan kesejahteraan sosial 
dan ekonomi dapat tercapai.

Ada sejumlah alasan mengapa kita harus mengalihkan energi itu. Hasil kajian 
terhadap program pelembagaan tatanan baru oleh Bank Dunia dan lembaga kompeten 
lain menunjukkan hasil positif. Pertama, governance ternyata merupakan konsep 
dengan dimensi yang sangat luas, bahkan cenderung all embracing. Beberapa 
kajian mutakhir menyebutkan, konsep ini bukan hanya fokus pada soal 
pengendalian korupsi, efektivitas pemerintahan, pelayanan publik bermutu, dan 
etika berbisnis, tetapi juga mencakup isu krusial lainnya. Seperti, civil 
liberty, voice: how people have their say, social development: HDI & income 
distribution, political stability & participation, civilized society, trust, 
social capital endowment, innovation, quality of economic policy & management, 
gender equity, poverty index. Logikanya, kalau isu atau nilai bisa diraih oleh 
program pelembagaan GG, maka bukan tidak mungkin well being baik pada level 
individu maupun masyarakat dapat dinikmati.

Kedua, Zak dan Knakc (1998) dengan menggunakan trust sebagai indikator utama 
governance quality menemukan trust khususnya interpersonal trust di 40 negara, 
berkorelasi positif pada tingkat pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Di negara 
dengan tingkat trust tinggi, tingkat ketimpangan ekonominya rendah. Temuan yang 
sama dikemukakan oleh La Porta (1997), trust dapat menimbulkan efek penting 
terhadap kinerja ekonomi. Temuan ini memperkuat tesis Fukuyama (1995) tentang 
hubungan antara trust dan kemakmuran sebuah bangsa. Biaya pembangunan (economic 
& social cost) yang dikeluarkan sebuah negara atau komunitas dengan trust 
tinggi (high trust society), lebih murah daripada negara dengan trust rendah 
(low trust society).

Ketiga, Tanzi dan Davoodi (1997) memfokuskan penelitiannya pada salah satu isu 
GG yakni korupsi. Temuannya mengemukakan, praktik korupsi cenderung dapat 
meningkatkan investasi publik, tetapi menurunkan tingkat produktivitasnya. 
Dalam beberapa tahun terakhir, indeks korupsi Indonesia menempati posisi 
puncak; pertama di kawasan Asia dan ke-5 atau ke-6 di dunia.

Keempat, Kaufmann, Kraay dan Zoido-Lobat n (1999) dalam kertas kerjanya untuk 
Bank Dunia: Governance Matters, mengemukakan, enam indikator GG yakni voice, 
accountability, political stability, government effectiveness, regulatory 
quality dan control of corruption berdampak signifikan terhadap hasil 
pembangunan, seperti GDP per kapita, tingkat kematian bayi, dan melek huruf. 
Dalam laporannya berjudul Dodging the Grabbing Hand: The Determinant of 
Unofficial Activity in 69 Countries, Friedman, Johnson, Kaufafman, dan 
Zoido-Lobat n (1999) mengemukakan, uncorrupt government can sustain high taxes.

Kelima, Asian Development Bank (ADB) menyejajarkan konsep governance dengan 
sound development management. Hasil penelitian Dollar dan Pritchett (1998) 
menunjukkan, bantuan luar negeri baru akan dapat berdampak positif terhadap 
pertumbuhan ekonomi dan menurunnya tingkat mortalitas bayi di negara penerima 
bantuan hanya apabila bantuan itu dikelola dengan sehat (good practices). 

Keenam, Kormendi dan Meguire (1985) menelaah hubungan antara kebebasan sipil, 
tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi. Temuannya mengemukakan, tingkat 
kebebasan sipil (civil liberty) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan 
ekonomi sebuah negara dan investasi yang masuk ke negara tersebut. Hasil 
penelitian Grier dan Tullock (1989) juga mengemukakan, negara dengan tingkat 
kebabasan sipil yang rendah, tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah. 
Isham, Kaufmann, dan Pritchett (1997) dalam studinya Civil Liberties, 
Democracy, and the Performance of Government Project memperkuat kesimpulan 
tersebut. Mereka mengemukakan, economic rates of return on projects in 
countries with the strongest civil liberties average 8 to 22 percentage points 
higher than countries with the weakest civil liberties. 

Ketujuh, South Commission (1990) membuat kajian tentang tantangan pembangunan 
yang dihadapi negara berkembang. Salah satu di antaranya yang krusial adalah 
transparansi dan keterbukaan informasi. Laporannya mengatakan, Information is 
now a crucial determinat of the pace of social and economic change. Hal senada 
dikemukakan Deborag Bautigam (1991), yang mengaitkan transparansi dan 
keterbukaan dengan pembangunan ekonomi. Bahkan, tuntutan terhadap dan 
perwujudan akuntabilitas pada semua arasnya baik political accountability dan 
public accountability maupun legal accountability sangat bergantung pada 
transparansi dan keterbukaan baik aspek ekonomi (economic transparency & 
openness) maupun politik (political transparency & openness).

Berdasarkan bukti empirik tersebut, bisa dimaklumi kalau Kofi Annan (Sekjen 
PBB) harus meyakinkan kita bahwa GG merupakan satu-satunya faktor sangat 
penting dalam mengatasi kemiskinan dan mempercepat pembangunan (good governance 
is perhaps the single most important factor in eradicating poverty and 
promoting development). Bukti ini yang barangkali memberi inspirasi tumbuhnya 
keinginan dan komitmen banyak negara, dan pemerintah mencoba menerapkan konsep 
GG beserta prinsipnya. 

Kalau kearifan yang mengajarkan bahwa pengalaman adalah guru yang baik masih 
harus kita pedomani, maka kita masih boleh mencoba menahan laju mati perlahan 
ala Indonesia itu dengan program pelembagaan prinsip GG. Tentu saja, dalam 
proses ini kita harus lihai mengelola optimisme, karena setiap penerapan dan 
pelembagaan sebuah tatanan baru selalu dihadapkan pada limiting and enabling 
factor terutama yang bersifat sosial budaya dan individual. 

Penolakan merupakan ciri permanen setiap pelembagaan sebuah tatanan baru, sebab 
di dalamnya ada kepentingan individu atau kelompok terganggu. Mereka akan 
menjadi sebarisan orang yang akan menolak program ini. Menurut Rogers (1992), 
mereka membentuk barisan laggard yang bisa jadi mereka tahu dan mampu melakukan 
perubahan, tetapi enggan memprakarsai dan melakukannya. Bisa jadi pula, orang 
yang 'menghasut' publik untuk berbalik arah termasuk laggard meskipun latar 
belakang sosial ekonominya mapan.

Program pengalihan energi tersebut juga harus mampu menjamah penolakan dan 
kelompok laggard. Dengan cara antara lain memastikan, GG memiliki comparative 
advantage yang lebih unggul daripada bad governance, praktik nista. Tantangan 
terberat kita secara berjamaah adalah bagaimana mengubah 'sikap bersuka-ria dan 
bangga', menjadi 'malu' dengan praktik nista. Proses menjadi malu berpraktik 
nista, berarti proses mengubah posisi sikap dan perilaku dari 'aku malu menjadi 
orang Indonesia' menjadi 'aku bangga menjadi orang Indonesia. Tentu saja, 
sekali lagi, dalil ini berlaku bagi orang yang masih punya malu dan kebanggaan 
sebagai manusia.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Menahan Laju Mati Perlahan Ala Indonesia