[nasional_list] [ppiindia] MENYONGSONG ERA SOEHARTO, BABAK KEDUA oleh George Junus Aditjondro

  • From: Mira Wijaya Kusuma <la_luta@xxxxxxxxx>
  • To: georgejunusaditjondro@xxxxxxxxx, sastra pembebasan <sastra-pembebasan@xxxxxxxxxxxxxxx>, Wahana News <wahana-news@xxxxxxxxxxxxxxx>, per doi <perdoi@xxxxxxxxx>, Kana Dianto <kanadianto@xxxxxxxxx>, herilatief@xxxxxxxxx, Aktivis Bicara <aktivis_bicara@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Thu, 26 Mar 2009 05:09:47 -0700 (PDT)

MENYONGSONG ERA SOEHARTO, BABAK KEDUA
George Junus Aditjondro

 KELUARGA Cendana sekarang terang-terangan berdiri di belakang
 Gerindra, yang mencalonkan Letjen (Purn.) Prabowo Subianto sebagai
 Presiden RI ke7. Ini diungkapkan Jumat lalu (6/3), di depan massa di
 muka rumah orangtua Soeharto di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Kabupaten
 Bantul, DIY, oleh Probosutedjo, adik tiri Soeharto yang sering jadi
 juru bicara Keluarga Cendana.

 Probosutejo sudah pernah mengeluarkan pernyataan serupa, yang kontan
 ditanggapi mantan Ketua MPR Amien Rais waktu itu. Menurut Amien,
 dukungan Cendana malah merugikan Prabowo, karena akan mempersempit
 dukungan bagi dia (Okezone, 23/1).

 Mengapa? “Keluarga Cendana mewakili masa lalu. Padahal Prabowo yang
 dikesankan dalam iklan TV, mau mengubah Indonesia, mau buat
 terobosan-terobosan baru. Saya kira, reformasi sudah mengucapkan
 selamat tinggal kepada Orde Baru. Sekarang malah ada tokoh yang
 mengajak Prabowo ke zaman baheula. Ini akan merugikan dia,” kata
 mantan Ketua MPR, yang ikut memotori gerakan menjatuhkan Presiden
 Soeharto, sebelas tahun lalu.

 Penguasa tiga juta hektar.

 Pernyataan Probosutejo memang penuh kontroversi. Dalam kampanye di
 desa kelahiran Soeharto, ia menyatakan, dalam tiga tahun setelah
 Prabowo menjadi Presiden, setiap rakyat akan memiliki tanah minimal
 dua hektar (Harian Yogya, 7/3). Padahal keluarga besar Prabowo sendiri
 menguasai lebih dari tiga juta hektar tanah dari Aceh sampai Papua.

 Janji pembagian tanah seluas dua hektar buat setiap keluarga tani,
 mustahil dapat diwujudkan. Kecuali kalau Prabowo dan adiknya, Hashim
 Djojohadikusumo, bersedia membagi jutaan hektar tanah yang mereka
 kuasai dalam bentuk perkebunan kelapa sawit, teh, jagung, jarak,
 akasia, padi dan aren, serta ratusan ribu hektar hutan pinus, kepada
 jutaan petani lapar tanah.

 Bagaikan zamrud di katulistiwa, tanah-tanah pencetak dollar bagi kedua
 bersaudara Djojohadikusumo tersebar dari Aceh ke Papua. Di sekeliling
 Danau Lot Tawar di Aceh, mereka menguasai konsesi PT Tusam Hutani
 Lestari seluas 96 ribu hektar, terentang dari Kabupaten Bener Meriah
 ke Kabupaten Aceh Tengah. Konsesi itu sumber kayu pinus bagi pabrik PT
 Kertas Kraft Aceh (KKA) di Lhokseumawe. Di Sumatera Barat dan Jambi
 mereka menguasai perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 30 ribu
 hektar di bawah PT Tidar Kerinci Agung.

 Di Kaltim mereka telah mengambilalih konsesi hutan PT Tanjung Redep
 HTI seluas 290 ribu hektar, yang dulu dikuasai Bob Hasan. Juga di
 Kaltim, mereka telah mengambilalih konsesi hutan seluas 350 ribu
 hektar dari Kiani Group yang dulu juga dikuasai Bob Hasan dan
 mengganti namanya menjadi PT Kertas Nusantara, berkongsi dengan Luhut
 B. Panjaitan, mantan Menteri Perdagangan di era Habibie. Masih di
 provinsi yang sama, mereka menguasai konsesi hutan PT Kartika Utama
 seluas 260 ribu hektar, PT Ikani Lestari seluas 260 ribu hektar,
 serta perkebunan PT Belantara Pusaka seluas 15 ribu hektar lebih.

 Kaltim memang ‘pabrik uang’ bagi Prabowo. Holding company nya,
 Nusantara Energy, yang memiliki konsesi seluas 60 ribu hektar, telah
 mulai mengekspor batubara ke Tiongkok.

 Bergeser ke Indonesia Timur, di Pulau Bima (NTB), mereka memiliki
 budidaya mutiara serta perkebunan jarak seluas seratus hektar untuk
 bahan bakar nabati. Sedangkan di Kabupaten Merauke, Papua, mereka
 berencana membuka Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) seluas 585
 ribu hektar. Di Papua, mereka juga mengeksplorasi blok gas Rombebai di  
Kabupaten Yapen dengan kandungan gas lebih dari 15 trilyun kaki kubik.

 Kampanye dibiayai petrodollar ...

 Semua ekspansi bisnis itu serta kampanye Gerindra itu dibiayai dari
 keuntungan Hashim dari bisnis migas. Di masa kejayaan Soeharto, ashim
 dan Arifin Panigoro diajak sang Presiden bermuhibah ke negara-negara
 eks Uni Soviet yang kaya migas, seperti Kazakhstan dan Azerbaijan, dan
 membeli konsesi-konsesi migas di sana.

 Krisis moneter yang disusul jatuhnya Soeharto, membuat para keluarga
 dan kroni Istana harus segera melunasi hutang-hutang mereka yang
 dikelola BPPN. Arifin melepas ladang migasnya di Asia Tengah tahun
 2000, sedangkan Hashim baru enam tahun kemudian melepas ladang
 migasnya di Kazakhstan, yang dikuasainya melalui Nations Energy Co.
 yang bermarkas di Calgary, Kanada. Aset itu dijualnya kepada CITIC
 Group (RRT) seharga 1,91 milyar dollar AS, atau 17,2 trilyun rupiah
 (Trust, 12-18 Nov. 2007, hal. 11; Swasembada, 24 Nov.-3 Des. 2008,
 hal. 113-114, 116; Globe Asia, Des. 2008, hal. 49).

 Pelepasan ladang migas Kazakhstan tidak mengakhiri kiprah Hashim di
 bidang migas, sebab di Azerbaijan ia masih memiliki ladang migas yang
 juga dioperasikan oleh Nations Energy Co. Tahun lalu, ladang itupun ia
 lepas, karena “harganya bagus”, kata Hashim kepada Swasembada.

 Namun hasil penjualan ladang migas di Kazakhstan saja lebih dari
 cukup untuk membiayai kampanye Gerindra. Saldo partai ini paling besar
 di antara 38 parpol peserta Pemilu 2009, yakni Rp 15 milyar (Seputar
 Indonesia, 7/3).

 ...... dan didukung keluarga besar Djojohadikusumo

 Keluarga besar Djojohadikusumo ikut mendukung kampanye Gerindra.
 Selain Hashim sebagai penyandang dana utama, jabatan Bendahara
 dipegang oleh keponakan Prabowo, Thomas Djiwandono. Putra sulung
 mantan Gubernur BI, Soedradjad Djiwandono, abang ipar Prabowo, juga
 menjabat sebagai Direktur Comexindo International (CI) milik Hashim.

 Dengan investasi sebesar 6 juta dollar AS, CI membawahi perkebunan
 karet, teh, dan jagung seluas total 1200 hektar di Jabar dan Minahasa
 (Sulut), sementara 21 ribu hektar sedang diurus di Kaltim. Juga
 ratusan ribu hektar perkebunan enau untuk produksi gula dan ethanol
 sedang dirintis di Minahasa dan Papua (Swasembada, 24 Nov.-3 Des.
 2008, hal. 115-117).

 Jadi pertanyaannya sekarang: seandainya Prabowo berhasil meraih kursi
 RI 1, bagaimana mencegah rezim mendatang tidak mengulangi kesalahan
 era Soeharto, waktu negara dikelola sebagai imperium bisnis keluarga
 besar presiden?

 Penulis adalah pengarang Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki
 Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa (LKiS, Yogyakarta,
 2006). Ia dapat dihubungi di georgejunusaditjondro@xxxxxxxxx


Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/  ; 
http://sastrapembebasan.wordpress.com/
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] MENYONGSONG ERA SOEHARTO, BABAK KEDUA oleh George Junus Aditjondro - Mira Wijaya Kusuma