[nasional_list] [ppiindia] Luka Setelah Pepera

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 29 Nov 2005 10:36:36 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.sinarharapan.co.id/berita/0511/28/nas10.html

Laporan Khusus



Luka Setelah Pepera 
Oleh
Inno Jemabut


JAKARTA - Pada tanggal 15 Agustus 1962 bertempat di Markas Besar Perserikatan 
Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, disepakati sebuah persetujuan 
antara pemerintah Indonesia dengan Belanda tentang penyelesaian masalah Irian 
Barat (kini Papua). Dengan kesepakatan tersebut wilayah yang dijajah Belanda 
sejak 24 Agustus 1828 itu diserahkan ke tangan PBB pada 30 September 1962. 

Kesepakatan di New York tersebut mengatur cara masyarakat Papua menentukan masa 
depannya, apakah bergabung dengan Indonesia atau tidak, sebab Indonesia di 
bawah pemerintahan Soekarno mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari 
negara Indonesia yang harus direbut dari Belanda. Ini yang kemudian melahirkan 
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tanggal 29 Juli 1969 yang diadakan oleh 
pemerintah Indonesia dengan disaksikan oleh PBB. 
Pepera adalah sebuah gambling bagi negara induk kalau hitungannya matematis. To 
be or not to be! Jika hasilnya sebuah pemisahan diri maka malapetaka bagi 
sebuah negara induk, tetapi sebaliknya jika menghasilkan sebuah pengukuhan akan 
menamatkan riwayat para gerilyawan yang ingin mengambil pilihan merdeka. 
Pasalnya, negara punya alasan sah untuk menggunakan kekuatannya. 
Tapi bagaimana kalau mekanisme penentuan pendapat rakyat itu dilanggar dan 
hasilnya menguntungakan satu pihak dan merugikan pihak lainnya? Tentu Pepera 
bukan sebuah penyelesaian. Memikirkan sebuah negosiasi ulang bagi kedua belah 
pihak mungkin bisa jadi pilihan. Apa yang terjadi di Irian Barat bisa jadi 
seperti ini. Setelah Pepera, pemasalahan tak kujung usai.

Dalam pasal XXII persetujuan antara Indonesia dan Belanda 43 tahun lalu 
ditegaskan bahwa "UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) dan 
Indonesia akan menjamin hak-hak bebas berbicara, bebas bergerak dan berkumpul 
dan bersidang. Hak-hak ini akan mencakup hak-hak penduduk dari wilayah yang 
telah ada pada waktu penyerahan pemerintahan pada UNTEA (ayat 1). Setelah 
Indonesia mengambil pemerintahan, Indonesia akan menempati janji-janji tersebut 
yang tidak bertentangan dengan kepentingan perkembangan ekonomi rakyat wilayah 
tersebut (ayat3)". Dalam pasal XV disebutkan bahwa tugas utama pemerintah 
Indonesia adalah mempergiat lebih lanjut pendidikan rakyat, pemberantasan buta 
huruf, kemajuan perkembangan social kebudayaan dan ekonomi. 

Penentuan pendapat rakyat pada hakikatnya adalah wujud demokrasi langsung di 
mana setiap penduduk dewasa memiliki hak untuk memilih dan tidak dapat 
diwakilkan oleh siapapun. One man one vote! Tetapi apa yang terjadi di Papua 
saat itu sebaliknya. Dengan alasan mengkuti sebuah kebiasaan bermusyawarah 
untuk mencapai kesepakatan, masyarakat yang belum paham dengan Pepera serta 
kondisi wilayah yang tidak memungkinkan untuk bisa berkumpul membuat Pepera 
diwakili oleh sebuah dewan. UNTEA adalah perwakilan dari PBB yang sengaja 
dibentuk untuk menangani masalah Papua. Demikian juga dengan Dewan Musyawarah 
Penentuan Pendapat Rakyat (DM Pepera) hanya dikenal dalam penentuan pendapat 
rakyat di Papua untuk mewakili suara rakyat yang sebetulnya tidak dapat 
diwakilkan.

Di belahan dunia lain, kita tidak mengenal dewan yang bertugas untuk mewakili 
suara rakyat seperti ini dalam hal penentuan pendapat. Lebih lagi, penentuan 
dewan ini tidak melibatkan masyarakat sendiri. Masyarakat Papua tidak mengenal 
dari mana datangnya DM Pepera tersebut sebab dalam persetujuan sama sekali 
tidak disebutkan bagaimana warga memilih dewan tersebut. 


Negosiasi Ulang 
Penulis buku An Act of Free Choice, Profesor Pieter Drooglever yang meneliti 
masalah Pepera mengaku banyaknya kelemahan yang terjadi dalam melaksanakan 
Pepera. Meski ia juga mengatakan belum cukup alasan agar proses tersebut bisa 
diulang kembali. Baginya, masa depan Papua dengan Indonesia sangat tergantung 
pada bagaimana Indonesia memperlakukan wilayah tersebut. Sulit untuk memungkiri 
kalau Pepera telah memperdayai setidaknya 700.000 penduduk yang tidak ikut 
menentukan sendiri pendapatnya karena adanya dewan perwakilan. 

Dengan merujuk ke tulisan Pieter Drooglever itu saja cukup untuk mengatakan 
bahwa adanya negosiasi ulang antara pemerintah Indonesia dengan masyarakat 
Papua saat ini adalah sesuatu yang mendesak. 
Memang kita tidak bisa mengabaikan usaha pemerintah Indonesia dalam 
menyelesaikan masalah ini. Lihat saja betapa banyaknya undang-undang yang sudah 
dihasilkan agar masalah di Papua bisa tuntas, baik ekonomi, politik, budaya dan 
sebagainya. Namun, sejauh mana penghargaan terhadap hak asasi dalam upaya 
tersebut mesti dipikirkan kembali. 

Tentu dengan merujuk kembali pada persetujuan 43 tahun lalu di atas. Pasal XIV 
menegaskan "Undang-undang dan peraturan baru atau perubahan-perubahan pada 
undang-undang dan peraturan-peraturan yang telah ada dapat dijalankan menurut 
jiwa persetujuan ini". Adakah ini yang terlupakan dalan setiap kali pemerintah 
mengeluarkan undang-undang untuk Papua? Mampukah pembuat undang-undang di 
Indonesia sekarang menangkap semangat persetujuan tersebut? n
 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/wlSUMA/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Luka Setelah Pepera