[nasional_list] Re: [ppiindia] Kenapa Yahoo kok dimusuhi kanan kiri? - Re: Jangan salahkan Nietzche!

  • From: Nugroho Dewanto <ndewanto@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Mon, 14 Nov 2005 10:04:57 +0700

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **
Islam

Mereka berkuda ke luar kota, menuju ke arah padang pasir. Bangsawan tua itu 
duduk tegak di pelana, dan putranya, Ali Khan, berada di sebelahnya.

Anak muda itu sedang jatuh cinta. Ia berniat menikah. Sang ayah pun 
mendengarkan kehendak itu, setengah acuh tak acuh, lalu mengucapkan 
sepotong nasihat: ?Orang mencintai tanah airnya,? katanya, ?atau menyukai 
perang. Sebagian mencintai permadani yang cantik dan senjata yang langka. 
Tapi tak pernah terjadi, laki-laki mencintai seorang perempuan.?

Bagi orang tua itu, perempuan adalah sebuah benda yang bisa dinilai lebih 
rendah ketimbang karpet dan kelewang. Perempuan adalah sarana untuk 
mendapatkan anak, tak lebih, tak kurang. ?Kamu masih sangat muda, Ali 
Khan,? kata sang ayah pula. ?Pinggul seorang perempuan lebih penting 
ketimbang pengetahuan bahasanya.?

Jika tuan terkejut, marah, atau tak nyaman mendengar ucapan misogynistis 
yang menghina ini, baiklah kita ingat bahwa Ali Khan dan ayahnya hidup 
dalam novel Ali und Nino, yang terbit pertama kali pada 1937 di Wina. 
Ceritanya dibangun sebagai deskripsi yang elok tentang sebuah tempat dan 
masa yang eksotis: Kota Baku di Azerbaijan pada awal abad ke-20, ketika dua 
?kebudayaan? bertemu, bersengketa, dan mencoba hidup bersama. Yang pertama 
kebudayaan ?Eropa? atau ?Kristen?, yang lain tentu saja ?Asiatik? atau 
?Muslim?.

Dari kata-kata Safar Khan, sang ayah, kita bisa tahu apa perannya: dialah 
pembawa suara ?Muslim?. Bersama dia, Sayid Mustafa, seorang keturunan Nabi, 
anak seorang imam masjid besar dan cucu seorang alim yang menjaga makam 
Imam Reza di Kota Meshed. Syahdan, inilah pendapat sang Sayid: ?Perempuan 
itu sekadar sepetak tanah, dan di atasnya laki-laki menggaru?. Nikahlah, 
tapi ingat: perempuan hanya sepetak tanah.?

Jika dibaca lebih tekun, akan terasa bahwa Ali und Nino bukanlah sebuah 
novel dengan watak-watak yang rumit dan bergejolak. Cerita ini bertopang 
pada sejumlah stereotip: tokoh dan ucapan yang terdapat di 
dalamnya--terutama bila menyangkut Islam--hanyalah hasil cetakan sebuah 
pakem yang beredar berulang kali, seraya disesuaikan dengan pandangan dan 
selera orang ramai.

Demikianlah, si ?Muslim? selamanya jadi kosok-balik yang lengkap bagi 
?Kristen?, kontras yang tajam terhadap si ?Eropa?--terutama perihal 
perempuan dan kekerasan.

Persoalannya, tentu, benarkah jadi ?Muslim? berarti harus berperilaku yang 
berlawanan dengan apa yang dianggap ?Eropa?. Haruskah ?Islam? berarti 
?musuh Barat?, dan untuk menegaskan permusuhan itu, si Muslim harus 
melakukan hal-hal yang ia duga tak dilakukan di ?Barat?--misalnya menghina 
perempuan seraya merayakan perang dan kegagahan?

Penulis novel ini, memakai nama Kurban Said, tampaknya berpandangan begitu. 
Ia seorang Muslim. Tapi ia punya kisah yang tak sederhana.

Dalam riwayat hidupnya yang penuh warna-warni, yang ditulis secara menarik 
Tom Reiss dalam The Orientalist, diungkapkan bahwa ia lahir di Baku pada 
1905. Nama sebenarnya Lev Nussimbaum, seorang berdarah Yahudi yang lahir 
dalam keluarga yang jadi kaya karena minyak bumi.

Ketika Lev berumur 13, Uni Soviet, yang baru menegakkan kekuasaannya lewat 
Revolusi Oktober 1917 di Rusia, merebut kota itu. Si Ibu membunuh diri, dan 
si ayah pun membawa si bocah mengungsi melalui Turkestan, Persia, dan 
Pegunungan Kaukasus. Akhirnya anak dan ayah itu sampai ke Berlin.

Di sini, ketika ia berumur 17, Lev memutuskan masuk Islam. Ketika 
mendaftarkan diri jadi mahasiswa di Friedrich-Wilhelms-Universität, ia 
memakai nama ?Essad Bey Nousimbaoum?. Dalam beberapa fotonya--misalnya yang 
dipasang di kulit-muka The Orientalist--ia tampak memakai fez orang Turki, 
bahkan juga memakai igal, seakan-akan ia seorang syekh dari Arabia.

Tak jelas benar apa yang mendorongnya jadi Muslim. Menurut penulis The 
Orientalist, perjalanan Lev dan ayahnya menempuh Pegunungan Kaukasus, 
ketika mereka melarikan diri dari Revolusi Rusia, punya bekas: dari sana 
tumbuh dalam dirinya sebuah pandangan bahwa Islam adalah ?satu penopang 
perjuangan heroik di dunia yang dikuasai kekuatan kasar dan ketidakadilan?. 
Sejak umur 10, Lev menganggap Islam bagian dari dirinya. Ia sudah 
mencita-citakan orang Yahudi dan Muslim bersatu ?dalam perjuangan mereka 
melawan Barat dan kekerasan massalnya?.

Itu tahun 1930-an, sebuah zaman yang aneh jika dilihat dengan mata orang 
sekarang. Pada masa itu tak tampak mengherankan bila ada orang Yahudi--kaum 
yang berabad-abad terjepit di Eropa--yang memandang diri senasib 
sepenanggungan dengan orang Islam. Seorang Zionis, Wolfgang von Weisl, 
bahkan konon mendampingi Lev Nussimbaum menulis risalah dengan judul ?Allah 
Mahabesar: Turun dan Naiknya Dunia Islam?.

Tapi benarkah Nussimbaum alias Essad Bey alias Kurban Said berharap 
?Naiknya Dunia Islam?? Apa gerangan ?Dunia Islam? itu?

Tak mudah dijawab. Jika kita ikuti Ali und Nino, ?Dunia? itu adalah sebuah 
antitesis terhadap apa yang disebut ?Barat?. Di sanalah, misalnya, seperti 
digambarkan dalam novel itu, para lelaki dengan nyaman mengucapkan 
kata-kata yang merendahkan perempuan, dan, seperti dicita-citakan Iljas 
Beg, salah satu tokoh cerita, ?semua bacaan dan tulisan dilarang, dan orang 
memakai lilin, bukan tenaga listrik?.

Jika antitesis terhadap ?Barat? macam ini tampak masih kabur, itu karena 
?Barat? sendiri tak jelas sosoknya.

Yang pasti, Nussimbaum tak menemukan ?Barat? yang satu. Seraya ia bermimpi 
untuk melawan ?Barat?, ia juga ingin membela ?Barat? dari apa yang 
disebutnya sebagai ?barbarisme Bolsyewik? dari Rusia. Maka ia, seorang 
Yahudi, menyambut dengan gembira datangnya Nazi. Kekuatan Hitler, katanya, 
?telah menyelamatkan Eropa dari sebuah malapetaka?.

Ah, ?Eropa?, ?Barat?, ?Kristen?, ?Asia?, ?Islam?--sebenarnya apa arti 
kata-kata itu?

Goenawan Mohamad
(Catatan Pinggir, Majalah TEMPO 14 November 2005)


At 04:09 AM 11/12/05 -0800, you wrote:
>Kenapa Yahoo kok dimusuhi kanan kiri? - Re: Jangan salahkan Nietzche!
>
>Gara-gara tulisan bertajuk "Jangan salahkan Nietzche!" sebagai tanggapan 
>atas tulisan "License to kill God", bejibun email masuk ke mailbox saya 
>sekadar mempertanyakan: "Kenapa kok orang Yahudi kala itu dimusuhi 
>orang-orang Eropa? Kenapa mereka sampai dibunuhi?" Jawabannya tentu tak 
>sependek pertanyaannya. Yang jelas, istilah Yahoo (baca: Yahudi) sendiri 
>kini mengandung beragam makna. Yahudi sebagai sebuah agama yang terpuruk 
>oleh kehadiran Kristen dan Islam (istilah bisnisnya: pemasaran mereka
>sudah jeblok), Yahudi sebagai sebuah bangsa yang populasinya kian merosot 
>karena sudah jutaan umat yang dibunuhi, Yahudi sebagai sebuah tradisi 
>turun temurun, dan Yahudi sebagai sebuah budaya peninggalan masa lalu.
>
>Yahudi di Indonesia
>
>Kini yang disebut orang Yahudi tak sekadar penduduk di negeri Israel atau 
>orang-orang bertopi hitam bak tukang sulap yang suka lalu-lalang 
>di  stasiun-stasiun subway di New York, Chicago, London, dan Paris. Mereka 
>ada juga yang berkulit hitam, bertampang Indo, berwajah India, dan 
>berkulit kuning langsat plus bermata sipit seperti yang ada di Hong Kong 
>dan Singapura. Kalau di Indonesia, coba tengok sosok Cornelia Agatha, 
>Yapto Soeryosoemarno, Abel (pacar Dian Sastrowardoyo), Marini (mantan 
>istri Idris Sardi), Letizia Musri (mantan Gadis Sampul), dan si pengusaha 
>jam tangan mewah Irwan Musri yang dikabarkan lagi dekat dengan Desi 
>Ratnasari, seorang kakek tua keturunan Yahudi Irak yang penjaga rongsokan 
>sinagog di
>Surabaya, seorang mahasiswa kedokteran umum UNAIR, dan segelintir lainnya 
>yang masih tersisa. Mereka semua adalah keturunan Yahudi hasil perkawinan 
>silang dengan ras lain.
>
>Yahudi berkerudung dan sunat
>
>Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari nasib nelangsa bangsa Yahudi yang
>selalu teraniaya dan terus dimusuhi sejak zaman Moses di Mesir hingga 
>kini. Ritual
>agama yang dianutnya ternyata bisa menyinggung perasaan bangsa lain di 
>negeri-negeri dimana mereka 'menumpang'. Mereka cenderung berkelompok 
>dalam komunitasnya, enggan bersosialisasi dengan kelompok lain. Kalau 
>istilah sekarang mungkin bisa dicap 'terlalu
>eksklusif' dan kelompok yang 'ogah gaul' (bukan kurang gaul). Sementara 
>ajaran yang dianut beberapa agama sendiri menjadi kendala untuk tumbuhnya 
>pembauran, misal tak boleh menikah dengan orang yang tak seiman (tak 
>sekadar bibit-bebet-bobot), melarang orang yang tak seiman menginjak rumah 
>ibadahnya, musti berpakaian rapat (konon agar lebih dicintai Tuhan), 
>lelakinya wajib disunat tetapi kelompok lain tak mewajibkannya, dan masih 
>banyak hal lainnya. Sebuah tradisi warisan nenek moyang yang bisa dengan 
>mudah jadi penanda untuk
>dijadikan target pembunuhan massal.
>
>Kalau kita saksikan film dokumenter tragedi holocaust di era Nazi, nampak 
>ribuan perempuan berkerudung yang dicomot dari getho-getho dan trotoar 
>jalanan. Mereka lalu ditelanjangi, ramai-ramai dimandikan dengan 
>semprotan, kemudian disekap dalam sebuah ruangan tanpa diberi makan dan 
>minum. Kalau ketahuan nampak sakit-sakitan, langsung dibakar hidup-hidup. 
>Yah, kerudung adalah sebagai salah satu penanda bahwa mereka adalah 
>perempuan Yahudi konservatif. Kerudung itu mirip seperti yang menutupi 
>rambut Maria Magdalena, lalu oleh dimodifikasi menjadi jilbab seperti 
>dikenakan oleh sekelompok perempuan Indonesia yang ingin dicap agamis dan 
>ingin disayang Tuhan melebihi perempuan yang cuma pakai celana jeans belel 
>dan tank top saja. Sebagai contoh adalah mantan artis panas Inneke 
>Koesherawati yang dianggap kelompok tertentu citranya langsung terkerek 
>naik dan kerap jadi maskotnya MUI.  Tata busana peninggalan kaum Semit itu 
>lalu dijadikan penanda bahwa orang itu beragama anu dan itu, t
>  ak lagi
>  sekadar tradisi. Anehnya, pakaian kebaya dan busana tradisional khas 
> suku-suku di Indonesia terpinggirkan begitu saja. Penanda lain
>orang Yahudi atau bukan adalah baju dan paspor bercap J, juga kalung 
>Bintang Daud di leher. Saat pasukan SS ragu dengan status sekelompok pria 
>yang mereka jumpai termasuk Yahudi atau bukan, ramai-ramai akan dipaksa 
>untuk membuka celananya. Kalau penis mereka disunat, langsung dicokok 
>tanpa ragu.
>
>Si kambing hitam
>
>Hanya gara-gara petikan beberapa ayat di kitab suci, bangsa dan kelompok
>agama lainnya bisa menghempaskan tubuh-tubuh mereka ke liang lahat. Mereka
>yang tadinya cuma 'tak disenangi' alias dibenci hingga ke ubun-ubun, bisa 
>menjelma
>menjadi 'tak layak hidup' di Bumi alias pantas mati. Itu baru menyangkut
>perbedaan agama, belum masuk ke ranah politik yang bisa dengan canggih
>membentur-benturkan perbedaan paham, suku, ras, dan agama. Bibit-bibit
>yang telah tersemai dengan mudah bisa kian disuburkan dengan berbagai
>rekayasa nan piawai.
>
>Kaum agamawan sendiri masih saja ngotot. Mereka tak mau sepenuhnya
>dipersalahkan atas kejadian holocaust dan tragedi lainnya yang pernah
>melanda Eropa. Muncullah si kambing hitam. Mereka lalu menyalahkan para
>ilmuwan yang dicap sekuler karena dianggap menyebarkan kebencian rasial
>dalam buku-bukunya. Para ilmuwan ternama macam Nietzche, Karl Marx, 
>Voltaire, Rosseau,  Montesquieau, dan lainnya langsung dicap sebagai 
>inspirator Hitler dan tokoh fasis lainnya
>atas tragedi yang mengenaskan itu.
>
>Peristiwa yang kini sedang melanda Perancis dan negara-negara Eropa 
>lainnya benar-benar membelakkan mata kita. Apakah sejarah kelam akan 
>kembali terulang, mengingat kemiripan perilaku Yahudi di masa lalu dan 
>ulah sebagian umat Muslim fanatik bin fundamentalis di masa kini? Oriana 
>Fallaci dalam buku barunya berjudul 'The Force of Reason' mengingatkan
>bahwa Eropa bakal menjadi koloni Arab. Januari lalu, pengarang wanita 
>Mesir dengan nama samaran Bat Ye'or menulis buku berjudul Eurabia. Eropa 
>akan berubah nama menjadi Eurabia, karena kaum imigran Timur Tengah justru 
>berani menuntut hak eksklusif, separatis dan sektarian secara agama, 
>sosial dan budaya. Kini semuanya tergantung para politisi di Eropa yang 
>sedang berkuasa. Kartu truf ada di tangan mereka. Kebijakan strategis apa 
>yang akan mereka ambil untuk menangkal itu semua. Tentu saja langkahnya 
>pasti tak sedramatis Hitler. Menyimak kondisi terkini, kebijakan yang akan 
>diambil pasti lebih santun, minimal tak menabrak konvensi internasional 
>tentang HAM, dan lagipula otoritas agama tak
>lagi punya pengaruh kuat di pemerintahan seperti di masa lalu. Yang jelas, 
>perilaku agama lebih gampang ditebak kemana arahnya, tetapi perilaku 
>politik lebih rumit dan lebih pelik yang tak mudah untuk diduga - bak 
>permainan catur antar Grand Master.
>
>Alergi Yahudi
>
>Serangkaian tulisan dari rekan Sato Sakaki di bawah ini mungkin bisa 
>mewakili beragam pertanyaan tersebut, termasuk kaitannya dengan aspek 
>politik, sosial, budaya dan agama. Sato yang mukim di Los Angeles, AS, 
>menuliskannya berdasarkan riset pustaka. Menurutnya, tulisannya itu 
>sengaja ia sumbangkan bagi para pembenci Yahudi dan Zionis agar hatinya 
>lebih terbuka menerima kenyataan bahwa keberagaman di Bumi ini mustinya 
>kita nikmati dan kita syukuri, bukannya malah dijadikan alasan untuk 
>saling berbunuh-bunuhan. Apalagi kalau tindakan biadab itu dilakukan 
>karena berdasar petikan ayat-ayat di kitab suci. Yahoo juga manusia, bukan 
>binatang. Keberadaan mereka seharusnya pantas dilestarikan karena bangsa 
>unggulan  yang menurut kitab-kitab suci sebagai 'orang-orang pilihan 
>Tuhan' itu
>dikhawatirkan akan punah. Yang jelas itu bukan wewenang WWF karena mereka
>bukan binatang, tapi menjadi wewenang PBB dan juga kita semua.
>
>Pertanyaannya: Kenapa sebagian bangsa kita masih alergi dengan segala yang
>berbau Yahudi? Tak semua orang Yahudi itu jahat, begitu pula tak semua
>orang Indonesia itu baik. Koruptor, penjagal, perampok,  pencoleng, 
>pemerkosa, dan pencopet ada dimana-mana. Adalah tugas pemerintah SBY untuk 
>segera membuka hubungan diplomatik dengan Israel, agar bangsa kita dapat 
>lebih melek mata dan tak membenci bangsa yang mereka pahami cuma 
>sepotong-sepotong dari berita di koran-koran dan ayat-ayat kitab 
>suci.  Jangan ada lagi sebuah persahabatan antar bangsa dan antar budaya beku
>hanya karena alasan agama semata. Jangan hirau dan tak perlu dengarkan apa 
>reaksi orang-orang Front Pembela Islam (FPI), Jundulah Islamiyah, Laskar 
>Jihad, ICMI, MUI, PKS, PPP, Partai Bulan Bintang  dan lainnya. Mereka tak 
>memahami apa makna pluralisme yang sebenarnya.  Mereka tak menyadari apa 
>bahayanya di masa depan kalau terus-terusan menanam 'bom  waktu' bernama 
>kebencian dengan beragam bentuknya di negeri ini. Slogan
>'kerukunan antar umat beragama' yang dulu digaung-gaungkan pemerintah 
>Orde  Baru terbukti hanya semu belaka - kalau tak mau dibilang slogan yang 
>kosong melompong.  Hampa, tiada guna karena cuma untuk tujuan politik 
>semata. Tiada guna mempertahankan Departemen
>Agama yang cuma menjadi sarang tikus wirog. Gus Dur dulu pernah punya rencana
>membubarkan departemen ini, namun batal karena menuai 
>protes  berkepanjangan. Juga tiba-tiba muncul berbagai kasus pergesekan 
>antar umat beragama serta etnis di Ambon, Poso dan sebagainya yang seolah 
>menyiratkan pesan bahwa Departemen Agama masih dibutuhkan keberadaannya. 
>SBY, ingat negeri kita tercinta bukanlah diperintah oleh kekhalifahan 
>otoriter.
>Semustinya kalau ada kelompok yang punya cita-cita ingin 
>mendirikan  negara berdasarkan syariat Islam, kirim saja mereka semua ke 
>Timur  Tengah, karena disini bukanlah tempatnya.
>
>Tanpa pluralisme, Indonesia akan suram
>
>Walau pemeluk Islam seusai KTP, saya amini 99% pendapat AA Yewangoe, ketua 
>umum PGI (Persekutuan Gereja-Gereja se-Indonesia) yang dirilis seminggu 
>lalu. Menurutnya, masa depan Indonesia tanpa pluralisme merupakan potret 
>suram yang menjadi hantu menakutkan bagi kelompok minoritas di Indonesia. 
>Karena itu konsepsi mayoritas dan minoritas yang 60 tahun
>dengan sengaja dikumandangkan negara bernama Republik Indonesia 
>harus  dihapuskan. Jika kelompok minoritas karena agama, etnis dan budaya 
>dilarang untuk tumbuh dan berkembang
>maka tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara akan hancur.
>
>Posting ini saya akhiri dengan sebuah pesan dari seorang lelaki tua Yahudi 
>kepada istri dan kedua anaknya sebelum ia menutup mata untuk selamanya: 
>"Anakku, jadilah engkau seorang individu terdidik yang 
>memiliki  integritas, bebas dan independen dalam berpikir, peduli dalam 
>upaya meningkatkan dan mendorong kehidupan yang lebih damai di dunia, dan
>berpartisipasilah untuk ikut menciptakan hidup yang lebih bermakna 
>dan  bermanfaat bagi semua..."
>
>(Philadelphia, Pennsylvania, AS, 1977)
>
>Pesan terakhir dari almarhum yang dari kalangan intelektual Yahudi asal 
>Rusia itu berdampak besar bagi Noam Chomsky, anak pertamanya. 
>Sebagai  pribadi, jadilah Noam, kini profesor linguistik di Massachuset 
>Insitute of Technology (MIT), sebagai sosok yang punya integritas tinggi, 
>bebas, dan independen dalam berpikir.
>
>Salam,
>
>
>Radityo Djadjoeri
>e: radityo_dj@xxxxxxxxx
>
>(asli orang Jawa, bukan orang Yahudi dan bukan pula keturunan Ibrahim
>si tentara bayaran yang konon suka mengobrak-abrik patung-patung berhala,
>walau almarhum kakek buyut saya bernama Ibrahim)
>
>Klik: http://zamanku.blogspot.com


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: