[nasional_list] [ppiindia] Kenaikan BBM dan Aspek Keadilan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 27 Sep 2005 04:45:19 +0200

** Mailing List Nasional Indonesia http://www.ppi-india.org ** 
** Situs milis nasional: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia ** 
** Info Beasiswa Indonesia http://informasi-beasiswa.blogspot.com **
SUARA KARYA


Kenaikan BBM dan Aspek Keadilan
Oleh Susidarto 


Selasa, 27 September 2005
Mengapa di balik pengurangan subsidi, yang berkorelasi positif untuk masyarakat 
miskin, tetap ada gejolak sosial berupa demonstrasi atau unjuk rasa lainnya? 
Sederhana jawabnya, mereka adalah komponen masyarakat yang sangat tidak 
menginginkan terjadinya kenaikan BBM (bahan bakar minyak), yang senantiasa 
diikuti dengan kenaikan harga-harga kebutuhan lainnya. Maklum saja, BBM 
merupakan komoditas strategis yang keberadaannya senantiasa memengaruhi 
komoditas lainnya. Hampir di setiap kenaikan komoditas ini, senantiasa memicu 
terjadinya fenomena meroketnya harga-harga, yang akhirnya mengakibatkan 
terjadinya penambahan angka inflasi yang cukup signifikan. 

Tak hanya itu, di balik subsidi BBM ini, ada isu lain yang menarik. Isu 
tersebut adalah tuntutan masyarakat mengenai perlunya ditegakkan keadilan 
ekonomi bagi masyarakat banyak. Selama ini masyarakat banyak justru merasa 
memberikan subsidi yang berlebihan untuk para konglomerat, koruptor ataupun 
pejabat yang bermental kleptomani (maling) melalui berbagai pungutan pajak, 
serta pungutan-pungutan lainnya. Bayangkan, APBN (Anggaran Pendapatan dan 
Belanja Negara) yang adalah milik rakyat, sebagian besar pos pengeluarannya 
justru dipakai untuk membayar utang luar negeri serta utang domestik dalam 
bentuk obligasi, yang sebagian besar akibat ulah para obligor kakap. 

Berbagai pungutan pajak yang semakin membebani masyarakat ini, ternyata tidak 
dikembalikan ke masyarakat itu sendiri, namun justru banyak dinikmati oleh 
mereka yang kaya raya. Sebut saja, misalnya, untuk membayar bunga obligasi 
(utang domestik) saja, pemerintah mengeluarkan anggaran puluhan triliun rupiah. 
Angka itu jauh melebihi subsidi BBM tahun 2001 (Rp 41 triliun) maupun tahun 
2002 (Rp 38 triliun) dan menyamai tahun 2004 (Rp 71 triliun). Dan, lucunya, 
jumlah obligasi itu tidaklah semakin berkurang, namun tetap saja, sehingga 
pemerintah terus-menerus memberikan "subsidi" kepada bank-bank pemegang 
obligasi rekap. Rakyat kembali disakiti hatinya, karena tidak ada keadilan 
ekonomi sama sekali. 

Tidak hanya sebatas itu. Utang konglomerat yang macet pun (dalam bentuk bantuan 
likuiditas bank Indonesia - BLBI), ternyata kembali mendapatkan keistimewaan 
luar biasa. Berbagai keringanan dalam bentuk grace period, hingga keistimewaan 
lain termasuk yang sungguh mencengangkan kita: pemberian fasilitas surat 
release & discharge (R&D) kepada beberapa konglomerat (obligor) yang dianggap 
kooperatif melalui Inpres yang cukup kontroversial itu. Hal ini bertambah 
parah, manakala aset-aset yang kini dikuasai pemerintah, sekarang dilego dengan 
harga obral alias murah. Pemerintah bekerja bak sinterklas terhadap para 
konglomerat itu. Luar biasa. Itu artinya, administrasi keuangan negara ini 
memang sangat amburadul. 

Memang, pemerintah masih memberikan subsidi BBM sebesar Rp 30,3 triliun (2003) 
dan Rp 70 triliun (2004), namun subsidi ini pun kembali salah sasaran, karena 
yang menikmati banyak subsidi justru orang-orang kaya bermobil yang rakus BBM. 
Selain itu, akibat subsidi diberikan terhadap harga bukan pengguna, maka banyak 
muncul tindakan spekulatif dalam bentuk penimbunan, pengoplosan dan sejenisnya. 
Akhirnya, rakyat kembali gigit jari. Porsi subsidi yang dapat mereka nikmati 
sungguhlah kecil, tidak sebanding dengan pengorbanan yang sudah diberikan untuk 
negara. Keadilan menjadi diinjak-injak tanpa ada yang menghormati sama sekali. 

Dana kompensasi subsidi kenaikan BBM pun akhirnya digulirkan, setidaknya untuk 
meredam gejolak sosial yang mungkin akan muncul akibat adanya ketidakadilan 
ekonomi ini. Untuk tahun 2002 lalu, dana kompensasi yang disalurkan sebesar Rp 
2,85 triliun, sebelumnya Rp 2,2 triliun (2001) dan Rp 800 miliar (1999). Untuk 
tahun 2003 ini, dana subsidi kompensasi BBM sebesar Rp 3,1 - Rp 4 triliun. 
Untuk tahun 2005 ini, tidak kurang Rp 18,5 triliun sudah dianggarkan. Namun, 
efektivitas penyaluran dana melalui berbagai tahap ini pun kembali 
depertanyakan. Jangan-jangan ini hanya siasat untuk kembali mengelabui rakyat 
banyak, atau hanya sekadar kamuflase belaka agar masyarakat banyak merasa 
terhibur dengan paket ini. 

Sebab, kenyataannya, program yang sudah berjalan lima tahun lebih ini belum 
terlihat pertanggung-jawabannya. Dana kompensasi untuk tahun 1999 dan 2000, 
total sebesar Rp 3 triliun yang katanya sudah disalurkan, ternyata belum 
diaudit dan dilaporkan secara transparan kepada masyarakat. Masyarakat pun 
kembali bertanya-tanya, ke mana gerangan dana itu disalurkan dan apakah ada 
kebocoran ataupun yang tercecer di mana-mana? Sederetan pertanyaan itu belum 
terjawab sampai hari ini. Dan konon, dana kompensasi 2005 ini sudah mulai 
digulirkan tanpa ada persiapan yang matang. Masyarakat kembali khawatir, 
jangan-jangan dana itu menguap persis nasibnya seperti dana jaring pengaman 
sosial (JPS) yang menghebohkan itu. 

Inti persoalan sebenarnya cukup sederhana, masyarakat mendambakan adanya 
keadilan ekonomi. Artinya, pemerintah jangan hanya berpihak terus-menerus 
kepada golongan menengah-kaya (konglomerat) yang terus menerus dielus-elus, 
diberi ransum makanan, dan keistimewaan, sementara masyarakat miskin justru 
"diperas" dijadikan bahan bulan-bulanan. Kondisi semacam ini sungguh 
mengkhawatirkan banyak kalangan. Keresahan sosial, rasa frustasi dan pembusukan 
dendam kesumat, lama kelamaan akan keluar secara membabi buta dan membahayakan 
kita bersama. Oleh sebab itu, jangan sampai kemarahan masyarakat ini terus 
menerus tertimbun dan menemukan salurannya. Pemerintah harus mencarikan solusi 
yang tepat. 

Kalaupun pemerintah bisa berhemat dan melakukan efisiensi, maka kondisinya 
tidak akan parah seperti sekarang ini. Sebut saja, misalnya, bila pemerintah 
bisa menekan penyelundupan yang konon berpotensi merugikan negara sebesar Rp 6 
triliun (per bulan), maka uang sebesar itu sebenarnya sangat membantu ekonomi 
masyarakat banyak. Belum lagi, kalau pemerintah bisa berhemat dalam membayar 
bunga obligasi (berarti harus mengurangi porsi obligasi rekap), maka berapa 
puluh triliun rupiah bisa dihemat. Itu baru dua pos, belum pos-pos pengeluaran 
lain dan pos "kebocoran" lain yang konon menurut almarhum Prof Soemitro bisa 
mencapai 30 persen. 

Kenaikan BBM untuk kedua kalinya pada tahun ini telah menjadi kebijakan 
pemerintah. Memang, nasi sudah menjadi bubur, pemerintah sudah telanjur akan 
segera menaikkan harga BBM. Namun tidak ada salahnya, catatan di atas menjadi 
bahan perenungan tersendiri bagi kita semua, agar di kemudian hari bisa memetik 
hikmah dari setiap kejadian yang muncul. Mengelola negara memang tidak mudah, 
namun itulah seninya menjadi seorang negarawan, yakni mampu bertindak cerdik 
seperti ular dan tulus seperti merpati. *** 

Penulis pengamat ekonomi-perbankan,
tinggal di Yogyakarta. 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.org **
** Beasiswa Indonesia, http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kenaikan BBM dan Aspek Keadilan