** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/20/opini/2377251.htm KY dan Evaluasi Kinerja Hakim M Fajrul Falaakh Pendekatan elitis akan diterapkan Komisi Yudisial dalam reformasi hukum dan peradilan (justice sector reform), yaitu seleksi ulang hakim agung untuk membenahi kelemahan manajemen dan kepemimpinan di Mahkamah Agung (Kompas, 5/1/2006). Presiden mendukung Komisi Yudisial (KY) dan akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu). Perpu itu harus memiliki bobot konseptual saat diterapkan atas hakim agung yang belum purnatugas (sekitar dua pertiga), sekaligus mengandung tolok ukur lebih baik. Atas dua hal ini, KY seharusnya mengevaluasi kinerja hakim. Reformasi terbatas Reformasi hukum dan peradilan merupakan salah satu agenda dalam transisi kekuasaan otoriter. Kini reformasi politik menghasilkan konfigurasi baru kepartaian, dari Pemilu 1999 dan 2004, serta pasangan presiden-wapres melalui pemilihan langsung tahun 2004. Di lain pihak, MA berhasil memberdayakan diri melalui sentralisasi administrasi peradilan di tangan MA. Beberapa hakim agung non- karier berhasil dipilih DPR tahun 2001. Reformasi lain adalah kapling kekuasaan baru melalui aneka peradilan khusus dan berbagai agenda dalam Cetak Biru Pembaruan MA (2003). Harus diakui, keterbatasan jangkauan reformasi MA menunjukkan kelemahan gerakan reformasi dalam mendesain dan mendesakkan pembaruan hukum dan peradilan. Transisi kekuasaan otoriter pasca-Orde Baru seharusnya mencakup hukum dan instrumen negara yang memiliki kekuatan pemaksa, seperti yang berlangsung atas TNI. Dalam perspektif keadilan, khususnya pada ranah projustisia, reformasi hukum harus menjangkau instrumen pemaksa dalam lalu lintas orang (imigrasi), barang (bea cukai), pungutan uang (pajak), dan lain-lain. Gagasan KY dapat menjadi terapi kejut reformasi peradilan, meski tak seradikal gagasan "pemotongan satu generasi hakim" atau impor hakim. Reformasi peradilan tak sekadar seleksi hakim agung. Dalam Kebijakan Reformasi Hukum (Komisi Hukum Nasional, 2003: 108-119) dikemukakan tiga langkah kebijakan untuk perekrutan dan karier hakim. Pertama, seleksi ulang untuk pengadaan hakim (bukan hanya hakim agung). Mereka yang lulus seleksi ulang ditempatkan kembali sebagai hakim. Yang gagal dipensiun dini atau dipekerjakan sebagai nonhakim. Kedua, penetapan standar profesi hakim, standar putusan pengadilan (hakim) sebagai pedoman membuat putusan sekaligus batu uji (parameter) untuk menilai putusan hakim serta kode etik hakim. Ketiga, kerja sama dengan lembaga pendidikan tinggi hukum yang memiliki akreditasi baik untuk perekrutan "bibit unggul" hakim. Evaluasi kinerja hakim dapat diletakkan dalam langkah pertama. Evaluasi kinerja hakim Lebih mendasar jika KY dapat mengevaluasi kinerja hakim (assessment of judicial performance). Ada empat alasan, (1) model pengawasan KY dimandulkan jadi pola antiakuntabilitas publik; (2) kebutuhan instrumen kerja KY; (3) kelemahan model evaluasi yang sudah ada dan dikritik MA; (4) harapan dan dukungan positif dari masyarakat maupun kalangan hakim yang lebih luas. Amandemen UUD 1945 menentukan, KY berwenang melakukan tindakan guna menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Wewenang konstitusional itu disebutkan dalam UU KY 2004 (Pasal 20-23), yaitu melakukan pengawasan atas perilaku hakim dan mengusulkan penjatuhan sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara atau pemberhentian. Sayang, pengawasan KY dimandulkan dalam legislasi karena usul KY disampaikan kepada pimpinan MA atau pimpinan Mahkamah Konstitusi untuk diselesaikan Majelis Kehormatan Hakim. Untuk hakim agung diselesaikan oleh Majelis Kehormatan MA, diatur oleh MA dan beranggotakan para hakim agung (Pasal 12 UU No 14/1985 jo UU No 5/2004). Pengawasan oleh KY dapat diwujudkan melalui evaluasi kinerja hakim, sebagai instrumen untuk menilai perilaku profesional hakim, mengusulkan sanksi dan penghargaan bagi mereka. Namun, KY harus melampaui dua model evaluasi internal. Selama ini evaluasi kinerja hakim dilakukan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephuk dan HAM) maupun MA. Untuk pembinaan hakim sebagai pegawai negeri, Dephuk dan HAM menilai hakim melalui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) berdasarkan PP No 10/1979. Untuk masalah teknis yudisial, MA menggunakan EVA-1 (1993) dan WAS-1 (1994). Model ini dikritik dalam kertas kerja MA mengenai Pembaruan Sistem Pembinaan SDM Hakim (2003) karena instrumennya tak sesuai watak jabatan hakim, tak memiliki ukuran obyektif, hampir tanpa pemantauan, dan tanpa penilaian obyektif. KY berpeluang mengisi kekosongan model evaluasi itu. Evaluasi membuka jalan bagi persepsi publik terhadap MA yang terkesan mendua (Kompas 16/1/2006: Luka Menganga di Tiang Keadilan). Meski menilai MA bercitra buruk (62 persen), keputusannya beraroma KKN (89,1 persen), dan kinerjanya tak memuaskan (70 persen), sebagian besar responden (65 persen) hanya menyetujui penggantian sebagian hakim. Menurut para hakim (MA, 2005: 68), evaluasi kinerja dinilai penting karena bermanfaat untuk pengembangan karier (96 persen), khususnya kenaikan pangkat (86 persen), dan untuk penghargaan (65 persen). Tampaknya ada kekuatan reformis (anonim) di belakang pendapat ini. KY dapat bersekutu dengan mereka, juga dengan opini publik. Mohammad Fajrul Falaakh Mengajar di Fakultas Hukum UGM; Pernah Menjadi Justice Sector Reform Advisor pada UNDP [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **