[nasional_list] [ppiindia] J Kristiadi dan Impian Perubahan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 6 Jan 2006 23:32:45 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/07/Politikhukum/2344866.htm

 
J Kristiadi dan Impian Perubahan 


SIDIK PRAMONO



Reformasi berjalan hampir delapan tahun sejak turunnya Presiden Soeharto, Mei 
1998. Tapi, sepanjang itu pula keraguan dan kekecewaan terus mengemuka karena 
perbaikan belum juga memuaskan. Rezim otoriter runtuh, namun elite berkuasa 
masih dibagi di antara pewaris kekuatan lama. Perubahan besar tak juga terwujud.

Menurut Wakil Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies 
(CSIS) J Kristiadi, semua itu terjadi karena perubahan mendadak dan kemudian 
tidak ada impian besar yang memandu perjalanan bangsa. Berikut petikan 
wawancara dengan J Kristiadi yang ditemui Kamis (5/1) di kantornya di Tanah 
Abang, Jakarta.

Apa yang kita capai setelah hampir 8 tahun reformasi?

Yang paling utama, sistem kekuasaan yang otoritarian sudah runtuh. Kini kita 
dihadapkan dengan tantangan untuk membangun sistem kekuasaan di mana rakyat 
benar-benar berdaulat. Rumit memang, bahkan hampir muskil dilakukan dalam waktu 
singkat. Bahayanya, jika perubahan yang sangat besar itu tidak diikuti 
perbaikan, justru orang-orang dengan ideologi berlawanan dengan demokrasi akan 
hidup subur. Ada ungkapan sinis, democracy is the art of achieving nothing by 
doing a lot of thing.

Tentu saja, sudah ada beberapa kemajuan. Sekalipun tertatih-tatih, bangsa yang 
lama terpasung ini mulai bangkit dan bergerak. Proses pemilihan umum sangat 
luar biasa dan memesona. Sejak Pemilu 2004, sudah berapa puluh kompetisi 
memperebutkan kekuasaan yang terjadi. Kita harus bangga karena korbannya 
relatif sedikit. Ini yang menjadi kontra teori dari Barat karena Indonesia yang 
mayoritas Muslim bisa berdemokrasi. Hal itu memberikan ilustrasi, bangsa kita 
punya peradaban untuk menjadi bangsa besar. Hanya saja, apa yang mau dijadikan 
agenda bersama yang komprehensif, mau dibawa ke mana bangsa ini, belum ada. 
Perubahan ini memberikan dua muka, memberikan harapan dan juga muka yang gela 
karena ada pertanyaan soal hasil, ada krisis representasi, tidak ada perubahan 
sikap. Dua wajah ini yang harus kita hadapi.

Semua perubahan terkesan sporadis, tanpa agenda.

Ini terjadi karena perubahan yang sangat mendadak. Aktor pelaku perubahan 
merupakan pewaris struktur dan kultur politik lama. Berbeda dengan Spanyol yang 
bisa berubah dengan potong generasi. Kita tidak. Tapi di sisi lain, apa yang 
terjadi memberikan harapan kita ini bukan bangsa yang ecek-ecek. Tinggal 
bagaimana kekuatan perubahan yang positif itu didukung wacana yang konstruktif 
dan mendasar, pemikiran besar dan berjangka panjang.

Apa akibatnya muka gelap perubahan tadi?

Sekarang ini masih mimpi buruk. Rakyat sudah tidak merasakan, tidak mendapat 
bukti dari apa yang dikampanyekan elite. Mimpi buruk ini jika semakin parah 
akan menjadi ideologi alternatif atas Pancasila yang sebenarnya baik-baik saja. 
Ini akan menjadi anarkisme sosial karena tidak ada harapan. Orang miskin sudah 
â??memakanâ?? orang miskin. Kemiskinan menjadi ayah kandung revolusi dan 
kriminalitas. Kita akan bisa masuk situasi yang destruktif. Di negeri seperti 
ini, kekayaan alam sudah menjadi kutukan. Lihat saja Nigeria atau Sudan. Minyak 
kita, tembaga kita habis, namun apa yang kita peroleh?

Catatan lain reformasi?

Perubahan ini terlalu didominasi elite politik sehingga harus ada sektor lain 
yang mengimbangi dengan mengembangkan perdebatan lebih mendasar, seperti 
evaluasi atas perubahan itu sendiri. Kita harus memperdebatkan impian bangsa 
ini ke depan. Setengah abad merdeka, delapan tahun reformasi, kita masuk ke 
atmosfer yang serba pragmatis, oportunis. Tidak ada prinsip lagi. Ideologi 
tidak ada, melulu kepentingan. Lihat saja, koalisi partai politik bertentangan 
secara diametral dengan asumsi sebelumnya. Bagusnya, bangsa ini tidak 
terkotak-kotak dalam ideologi sempit.

Bagaimana mengawali perubahan besar itu?

Pemikiran sporadis tidak bisa mengisi kekosongan reformasi. Yang bisa adalah 
publik bersama media mengembangkan wacana konstruktif, apa yang masih mungkin 
dilakukan bangsa besar dan heterogen ini. Bagaimana sistem kekuasaan kita, 
sistem pemerintahan, kepartaian, sistem pemilu yang cocok. Meskipun konstitusi 
sudah diamendemen, banyak hal harus dipikir kembali, disusun lebih 
komprehensif. Yang terakhir, soal ideologi, apa yang bisa menyatukan bangsa 
ini. Tidak ada lagi yang bisa menyatukan roh bangsa ini. Pancasila kehilangan 
kepercayaan, terdegradasi karena telanjur banyak diselewengkan. Produk 
penataran yang indoktrinatif hanya melahirkan kemunafikan. Itu yang harus 
dikembalikan. Perubahan dengan perdebatan mendasar, impian bangsa, value yang 
secara universal bisa menyatukan bangsa ini.

Bagaimana dengan elite lama, termasuk militer?

Masyarakat sudah makin berani. Kalaupun itu tidak berkembang, mungkin karena 
tidak mendapat dukungan cukup besar dari media. Kekuatan masyarakat masih 
tercerai-berai. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) saat ini tidak punya satu isu 
yang bisa menyatukan.

Kelompok militer sudah tidak punya kekuatan dalam politik. Yang berbahaya 
justru orang sipil yang militeristis. Lihat saja, mana ada partai yang 
demokratis? Partai politik feodalistik dan oligarkis, berjuang untuk 
kepentingan sendiri. Ini yang lebih berbahaya ketimbang militer. Partai politik 
itu pilar demokrasi. Tapi mau ke mana demokrasi kalau pilar demokrasi justru 
tidak demokratis?

Lantas, dari mana kita mulai?

Proses reformasi tidak bisa diberikan hanya kepada elite politik, lebih-lebih 
kepada negara. Masyarakat harus aktif ikut ambil bagian. Bentuknya bisa 
bermacam-macam, bisa orang per orang, lewat LSM, dan media. Harus ada kekuatan 
penekan untuk mendorong debat publik yang konstruktif dan terfokus. Mimpi satu 
orang bisa menjadi sesuatu, mimpi banyak orang bisa menjadi kekuatan. Lihat 
saja saat amendemen konstitusi, kekuatan masyarakat sangat berperan sehingga 
konstitusi yang dianggap sakral bisa diubah.

Mulailah sekarang dari pikiran besar itu. Selama delapan tahun kita kenyang 
dengan masalah pragmatis dan oportunis. Agenda penting kita bagaimana membangun 
bangsa plural ini ke depan, apa yang bisa mengikat kita. Bangsa Indonesia 
dengan konsep 1945 sudah runtuh karena kita dipersatukan negara secara 
unilateral. Kemudian kita dipersatukan dengan isu pembangunan, diindoktrinasi 
nilai Pancasila, yang berbeda dianggap subversif. Apa ekses membangun bangsa 
dengan cara yang represif itu? Cara itu hanya melahirkan ketidakadilan. Siapa 
yang meramal Uni Sovyet akan jatuh? Ilmu politik tak pernah meramalkan. 
Nyatanya jatuh.

Aceh dan Papua

Lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1976, Kristiadi muda 
langsung bergabung dengan CSIS yang lekat dengan image dan persepsi sebagai 
think tank Orde Baru dan Soeharto. Namun, Kristiadi membantah identifikasi itu. 
Kristiadi menyadari, persepsi itu tidak terhindarkan karena CSIS memang 
didirikan orang dekat Soeharto. â??Tapi kalau Soeharto ikut kita, dia akan 
selamat, tidak akan jatuh,â?? kata Kristiadi.

Kini, ketika rezim berganti, Kristiadi masih sering memberi masukan kepada 
pemerintah. Untuk soal Papua dan Aceh, misalnya, Kristiadi terlibat sejumlah 
pembahasan di Departemen Dalam Negeri. Tapi sebagai peneliti, Kristiadi teguh 
pada sikap independennya. â??Mereka tahu, kami bisa punya pandangan sendiri. 
Untuk soal pilkada Irian Jaya Barat, saya protes,â?? katanya.

Soal ketidakadilan, Papua dan Aceh jadi agenda khusus?

Dalam otonomi khusus, ada pintu masuk bagaimana mereka mengejar ketertinggalan. 
Ada sejumlah uang, alokasi tersendiri dana alokasi umum (DAU). Tapi memang 
tidak mudah. Otonomi khusus sudah sejak 2001, tapi korupsi juga luar biasa. 
Papua dan Aceh setelah otonomi khusus masih sama saja, malah tambah runyam. 
Membangun bangsa yang heterogen harus mengakui perbedaan. Papua diberikan 
otonomi khusus, itu menunjukkan martabat bangsa karena selama ini kita 
menyia-nyiakan, memperlakukan tidak adil. Aceh juga. Ini harus dilihat sebagai 
awal nasionalisme baru.

Otonomi khusus tak bisa menyelesaikan masalah itu?

Karena tidak ada pemikiran besar, apa yang disebut bangsa. Ketika memberikan 
Majelis Rakyat Papua (MRP), orang Jakarta heboh, berpikir yang tidak-tidak, 
terjadi pertarungan ideologi sempit. Kita selalu masuk ke detail yang tanpa 
orientasi sehingga terus-terusan berkelahi. Persatuan disamakan dengan 
keseragaman. Kalau terus terjadi pertarungan ideologi sempit, tidak ada 
pemikiran besar, kita akan terjebak dalam pertarungan memalukan.

Bagaimana setahun pemerintahan Yudhoyono-Kalla?

SBY menghadapi kondisi berat karena tidak punya partai. Kendala utama adalah 
SBY-JK belum punya kekuatan efektif. Partai Demokrat hanya fans club, belum 
bisa disebut partai yang efektif untuk mendukung sikap pemerintahan. Bagaimana 
bisa efektif kalau menyusun kabinet saja harus berkompromi? SBY sibuk membangun 
struktur kekuasaan, sementara birokrasi masih produk masa lalu. Kesialan kedua, 
begitu SBY menjadi presiden, terjadi bencana di mana-mana di luar estimasi 
manusia. SBY sudah mencoba bersikap bersih, empatik, mencoba sigap, namun apa 
follow up-nya? Mungkin bagi sebagian orang, SBY dianggap tidak tegas.

Apa yang sebaiknya dilakukan Presiden Yudhoyono?

Kekuatan harus dibangun, ini soal pragmatis ketika berhadapan dengan kekuatan 
politik. Partai Demokrat harus dihidupkan. Hubungan dengan Jusuf Kalla dan 
Partai Golkar harus dirapatkan. Gunakan mandat rakyat yang 60 persen. Teruskan 
agenda reformasi, seperti pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Integritas 
juga mesti dijaga, termasuk orang-orang yang dekat dengan dirinya harus bersih. 
Pemerintah harus telaten berkomunikasi dengan rakyat.

Bagaimana melihat 2006?

Tahun ini masih merupakan kepanjangan 2005. Perpolitikan tak akan beringsut 
dari proses yang masih berorientasi pada kepentingan sendiri-sendiri. Belum 
banyak perubahan besar, yang masih diributkan soal konflik pemilihan yang 
aturannya sendiri masih membingungkan.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Clean water saves lives.  Help make water safe for our children.
http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] J Kristiadi dan Impian Perubahan