[nasional_list] [ppiindia] Di Poso, Polisi Pun Terteror + Sulitnya Menjadi Polisi di Daerah Konflik

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 15 Nov 2005 12:41:30 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.sinarharapan.co.id/berita/0511/14/sh04.html


Bersama Kababinkam ke Sulteng (1)
Di Poso, Polisi Pun Terteror
Oleh
Kristanto Hartadi

Pengantar: Selama tiga hari (6-8 November) wartawan SH ikut dalam rombongan 
Kababinkam Mabes Polri ke Pali dan Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), sebagai 
persiapan memperbaiki pola operasi polisi di sana. Laporan perjalanan tersebut 
dimuat hari ini dan besok.

Poso - Lapangan terbang Kasigancu, pintu gerbang ke kota Poso, tampak lengang. 
Tak terlihat petugas di terminal. Ruangan milik maskapai penerbangan Dirgantara 
Air Service dan Merpati Nusantara, terkunci rapat, tidak ada yang menjaga. 
Lapangan rumput seputar landasan pacu ditumbuhi ilalang setinggi 30 cm.

Lapangan terbang di Lembah Poso itu, kini hanya didarati pesawat Skytruck atau 
helikopter Polisi Udara, yang lalu lalang Poso-Palu. Wisatawan, apalagi dari 
mancanegara, sudah enggan ke sini untuk melihat keindahan Danau Poso atau Taman 
Laut Togean. 

Paling banter mereka pergi ke Donggala, 30 km barat Palu, atau sekitar 300 km 
dari Poso, menyelam di Taman Laut Lore Lindu. Perjalanan dari lapangan terbang 
ke Kota Poso juga harus melalui pemukiman sepanjang kawasan Poso Pesisir yang 
lengang, rumah-rumah tertutup pintunya, tidak ada orang lalu lalang di jalan 
atau beraktifitas di halaman rumah. 

Keramaian baru terasa ketika masuk kota. Namun memang terasa ada ketegangan 
terpendam di wilayah ini. Ketegangan ini meningkat pascaperistiwa pemenggalan 
kepala tiga siswi SMU Kristen GKST pada 29 Oktober lalu, yakni Ida Yarni Sambue 
(15), Theresia Morangke (15) dan Alfita Poliwo (19), sedangkan satu korban lain 
Noviana Malewa, selamat meski mengalami luka bacok yang parah di bagian kepala 
dan harus menerima 60 jahitan.

Kasus yang Terungkap 
Para pelaku kebiadaban ini seperti ingin menegaskan bahwa konflik di Poso belum 
selesai dan perlu dikobarkan lagi. "Kalau saya tanya kepada mama dan papa 
apakah mau kembali ke Poso setelah Novi sembuh, mereka berkata "sudah tidak ada 
lagi masa depan buat kita di Poso", kata David Malewa, kakak kandung Novi, 
kepada SH.
David bertutur, keluarganya dan banyak keluarga lain, telah kembali dari 
pengungsian di Tentena, Kecamatan Pamona Utara, 55 km dari Poso, sejak setahun 
lalu dan memulai lagi kehidupan normal menggarap ladang di desa Bukit Bambu, 
kampung halaman mereka. "Tapi kini yang tinggal di kampung hanya mereka yang 
kuat lari. Selebihnya sudah kembali mengungsi," tuturnya.

Kasus pemenggalan kepala itu menambah daftar tindak kekerasan (pembunuhan, 
pengeboman, penganiayaan berat) dan teror yang mencapai lebih dari 120 kasus 
sejak ditandatanganinya Perjanjian Malino pada Desember 2001. 

Meski perjanjian itu dirancang untuk mengakhiri konflik yang pecah sejak 1998, 
ternyata tetap saja ada yang masih ingin pertumpahan darah berlanjut atau 
memuaskan dendam. Inilah masalahnya, dari begitu banyak kasus, ternyata hanya 
satu dua yang berhasil diungkap oleh polisi.
Dan ketika di Poso sedang ada dua komisaris jenderal polisi, terjadi penembakan 
terhadap dua siswi SMEA Poso (8/11), yang hanya sekitar 30 meter dari markas 
Polres Poso. Kapolda Sulteng yang baru, Kombes Oegroseno mengakui situasi Poso 
memang pelik dan butuh pembenahan segera. 
"Polisi harus mampu mengungkap kasus-kasus ini, kalau tidak kepercayaan 
masyarakat yang sudah demikian rendah akan semakin tenggelam, dan ini 
berpotensi memicu konflik baru," kata Sekretaris Umum GKST, Pdt Irianto 
Kongkoli, dalam sebuah percakapan telepon dengan SH. 


Kepercayaan Warga
Karena kebuntuan seperti ini, kepercayaan masyarakat, dari kedua komunitas, 
terhadap Polri dan pemerintah kini berada di titik nadir. Kelompok Kristen yang 
sejak Perjanjian Malino senantiasa menjadi korban aksi teror, menuding polisi 
tidak bersungguh-sungguh dan melindungi para teroris. 
Sementara kelompok Muslim menilai polisi sering main asal tangkap, menganiaya 
mereka yang ditangkap, namun ternyata belakangan tidak bisa membuktikan apa 
pun. Akibatnya, kedua komunitas sama-sama tidak percaya kepada polisi. 
Karenanya, sudah lazim setiap ada penangkapan dalam sebuah kasus, Polres Poso 
didatangi masyarakat yang berunjuk rasa menuntut pembebasan warga mereka. 
Misalnya, aksi unjuk rasa 1.500 warga Muslim yang tergabung dalam FSPUI pada 
Juni lalu yang menuding polisi asal tangkap dalam upaya mengungkap kasus bom di 
Tentena. Setelah Kapolda ketika itu Brigjen Aryanto Sutadi turun tangan, tiga 
orang dilepas, dan massa pun surut. Kemandulan polisi ini, kemudian juga 
dimanfaatkan oleh teroris dan provokator untuk menteror warga agar tidak 
membantu polisi, bahkan polisi juga diteror. 

Pendekatan represif terbukti membuat masyarakat semakin jauh dari polisi. 
Indikasinya, kalau ada yang ditangkap, masyarakat langsung protes, tutup mulut, 
polisi, jaksa dan hakim diteror, masyarakat pun takut bersaksi. 

Dalam catatan cukup banyak aksi teror di Poso selama 2005 terkait dengan 
pengungkapan kasus, misalnya, kantor LPMS dan Pusat Resolusi Konflik dan 
Perdamaian (PRKP) Poso dibom orang tak dikenal (28/4). Budianto ditembak Rabu 
(3/8), kemudian Sarlito tewas ditembak, Kamis (4/8), juga Asrin Ladjidji (35) 
tewas ditembak Kamis (29/9), lalu Milton Tado'a (51) juga tewas ditembak 
orang-orang tak dikenal. 

Mereka semua saksi kasus teror. Sebelum peristiwa pemenggalan, Briptu Agus 
Sulaiman, anggota Reskrim Polres Poso, juga tewas ditembak usai berbuka puasa, 
pada 10 Oktober lalu. Kemudian, pendekatan penanganan daerah konflik akan terus 
memicu terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat Polri. 

Kenyataan bahwa sesama anggota Polri di jajaran Polda Sulteng saling tidak 
mempercayai juga diakui beberapa anggota yang bercakap dengan SH, termasuk 
pengakuan bahwa banyak anggota polisi yang takut bertindak di wilayah ini. 
Seorang perwira menengah di Polda Sulteng yang tinggal di Palu mengakui dia tak 
pernah jauh dari pistolnya, bahkan bila sedang mandi sekalipun, karena rawannya 
keamanan.


Pola Operasi
Kepala Biro Operasional Polda Sulteng, Kombes Bung Jono, mengakui ada yang 
keliru, yakni selama ini Polri mengedepankan pendekatan daerah konflik di Poso, 
dan itu diwujudkan dalam gelar Operasi Sintuwu Maruso (Simar) I-VII. "Tidak 
disadari bahwa pola pendekatan masih tetap represif menggunakan pasukan Brimob, 
sweeping dll, padahal harus diubah dengan pola penegakan hukum," katanya.

Menyadari hal ini, pascaperistiwa pemenggalan itu, Mabes Polri memerintahkan 
Polda Sulteng mengubah pola operasi di Poso."Persoalan Poso tidak bisa hanya 
diselesaikan oleh Oegroseno, ini harus melibatkan seluruh Polda se-Sulawesi," 
kata Kepala Badan Pembinaan Keamanan (Kababinkam) Mabes Polri, Komjen Ismerda 
Lebang, ketika memberi briefing kepada jajaran Polda se-Sulawesi di Palu, 
Selasa (8/11).
Apa yang dikemukakan oleh Ismerda Lebang ada benarnya, sebab kalau bicara 
jumlah rasio polisi dan penduduk Sulawesi Tengah sudah memadai yakni 1:500, 
belum lagi pasukan-pasukan BKO dari berbagai Polda lain dan Mabes Polri, tapi 
pada kenyataannya hal itu tetap tidak optimal dalam mengatasi keamanan di 
daerah ini pascakonflik 1998-2003. Jadi memang perlu pendekatan lain. n
 
++++
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0511/15/sh04.html



Bersama Kababinkam ke Sulteng (2-Habis) 
Sulitnya Menjadi Polisi di Daerah Konflik
Oleh
Kristanto Hartadi

PALU - Secara tidak langsung, Kababinkam Mabes Polri, Komjen Ismerda Lebang, 
mengakui ada ketidakkompakan dan rasa tidak saling percaya di antara unsur 
polisi di Polda Sulteng. "Saudara adalah polisi bukan utusan agama, saudara 
adalah insan Tri Brata, yang rela mengorbankan diri untuk tugas-tugas 
kepolisian. 

Kalau saudara polisi, harus berani menjalankan tugas-tugas kepolisian," begitu 
katanya kepada jajaran pejabat teras Polda, termasuk seluruh Kapolresnya. 

Di Provinsi Sulteng terdapat sembilan Polres, 74 Polsek, dengan luas wilayah 
daratan yang harus diawasi 68.033 km2 dan 129.000 km2 lautan, dan anggota Polri 
5.806 personel. Dengan demikian rasio polisi dengan masyarakat adalah 1:500, 
suatu angka yang ideal. 

Namun, ternyata Poso dan daerah-daerah lainnya tetap belum aman. Di Poso 
senantiasa ada upaya untuk memancing masyarakat agar berkonflik kembali. Tapi 
provokasi ini gagal mengobarkan kembali konflik, apalagi para pemimpin 
masyarakat dari kedua komunitas sudah menyatakan berdamai. Siapakah provokator 
itu? Tidak semua konflik di Sulawesi Tengah bernuansa agama. Yang paling kental 
memang Poso, dan sampai kini untuk pengamanan, Polres setempat menggelar 55 pos 
yang diawaki 1.522 orang. Sedangkan di Kabupaten Morowali konfliknya perebutan 
ibu kota antara Kolonedale dan Bungku, yang ujungnya juga konflik bernuansa 
agama. 

Di sini Polda membangun 22 pos polisi dengan kekuatan 498 personel. Ibu kota 
provinsi, Palu, juga rawan konflik, karena di kota inilah Pendeta Susi dan 
Jaksa Ferry Silalahi tewas ditembak. Di Donggala, konfliknya lebih pada 
perkelahian antarkampung, karena masyarakatnya miskin. Sedangkan di Kabupaten 
Tojo Una-Una, yang berpulau-pulau, ditengarai ada kelompok-kelompok garis keras 
yang beroperasi di sana.

Sulawesi Tengah memang rawan konflik, dan itu sangat berpengaruh terhadap moral 
polisi yang bertugas. Hal itu dijadikan bahan olokan di kalangan perwira. 
"Kalau di Palu ada Lamadjido (salah satu marga di sana), maka kami merasa sudah 
Lamasekali," seorang perwira berseloroh. 

Situasi yang penuh tekanan, masyarakat yang tidak mendukung tugas penegakan 
hukum dan medan yang berat, sangat berpengaruh pada kinerja Polri di sana. Tapi 
siapa provokator dan teroris itu? Lebang tidak secara eksplisit menyebut para 
teroris itu, tapi indikasinya jelas mengarah ke kelompok-kelompok garis keras, 
seperti di Maluku.


Bangun Kemitraan
Tampaknya, hal itu sejalan dengan penjelasan salah seorang pejabat di Kodam 
Wirabuana yang pernah mensinyalir Poso tidak akan pernah aman karena sudah 
dikepung kekuatan-kekuatan sipil bersenjata, apalagi persenjataan mereka jauh 
lebih kuat ketimbang yang digunakan Polri.


Untuk memulihkan keamanan, sejak 1998 digelar Operasi Sintuwu Maruso (Ops 
Simar) I-VII. Bahkan dalam Ops Simar VII kali ini digelar kekuatan lebih dari 
3.000 personel, termasuk pasukan-pasukan Brimob BKO (Bawah Kendali Operasi) 
dari Mabes Polri ataupun Polda-polda lainnya. Pendekatan penanganan konflik 
mengutamakan pengerahan pasukan Brimob, menggelar razia dll. Padahal, konflik 
secara terbuka sudah reda, dan yang tersisa aksi-aksi sporadis pascakonflik 
yang membutuhkan penegakan hukum dan bukannya tindakan represif. "Kami 
menyadari selama ini Ops Simar kurang dievaluasi secara tepat 
sasaran-sasarannya," aku Kapolda, Kombes Oegroseno. 

Dampak pendekatan yang kurang tepat ini membuat polisi merasakan rakyat makin 
menjauhinya sehingga sulit mendapatkan masukan dari masyarakat. Situasi inilah 
yang ingin diubah melalui operasi baru yang sama sekali berbeda, dan menekankan 
kemitraan dengan masyarakat, dengan target operasi mengungkap kasus-kasus 
terorisme.

Menurut Lebang masalah Poso tidak bisa lagi diselesaikan hanya dari markas. 
Semua Kapolda harus mengamati dengan cermat setiap interaksi antarmanusia di 
wilayahnya. Dia memerintahkan Polda Sulteng kembali ke konsep dasar, yakni 
menggalang dukungan masyarakat dengan ujung tombak Polsek. Langkah inilah yang 
tampaknya akan ditempuh, menjadikan Polsek ujung tombak menggali informasi, dan 
memanfaatkan pos-pos polisi guna membangun kemitraan dengan masyarakat. 

Sejak dulu di Sulteng tidak pernah ada konflik. Jadi jelas ada orang dari luar 
Poso yang bermain di sini. Poso memang dirancang untuk diacak-acak karena 
letaknya di tengah, kata Lebang. Diharapkannya lima Polda lain di Sulawesi 
menyadari konflik di Poso seharusnya dibantu penyelesaiannya oleh Polda-polda 
lain di luar Sulteng. "Masalah Poso bukan urusan Oegroseno belaka," katanya. 
Perencanaan disusun teroris di daerah lain, tapi implementasinya di Poso. Lalu 
teroris itu kabur ke provinsi lain di Sulawesi tanpa ada yang menahan, demikian 
katanya.


Latihan Militer
Ditengarai adanya latihan-latihan militer dan pembentukan laskar-laskar seperti 
di Kolaka, Bitung dan sejumlah daerah lain. "Kalau ditarik lagi, ujungnya ada 
di Tawi-Tawi dan Basilan, semuanya di Mindanao, Filipina. Kalau diburu larinya 
ke Nunukan. Juga ada kelompok dari Jawa," tukas Lebang. 

Tampaknya, Polri akan menggelar operasi bhakti, mirip TNI Masuk Desa Manunggal. 
Targetnya memperbaiki berbagai bangunan bekas konflik yang sampai kini 
dibiarkan seperti monumen di Poso Kota maupun kawasan-kawasan lain, terutama 
reruntuhan rumah-rumah ibadah yang dibiarkan, tegas Kabiro Ops, Kombes Bung 
Jono. 

Oegroseno menambahkan pola Binmas akan ditingkatkan, dan di setiap desa akan 
ditempatkan 5-10 personel polisi di bawah kendali Polsek. Mereka juga akan 
menggelar operasi penegakan hukum. Pola represif tidak lagi diutamakan, dan 
tampaknya Mabes Polri mau belajar memahami dinamika ini. ***
 
  

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Di Poso, Polisi Pun Terteror + Sulitnya Menjadi Polisi di Daerah Konflik