** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA Selasa, 03 Januari 2006 Bom Palu dan Mitor Terorisme Mohammad Subhi-Ibrahim Pengamat sosial-keagamaan, pengajar FE UHAMKA Jakarta Lagi-lagi bom meledak di Pasar Maesa, Palu, di penghujung tahun 2005. Apakah yang terlintas dalam pikiran saat mendengar kata bom? Hampir pasti kata ''terorisme''. Lalu, bila mengklik folder terorisme dalam file pikir kita, maka kemungkinan besar kata ''Islam'' akan tampil. Memang, sejak tragedi 11 September, Bom Bali yang disusul Bom Kuningan dan peristiwa lainnya, isu terorisme jadi populer. Sayangnya, kata terorisme kerap muncul bersanding dengan kata Islam. Hal ini disebabkan ''perang terminologi'' dalam ruang informasi publik. Harus diakui bahwa sejumlah oknum pengebom adalah Muslim. Namun, pada titik ini mesti dipilah antara Islam sebagai ajaran (Islam noumena) dengan Islam sebagai gejala dan kenyataan empiris (Islam fenomena). Garis tegas ini yang harus ditarik saat meneropong fenomena umat Islam, agar tidak terjadi kesesatan berfikir. 'Boom' terorisme tak terlepas dari peran media informasi yang terkait dengan revolusi teknologi telekomunikasi dan informasi, yang mencipta dunia tanpa sekat geografis lagi. Kini, manusia hidup dalam sebuah global village (desa buana). Dan teknologi satelit memudahkan komunikasi dan pengaksesan informasi. Dari kamar pribadi, seseorang mampu menjelajah ke berbagai tempat dan peristiwa secara live, mulai perhelatan sepak bola di Amerika Latin, sampai tumbangnya diktator di Timur Tengah. Batas-batas geografis luluh-lantak oleh beberapa digit nomor remote control TV atau keyboard computer. Dalam atmosfer dunia tanpa batas tersebut, marak pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa kekerasan (pengeboman misalnya), yang direkam oleh media massa dan memadatkannya menjadi satu file, yakni terorisme. Lantas kata terorisme menelusup ke kesadaran masyarakat bumi via kosakata yang dipopulerkan oleh media masa tersebut. Dunia rekonstruksi Jadi, teknologi telekomunikasi dan informasi telah menduplikasi dunia. Yakni dunia yang sebenarnya dan dunia yang direkonstruksi. Saat ini, manusia modern sukar dan hampir tidak mungkin menatap dunia yang sebenarnya. Yang kita saksikan tiap hari adalah dunia yang direkonstruksi. Proses rekonstruksi itu berlangsung dalam dua tahap. Pertama, tahap rekonstruksi internal di mana peristiwa-peristiwa ''dipermak'' oleh unsur kognitif manusia (ruang dan waktu misalnya) dalam bingkai pikir individu. Artinya, manusia tak pernah melihat suatu peristiwa dengan mata 'telanjang', tapi selalu menggunakan kacamata perspektif tertentu. Jika kacamatanya hitam, maka hitam pula peristiwa itu. Kedua, tahap rekonstruksi eksternal di mana individu menerima kacamata baru dari luar dirinya. Rekonstruksi ekternal inilah yang mengkhawatirkan karena beberapa sebab. Sebab pertama, informasi yang kita terima tak sepenuhnya netral. Dalam informasi termuat nilai-nilai, misi, dan pandangan hidup tertentu. Informasi merupakan perumusan kenyataan dari perspektif tertentu. Karena itu, bisa jadi sesama anak bangsa cakar-cakaran karena informasi adu-domba yang terukir dalam kesadarannya. Sebab kedua, rekonstruksi ini bisa dalam bentuk pemaksaan. Pemaksaan di sini bukan dalam arti dipaksa dengan kekerasan, namun dalam makna tidak diberikan pilihan. Dengan kata lain, ''monopoli media''. Lalu, media internasional, yang dikuasai oleh negeri-negeri besar, secara sistematis memberondong ruang kesadaran kita dengan istilah terorisme yang telah didefinisikan. Terorisme kerap diartikan sebagai pembunuhan secara nyicil. Kelompok-kelompok kecil yang menentang kelaliman di Palestina disebut terorisme. Sedangkan serdadu Israel yang menembaki pemuda-pemuda Palestina tak dijuluki sebagai terorisme. Begitu pula, peluluhlantakan Irak oleh pasukan AS tidak dikutuk sebagai bentuk terorisme zaman nalar ini. Jadi, pembunuhan secara masal dan ditukangi oleh suatu negara tidak diartikan sebagai terorisme. Singkatnya, terorisme adalah mitos yang diciptakan oleh media informasi tertentu. Bahkan, bisa jadi terorisme lebih merupakan fiksi daripada fakta. Selanjutnya, terkait dengan citra Islam. Dengan adanya isu terorisme, jelas citra Islam ''terpuruk'' sampai titik terendah. Meskipun tokoh-tokoh Islam berupaya memaparkan bahwa Islam tidak merestui kekerasan dan terorisme, serta bahwa pemaknaan jihad dengan kekerasan adalah tafsiran yang keliru, hal itu belum cukup. Bila diilustrasikan, media massa sebagai pelukis yang menggambar suatu lukisan yang buruk, maka bukan lukisannya yang disalahkan, tapi pelukisnya. Maksudnya, yang harus dibetulkan adalah pelukisnya, bukan lukisannya. Artinya, untuk menampilkan citra Islam yang positif, yang harus dilakukan adalah membongkar kekeliruan-kekeliruan pencitraan media massa. Guna mencegah efek domino Bom Palu pada penyimpulan identifikasi terorisme dan Islam, tak perlu menghapus istilah terorisme, tapi proporsionalitas informasilah yang dibutuhkan. Ini tugas media massa Indonesia. Sehingga terorisme bukan sekadar ''mitos'' tapi lebih punya muatan rasional. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Clean water saves lives. Help make water safe for our children. http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **