[nasional_list] [ppiindia] Bola Panas Majelis Rakyat Papua

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 23 Nov 2005 13:07:43 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suarapembaruan.com/News/2005/11/23/index.html


SUARA PEMBARUAN DAILY 
Bola Panas Majelis Rakyat Papua
 

Indra J Piliang 

KEKHAWATIRAN pemerintah pusat, betapa Majelis Rakyat Papua (MRP) akan membuka 
lembaran persoalan serius, tampaknya mulai menemui objeknya. Ancaman MRP akan 
(di)bubar(kan) apabila status Provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar) tetap eksis 
telah diungkapkan. Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) juga 
menimpali dengan ancaman akan menggelar referendum apabila pemerintah pusat 
tidak segera me-retool Provinsi Irjabar. 

Setelah MRP terbentuk, agenda Irjabar memang akan menjadi prioritas, selain 
tentunya pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) di Provinsi Papua (dan 
Irjabar). Dalam soal pilkada Provinsi Papua, MRP sudah melakukan sidang dan 
memutuskan untuk menolak dua orang dari sepuluh orang calon gubernur dan wakil 
gubernur yang diajukan DPRP. Kedua orang itu ditolak sebagai orang asli Papua. 

Parameter yang digunakan sangatlah "purba", yakni yang berdarah Papua. Kriteria 
lain gugur, termasuk yang salah satu orang tuanya bukan orang Papua asli, yang 
tanah kelahirannya di Papua, atau yang secara adat sudah diakui sebagai orang 
asli Papua. 

Bagi siapapun yang pernah mendapatkan status anak adat Papua, entah lewat 
upacara makan sirih dan papeda atau serimonial lainnya, akan sulit untuk 
mencalonkan diri sebagai gubernur atau wakil gubernur Papua. 


Antisipasi 

Pemerintah pusat rupanya sudah membaca keinginan itu dengan cara mendahulukan 
pilkada sebelum MRP, terutama di Provinsi Irjabar yang dibentuk Jakarta. Namun, 
skenario itu dikoreksi. Kuatnya komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
menyelesaikan persoalan Papua berdasarkan konsep otonomi khusus dan power 
sharing, dalam sistem bikameral dalam tingkatan daerah, telah menyingkirkan 
kehendak sejumlah pihak yang terus mencoba menanamkan dua kebijakan kembar 
(standar ganda) di tanah Papua. 

Pembentukan desk Papua di bawah Kantor Menkopolhukhan diharapkan memberikan 
berbagai alternatif komprehensif menyangkut Papua. Namun, desk ini belum 
menunjukkan kinerjanya. Pengaruh desk ini tidak begitu kuat, karena belum 
mempunyai sandaran peraturan. Minimal, dibutuhkan semacam Keputusan Presiden 
atau bahkan Peraturan Presiden untuk memperkuat desk ini. 

Namanya juga harus diganti, tidak lagi desk Papua atau Tim Kecil Papua, 
melainkan Komisi Kepresidenan untuk Penyelesaian Papua. Agar tidak dibenturkan 
dengan realitas politik di DPR, komisi ini bisa saja menggunakan anggaran 
kepresidenan yang relatif besar itu. 

Persoalannya, Jakarta selalu saja terlambat mengantisipasi berbagai 
perkembangan di tanah Papua. Bahkan, Jakarta juga terlihat memainkan konsep 
psikologi politik dengan cara memperlambat implementasi UU Nomor 21/2001 
tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. 

Momentum demi momentum dilewatkan mendekati titik kesabaran terakhir 
orang-orang Papua. 

Hal ini tentu melelahkan dan bisa jadi hanya menunda kegagalan, kalau bukan 
kekalahan, Jakarta. Sementara orang-orang Papua sibuk dengan berbagai soal 
harian menyangkut Papua, Jakarta justru berjibaku dengan beban-beban baru. 
Ketika orang-orang Papua kokoh berpegang dengan konsistensi sikap, Jakarta 
justru mempraktikkan perhatian dan kebijakan tambal sulam. 

Berlarut-larutnya proses pembentukan MRP dan adanya persoalan kevakuman aturan 
perundang-undangan menyangkut status provinsi Irjabar menunjukkan itu. Dengan 
membentuk Provinsi Irjabar, Jakarta sepertinya mencoba membenturkan kelompok 
pro-integrasi (baca: NKRI) dengan kelompok pro kemerdekaan. Tetapi, realitas 
bicara lain, karena tempaan pengalaman puluhan tahun telah mengabadikan 
berbagai ingatan kolektif tentang kebijakan serupa di masa lalu. 


Modernisasi 

Orang Papua jelas tidak lagi bisa disamakan dengan masyarakat Aborigin awal 
ketika "ditemukan" oleh peradaban dan penjelajah Barat. 

Kini, semakin banyak suku bangsa Papua yang mengenyam pendidikan tinggi. 
Seperti buah simalakama, kemajuan tingkat pendidikan dan kemampuan ekonomi 
penduduk Papua justru makin mendekatkan mereka kepada sumber-sumber informasi 
masyarakat modern. 

Semakin banyak orang Papua yang mengenali dan menuntut hak-haknya, ketimbang 
hanya menjalankan kewajiban yang disodorkan kepada mereka lewat cara-cara 
represif. Sebagai contoh, informasi menyangkut sejarah Papua, khususnya tentang 
apa yang terjadi pada sebelum, pada saat, dan sesudah pelaksanaan Penentuan 
Pendapat Rakyat (Pepera), yang dilakukan oleh peneliti luar negeri, sudah 
sampai ke masyarakat Papua. 

Penelitian itu dipimpin oleh Profesor Pieter Drooglever, seorang ahli sejarah 
dari Institut Kesejarahan Belanda (Institute of Netherlands History) yang 
berkedudukan di Den Haag. 

Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari 
sudah menyampaikan rilisnya tanggal 21 Juli 2005 lalu. 

Sebaliknya, keterbatasan informasi menyangkut Papua justru memicu pandangan 
masyarakat Indonesia lainnya untuk apatis. Ketergantungan masyarakat yang 
begitu tinggi kepada pemerintah, sebagai ciri masyarakat post-kolonial, justru 
menghilangkan sikap kritis. 

Sekalipun jumlah penduduk asli Papua dengan penduduk non-Papua lainnya hampir 
berimbang, justru keberadaan mereka belum bisa menjadi unsur penyejuk sebagai 
"warga negara" yang baik. Keterpurukan ekonomi, sosial, pendidikan dan 
kesehatan penduduk Papua dibanding non-Papua memunculkan himpitan psikologis 
tersendiri. 

Padahal, Jakarta mestinya bisa menjadikan penduduk non-Papua itu sebagai simbol 
kebersamaan dan kesetaraan. Kebijakan Papuanisasi berupa penempatan orang-orang 
asli Papua di jajaran birokrasi sejak otonomi khusus bergulir, malahan tidak 
makin memperbaiki keadaan. 

Bahkan, bagi sebagian orang Papua, justru jauh lebih baik apabila yang jadi 
pegawai negeri sipil adalah orang non-Papua, karena lebih kompeten dan 
profesional. Transparansi penyelenggaraan pembangunan, terutama lewat dana 
otonomi khusus, sulit didapatkan. 


Elite 

Dengan terbentuknya MRP, sebetulnya Jakarta sudah mengulurkan salam perdamaian. 
Tentu, prosesnya tidaklah mulus, bahkan sebagian tidak disertai niat tulus. 
Tetapi jalan yang lebih jelas sudah terbentang. MRP dan DPRP sebetulnya tidak 
per- lu terlalu emosional dengan call tinggi, misalnya pembubaran diri atau 
tuntutan referendum. 

Sekalipun kedua tuntutan itu juga hal yang biasa-biasa saja di zaman sekarang, 
juga bukan tuntutan yang aneh lagi, tetap saja bola panas yang ditendang MRP 
dan DPRP itu memunculkan lagi ketegangan hubungan Jakarta-Papua. 

Elite-elite Papua mestinya menyadari, bahwa Jakarta tidaklah semuanya sama. 
Setiap pergantian kekuasaan selalu saja membawa perubahan atau pergantian 
kebijakan. Kesalahan pemerintahan sebelumnya tidak bisa seluruhnya dibebankan 
kepada pemerintahan berikutnya. 

Hal ini sama saja dengan menempatkan seluruh pemerintahan abai akan nasib warga 
negaranya, ketika masih terdapat kelompok fakir miskin dan anak-anak telantar 
di republik ini yang berkeliaran di jalan-jalan. 

Pemerintah pusat juga tidak perlu mengambil tindakan drastis, apalagi represif. 
Peningkatan jumlah pasukan TNI di Papua dalam beberapa waktu belakangan hanya 
akan mengurangi dampak proses politik yang mulai positif. Kontrol atas TNI ini 
memerlukan perhatian khusus, terutama untuk tidak lagi mengulangi berbagai 
kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu yang juga berpengaruh atas 
kerjasama militer Indonesia dengan Amerika Serikat. 

Jauh lebih baik meneruskan proses politik, sekalipun lama dan membosankan, 
ketimbang menempuh jalan kekerasan. Bagaimanapun, kedewasaan politik juga 
membutuhkan kesabaran berdemokrasi. * 


Penulis adalah peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS dan 
Anggota Pokja Papua 



--------------------------------------------------------------------------------
Last modified: 23/11/05 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/wlSUMA/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Bola Panas Majelis Rakyat Papua