** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/22/opi02.html Yang Penting: "Power is Number One...!" Oleh Tjipta Lesmana Communication act is always intentional, demikian bunyi salah satu prinsip komunikasi. Disadari atau tidak, setiap orang berkomunikasi karena ada maksud atau tujuan tertentu. Tujuan itu, jelas, sudah ada sebelum komunikasi dilaksanakan. Memang dalam proses sering terjadi modifikasi atau bahkan perubahan total dari tujuan semula, tergantung berbagai faktor yang muncul sepanjang proses itu. "Brutalisme" yang merasuk sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tanggal 15 hingga 16 Maret, yang disaksikan secara gamblang oleh seluruh rakyat Indonesia juga satu bentuk komunikasi. Mereka saling berteriak, caci-maki, sikut-menyikut, saling dorong, naik dan melompati meja, bahkan nyaris saling adu jotos, semua itu merupakan communication act. Banyak orang heran, kenapa para politisi berdasi, berpakaian jas bagus, berarloji mewah sambil membawa telepon genggam bisa begitu emosional, sehingga perilakunya tidak beda dengan perilaku para pelajar SMP atau SMA yang gemar tawuran? Jangan lupa, manusia itu terdiri atas daging, darah, roh dan jiwa. Komponen daging membuat setiap manusia - apakah dia Presiden, anggota DPR, pengusaha, wartawan, sampai ke orang awam seperti tukang becak dan pemulung - memiliki emosi. Bentuk-bentuk emotional valence antara lain menangis, tertawa, dan marah. Perbedaan satu orang dengan orang lain, sesuai dengan tingkat pendidikan, pengalaman interaksi sosial dan karakternya, adalah pada arousal level. Ada orang yang memang cepat emosi, ada yang mahir mengontrol emosi. Penelitian mengatakan semakin tinggi pendidikan dan kedudukan seseorang, kemampuan orang untuk mengendalikan emosinya semakin besar. Tapi, thesis ini tidak mutlak sifatnya. Berbagai faktor ikut mempengaruhi emotional valence kita dalam kehidupan nyata. Brutus Goal, atau tujuan, memainkan peran sangat krusial. Jika kita melihat pencapaian tujuan kita nyaris terblokir, kita cenderung kalap, kemudian bertindak kalap pula. Marilah kita analisis secara singkat apa yang terjadi di DPR pekan lalu. Di atas permukaan, persoalannya menyangkut pembahasan tentang kebijakan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan harga BBM. Enam fraksi - yang dimotori oleh PDIP dan PKB - semula menolak keras kebijakan itu dan menuntut agar pemerintah membatalkannya. Di seberang mereka, dua fraksi (Partai Golkar dan Partai Demokrat) menyatakan "memahami"-istilah sublimasi dari "mendukung" - kebijakan tersebut. Fraksi lainnya bersikap "ngambang". Dengan demikian, pemain utama dari "brutalisme" di DPR adalah 3 fraksi, yakni FPG, FPDIP dan FKB. Untuk memahami kenapa benturan antara PDIP dan PG plus PKB begitu keras, kita harus menengok ke belakang sejenak. Syahdan, menjelang pelantikan SBY sebagai Presiden RI ke-6, dalam sebuah rapat DPP PDIP di Lenteng Agung sejumlah fungsionaris PDIP membujuk Ketua Umum mereka untuk menghadiri upacara pengambilan sumpah SBY di MPR. Sebelumnya, Guruh Soekarnoputra pun meminta kakaknya untuk hadir sebagai political goodwill bahwa PDIP, khususnya Megawati, menerima dengan jiwa legowo kemenangan SBY dalam pemilihan presiden. Tapi, semua "bujuk-rayu" itu tidak mampu melumerkan hati Megawati yang "terluka". Di rapat DPP partai, sang Ketua Umum menjawab: "Kalau saja Amien Rais yang menjadi Presiden, atau pun Wiranto, saya akan datang. Tapi, kalau SBY ...?" Human being acts symbolically, kata para penganut teori interaksi simbolik dalam ilmu komunikasi. Penolakan Megawati untuk menghadiri upacara pengambilan sumpah SBY sebagai Presiden RI, secara simbolik, mengandung makna sangat dalam, bukan karena alasan "tidak ada aturan yang mengharuskan incumbent untuk hadir dalam pelantikan presiden baru". Di mata Megawati, SBY tidak lain seorang Brutus! Dan hukuman bagi Brutus, kata Macchiavelli - cuma satu: curse him! "Kita bukan kalah dalam pemilu yang lalu, tapi kita kurang suara," kata Mega di depan ratusan pendukungnya yang berkumpul di rumahnya hanya beberapa jam setelah SBY dilantik sebagai Presiden. Kepada mereka Ketua Umum PDIP memerintahkan: Rebut kembali kekuasaan itu! Sebuah perintah yang jelas sekali maknanya. Memang dalam demokrasi, merebut kembali kekuasaan yang hilang dilakukan dalam pemilu. Tapi, kalau bisa dipercepat, kenapa harus tunggu sampai tahun 2009? Masalah kenaikan harga BBM atau pengurangan subsidi BBM - bahasa eufemismenya-menurut saya dilihat sebagai golden moment bagi PDIP untuk menggoyang pemerintah SBY, setidaknya for testing the water, istilah dalam ilmu politik. Itulah sebabnya, Fraksi PDIP di DPR tiba-tiba menjelma sebagai kelompok yang amat solid, padahal di antara mereka sebenarnya juga banyak friksi-friksi. Sikap PKB Lalu, kenapa PKB pun tidak kalah ngotot dalam penolakan kenaikan harga BBM? Syahdan kedua, kehadiran Hamid Awaluddin dalam Kabinet SBY membuat berang seorang petinggi PKB. Hamid inilah anggota Komisi Pemilihan Umum yang dinilai telah mengganjel Gus Dur sebagai calon presiden dalam Pemilu Presiden 2004. Pilihan Presiden Yudhoyono atas Syaefullah Jusuf dalam kabinet pun membuat Gus Dur tidak senang. Semua orang tahu Syaefullah dianggap "anak yang nakal" oleh Gus Dur. Nasib Alwi Shihab sebagai Ketua Umum PKB pun tinggal persoalan waktu, karena dia nyelonong terus menerima tawaran SBY sebagai Menko Kesejahteraan Rakyat. Masalahnya, siapa yang tidak suka menjadi Menteri? Sebenarnya, antara PDIP dan PKB pun banyak masalah. Gus Dur sampai hari ini belum bisa memaafkan "pengkhianatan" Mega ketika ia dicopot secara memalukan oleh MPR pada medio 2001. Tapi, dalam politik sering terjadi dua lawan bersatu demi menghadapi lawan bersama. Dengan demikian, PKB juga memiliki motivasi politik untuk menggoyang pemerintah SBY. Syahdan ketiga, andaikata Partai Golkar hari ini tetap dipimpin oleh Akbar Tandjung, kita takkan menyaksikan kejadian di DPR pekan lalu. Golkar yang dipimpin Akbar pasti akan terus memperkuat Koalisi Kebangsaan. Kebijakan menaikkan harga BBM pasti akan dikecam oleh Golkar bersama PDIP dan PKB. Di sinilah cerdiknya SBY. Jauh-jauh hari dia sudah melihat potential enemy di depan yang akan menghadang pemerintahnya. Maka, jauh-jauh hari pula dia mengadakan pengamanan diri dengan cara "menyusupkan" Wakil Presiden, Jusuf Kalla, untuk memimpin Partai Golkar, sekaligus untuk mensterilkan partai yang sangat powerful ini! Kesimpulan kita "brutalisme" di DPR meledak karena para operator ketiga kekuatan politik besar, yakni PDIP, PKB dan Golkar, bersikeras untuk memaksakan kehendaknya. Kekuatan pertama dan kedua bertekad berjibaku menuntut agar Presiden membatalkan kenaikan harga BBM. Sebaliknya, Partai Golkar pun berjibaku mempertahankan mati-matian kebijakan BBM yang sudah digulirkan oleh pimpinan mereka. Sigmund Freud mengajar survival instinct merupakan dorongan terkuat dalam diri tiap manusia. Agung Laksono sebagai penjaga gawang Golkar di DPR menyadari betul bahwa eksistensi pemerintahan yang dikendalikan oleh partainya akan goyah, bahkan mungkin saja, punah jika mereka tidak lawan PDIP dan PKB secara all-out! Persetan dengan dengan rasa malu ditonton oleh rakyat. Yang penting: power is number one.... Penulis adalah Pengajar Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Pelita Harapan. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **