[breaktime-corner] Re: Perempuan Aceh Nongkrong di Warung Kopi, Kenapa Tidak?

  • From: "Adhi ikhwan Noviyanto" <adhi.ikhwan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <tea-corner@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Sat, 10 Mar 2012 14:25:11 +0800

Waitressnya cantik Le' mirip 'Arumi Bachsin' 

 

Kata-kata MJ ke Mr.Pecut beberapa waktu lalu..

:-)

________________________________

From: tea-corner-bounce@xxxxxxxxxxxxx [mailto:tea-corner-bounce@xxxxxxxxxxxxx] 
On Behalf Of gunawan prakoso
Sent: Saturday, March 10, 2012 12:29 PM
To: tea-corner@xxxxxxxxxxxxx
Cc: gunawan.prakoso@xxxxxxxxx; mas.moenir@xxxxxxxxx
Subject: [breaktime-corner] Perempuan Aceh Nongkrong di Warung Kopi, Kenapa 
Tidak?

 


 


Mr.Pecut : nama warungnya ... Munir


 


Perempuan Aceh Nongkrong di Warung Kopi, Kenapa Tidak?


 

Kopi adalah minuman nikmat yang sangat disukai oleh kaum adam. Dalam berbagai 
kesempatan, kopi tak pernah ketinggalan untuk disajikan sebagai teman berbagai 
penganan, mulai dari kue kering, kue basah hingga makanan berat lainnya 
(walaupun mungkin dirasakan tidak cocok), namun bagi penikmat kopi apapun 
makanannya yang penting kopi minumannya. Mungkin ini kedengarannya berlebihan, 
namun tidak bagi pecandu si Hitam ini.

Perempuan dan Kopi

Jangankan pria, banyak wanitapun menyukai kopi. Suatu ketika saat saya masih 
bekerja di Medan, setiap pagi pasti saya melihat secangkir kopi diatas meja 
kerja atasan saya yang juga wanita. Lalu saya bertanya, "ini kopi ibu?", "iya", 
jawabnya santai sembari berkata "saya sangat menyukai kopi, perempuan penyuka 
kopi biasanya perempuan mandiri dan penuh semangat serta totalitas dan 
loyalitasnya yang sangat tinggi dalam setiap hal yang ia lakukan".

Saya yakin, diantara banyaknya kompasioner perempuan pasti ada yang menyukai si 
Hitam ini, kan? 

Perempuan penyuka kopi bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Lihat 
saja kedai kopi yang berasal dari Amerika itu yang dapat sukses mengembangkan 
bisnisnya sampai ke Indonesia. Sejauh pengamatan di kota saya pengunjung kedai 
kopi ini cukup berimbang antara laki-laki dan perempuan. Pada tulisan saya kali 
ini saya tak akan membahas kopi di daerah lain, namun cukup untuk di kampung 
halaman saya sendiri yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dimana terdapat Opini 
Pro dan Kontra tentang Perempuan di Warung Kopi.

Hari Perempuan Internasional dan Perempuan "nongkrong" Di Warung Kopi Di Aceh

Setiap tanggal 8 Maret diperingati sebagai hari perempuan internasional. Ini 
merupakan ungkapan bahwa perempuan telah banyak yang berhasil di berbagai 
bidang baik bidang ekonomi, politik, dan social. Peran perempuan sudah bisa 
disejajarkan dengan kaum pria.
Salah satu indikasinya adalah adanya interaksi di Warung Kopi, berbaur bersama 
laki-laki dengan dibatasi norma agama dan kesusilaan, Sebagai mana yang telah 
diperjuankan RA. Kartini dahulu untuk menyamakan hak dan kewajiban antara 
laki-laki dan perempuan. 

Opini Tentang Perempuan Yang Berada di Warung Kopi

Sudah menjadi konsumsi umum bahwa Aceh merupakan salah satu daerah penghasil 
kopi di Indonesia dimana masyarakatnya begitu mencintai kopi. Dulu, warung kopi 
di Aceh sangat sederhana sehingga hanya laki-laki saja yang masuk dan duduk di 
warung kopi, namun Pasca Tsunami 26 Desember 2004 warung kopi begitu menjamur 
di Aceh khususnya Banda Aceh dan Aceh Besar.

Tempatnya bukan lagi seperti dulu namun lebih mirip seperti café atau coffee 
shop kebanyakan yang punya fasilitas Hot Spot ( free Wi-Fi Internet) sehingga 
banyak masyarakat yang mendatanginya baik laki-laki maupun perempuan.

Description: Description: 133126604469701260

salah satu warung kopi di Banda Aceh. 

Semakin banyaknya warung kopi yang hadir ternyata menimbulkan pendapat yang 
berbeda dari seorang anggota DPRA seperti dilansir oleh www.atjehpost.com 
<http://www.atjehpost.com/> . Menurut beliau warung kopi tersebut amat 
mempengaruhi pergeseran Nilai Perempuan Aceh yang berbudaya islami karena 
terdapat perempuan yang kembali malam hari dari warung kopi. Lebih lanjut 
beliau juga menambahkan jika perempuan ingin disetarakan dan disamakan haknya 
dengan laki-laki maka kumpul-kumpul ini bisa dilakukan ditempat umum lainnya 
misalnya perpustakaan.


Sebagai pecinta warung kopi, pendapat beliau tersebut cukup menggelitik saya 
untuk mengadakan polling melalui SMS dan Facebook kepada teman-teman saya 
sesama perempuan penikmat kopi di Banda Aceh. Tak cukup sampai disitu, sayapun 
menghubungi mereka lewat telepon. Tak lupa pula saya meminta pendapat 
teman-teman lelaki, bagaimana pandangan mereka dengan perempuan yang ada di 
warung kopi. 

***

Pendapat pertama saya dapati dari Dina. Menurutnya melestarikan budaya Aceh sih 
boleh aja tapi jangan dengan cara menghakimi perempuan dengan berkata demikian. 
Sampai malam yang bagaimana? Apakah ada yang sampai jam 2-3 pagi? Karena 
menurut yang aku perhatikan, itu tidak ada. Pendapat itu terlalu berlebihan. 
Masyarakat Aceh dituntut untuk maju supaya tak tertinggal dari masyarakat 
daerah lain, tapi pola pikir para petingginya masih seperti di jaman penjajah.

Description: Description: 1331266205559186920

kopi ulee kareng by Auda Zaschkya

Muda-mudi yang hangout di warung kopi itu hampir seluruhnya orang berpendidikan 
dan pekerja kantoran. Ngumpul-ngumpul itu kan Cuma untuk menghilangkan penat di 
kampus dan di kantor setelah seharian beraktifitas. Dan mereka tentunya 
orang-orang yang mengerti agama dan aqidah jadi tak ada salahnya mereka duduk 
di warung kopi tersebut untuk berinteraksi dengan teman-temannya.

Selain Dina, Debby juga menambahkan dari hendaknya ke warung kopi dengan 
suaminya bagi yang telah menikah dan bagi yang belum menikah dapat pergi 
bersama saudaranya. Pendapat tersebut ditambahkan lagi oleh Rohanti, perempuan 
duduk di warung kopi itu lebih baik memperhatikan etika dalam bergaul supaya 
pendapat negative tentang perempuan bisa diminimalisir.

Selain opini dari para perempuan, ada juga Ahmad dan Deni yang mengatakan bahwa 
tak ada salahnya perempuan di warung kopi karena menurut pengamatan mereka, 
perempuan di warung kopi itu Cuma untuk ngenet secara disetiap warung kopi 
pasti ada free WIFI. Banyak juga diantara mereka yang mencari tugas kuliah, 
ngopi file kuliah dari kawan atau ngetik.

Menurut Diki, pendapat itu tentunya dirasakan berlebihan jika alasannya masalah 
keamanan si perempuan. "menurut aku sih biasa aja perempuan di warung kopi. 
Tentang masalah keamanan dan pelecehan seksual, hmm,,, tindakan tersebut bisa 
terjadi dimana aja kan? Gak mesti di warung kopi".

Description: Description: 13312666041605585253

perempuan di warung kopi, adakah mengundang hal negatif? google image

*** 

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sendiri tidak memiliki sarana hiburan seperti 
Mall untuk tempat nogkrong layaknya kota lainnya, maka warung kopilah yang 
memegang peranan penting dalam interaksi social masyarakatnya. Didalam warung 
kopi befasilitas WIFI tersebut bisa juga dipakai untuk rapat (bagi para pekerja 
kantoran). 

Ada juga warung kopi yang memakai layanan TV Digital yang mungkin di rumah 
masing-masing saja belum ada, tapi di warung kopi ada. Bahkan ada juga yang 
memakai proyektor untuk nonton bareng jika sedang ada kompetisi Bola, tentunya 
perempuan juga menikmati suasana ini. Alasannya yaitu untuk bersosialisasi. Di 
dalam warung kopi tersebut juga disediakan mushalla dan setiap hari jum'at 
warung kopipun tutup sesuai waktu shalat jum'at. Jika puasa, warung kopi tutup 
dari selesai sahur sampai menjelang berbuka puasa. Ada juga warung kopi yang 
buka lagi seusai shalat tarawih.

Menjamurnya bisnis warung kopi ini juga dapat menambah pemasukan bagi 
masyarakat Aceh, tentunya semakin banyak dibukanya lapangan pekerjaan.

Jika Agama dan Budaya dijadikan alasan untuk mengekang dan membatasi ruang 
gerak kaum perempuan, maka alangkah lebih bijak lagi jika masing-masing orang 
belajar untuk menumbuhkan pikiran positif terlebih dahulu, dengan demikian tak 
canggung lagi dengan euphoria yang terjadi di Aceh. Aceh ingin maju bukan? 
Bukankah pemerintah daerah pun bangga jika daerahnya maju? Maju dalam artian 
masih memegang teguh norma. 

Adalah suatu kemajuan bila perempuan aceh kini bisa bergerak lebih bebas. Ini 
mengindikasikan bahwa pola pikir masayarakatnya sudah lebih maju. Keberadaan 
mereka dihargai oleh kaum laki-laki di sana, bukan menjadi obyek yang bisa 
dilecehkan apalagi hanya karena nongkrong di warung kopi. Ini berarti, wanita 
tetap bisa bergaul dengan tetap menjaga batas kesopanan dan kenyamanan bersama.

 

Other related posts: