[breaktime-corner] Artikel [Forward dari millis sebelah]

  • From: "Sami'udin" <samiudin@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <tea-corner@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 30 Nov 2011 08:31:34 +0800

Artikel - Survey Kepemimpinan Dan Esensi Aktualnya

 

Catatan Kepala:"Pemimpin yang baik itu bukan yang selalu tersenyum pada
bawahan, tetapi mereka yang mampu bersikap tegas setiap kali
diperlukan."

 

Survey tentang kepuasan terhadap kepemimpinan seakan sudah menjadi
sebuah hal wajib diperusahaan-perusahaan tertentu. Ini kabar baik.

Menunjukkan jika perusahaan sangat peduli atas kualitas kepemimpinan
yang diterapkan. Apakah sifat ramah, murah senyum, ngemong, dan sering
ngobrol dengan Anda termasuk kedalam daftar kriteria atasan yang Anda
sukai? Jika ya, berhati-hatilah. Boleh jadi, Anda menginginkan figure
seorang pemimpin yang tidak benar-benar efektif. Ada cukup banyak bukti
bahwa kita sering lebih menyukai pemimpin yang 'baik' daripada yang
'produktif'. Seorang pemimpin yang 'baik' itu disukai sekali oleh para
bawahannya. Mereka 'tentram' berada dalam 'gendongan'

kepemimpinannya. Sebaliknya, pemimpin yang menuntut mereka untuk lebih
produktif justru 'disebelin' bawahannya. Padahal, bersama pemimpin yang
'baik' itu kita sering hanya mendapatkan 'kenyamanan'. Sedangkan bersama
pemimpin 'produktif' kita  menghasilkan 'pencapaian'. Persepsi bawahan
itu diperkuat oleh survey kepemimpinan yang sering tidak mampu memotret
aspek-aspek esensialnya.

 

Saya menyarankan Anda menonton film NCIS sebagai salah satu sarana
meningkatkan pemahaman terhadap kualitas kepemimpinan. Mengapa?

Didalamnya sarat dengan pelajaran tentang kepemimpinan. Jika Anda
seorang pemimpin, maka Anda bisa menyimak bagaimana Leroy Jethro Gibbs
memimpin unit kerjanya secara efektif. Meski sosoknya kemungkinan besar
akan jauh dari kriteria pemimpin ideal gaya survey-surveyan, namun
justru kita bisa menemukan banyak prinsip kepemimpinan esensial yang
berhasil diimplementasikannya. Jika Anda belum menjadi pemimpin, maka
Anda bisa belajar pada Dinozzo, Abby, Tony, Ducky, dan Ziva bagaimana
menjadi anggota team yang benar-benar kontributif sekaligus mitra yang
koperatif. Anda tidak perlu berubah menjadi orang lain untuk menjadi
pemimpin yang efektif. Begitu pula untuk menjadi bawahan yang bisa
diandalkan. Anda yang tertarik menemani saya belajar menjadi pemimpin
yang efektif dan bawahan yang kontributif, saya ajak memulainya dengan
memahami 5 sudut pandang Natural Intelligence berikut ini:

 

1.      Kualitas kepemimpinan terletak pada pencapaian team. Di
lingkungan kita ada persepsi yang menyatakan bahwa atasan yang baik itu
adalah atasan yang disenangi oleh bawahannya. Orang lebih suka pada
atasan yang ramah, lemah lembut, tidak terlalu menuntut, dan sering
mentraktir makan-makan. Bukan hanya anak buah lho, yang berprinsip ABS -
Asal Bapak Senang. Atasan pun banyak yang ABS. Asal Bawahan Senang.
Apalagi jika sang atasan tahu di akhir tahun akan ada 'survey
kepemimpinan'. Dalam pengamatan saya, banyak pemimpin 'bagus'

yang justru jeblok dalam hasil survey. Sebaliknya, banyak pemimpin yang
sekedar 'populer' justru cemerlang hasil surveynya. Jika Anda mengenal
perjalanan karir kepemimpinan Steve Jobbs, Anda tentu paham apa yang
saya maksud. Gibbs? Bukanlah pemimpin yang mudah tersenyum.

Jauh dari ramah tamah. Dan kalau sudah meminta sesuatu untuk dikerjakan
dia menuntut hasilnya 'now!' Tetapi, mengapa semua anak buahnya
sedemikian respek dan loyal?  Karena Gibbs berfokus kepada pencapaian
team, bukan kepada ramah tamah untuk sekedar menyenangkan perasaan
seseorang. Gibbs, menempatkan pencapaian team sebagai patokan kinerja
kelompoknya. Setiap anggota kelompok harus berfokus kepada patokan yang
sama. Maka tak seorang pun patut mendahulukan hasrat 'dimanja'

dalam dirinya. Bekerja bukan untuk dimanja, melainkan membuat pencapaian
yang cukup berharga. Jadi, lupakan untuk dimanjakan atasan.

Dan lupakan untuk memanjakan bawahan. Tunaikan upaya-upaya untuk membuat
pencapaian team.

 

2.      Selalu ada untuk mereka. Salah satu prinsip kepemimpinan klasik
yang masih up to date sampai saat ini adalah; "Do your part, I do mine!"
Pemimpin dan orang-orang yang dipimpin sama-sama menyelesaikan bagian
dari pekerjaannya masing-masing. Sebagian besar 'bagian'  bawahan berupa
tindakan kasat mata. Misalnya, mengetik, membuat, mengemas, atau
menjual. Sedangkan 'bagian' atasan sering berupa tindakan abstrak.
Misalnya, mendorong, memotivasi, memikirkan, dan memompa energy positif
secara emosional. Namun ada sebuah pertanyaan yang sering tidak sempat
diucapkan; "Where are you when I need you?" Menurut pendapat Anda,
apakah kalimat itu diucapkan seorang atasan kepada bawahan? Tidak. Itu
adalah kalimat yang lazim ditujukan oleh bawahan kepada atasannya.
Bibalik tuntutan yang tinggi pada bawahannya, Gibbs selalu ada untuk
mereka. Kapan saja mereka butuh dia. Ternyata 'selalu ada' itu besar
sekali pengaruhnya bagi moral dan  mental anak buah kita lho. Ada,
ketika mereka membutuhkannya. Untuk saran ditengah kebingungan. Untuk
jalan keluar diujung kebuntuan.

Untuk pembelaan dihadapan penghakiman pihak lain. Ada tidak selalu harus
berupa fisiknya terlihat. Melainkan selalu ada, dapat dihubungi, membuka
pintu ruangan lebar-lebar; ketika bawahan membutuhkan kita.

Sebaliknya, bawahan harus selalu ada untuk mensupport atasannya. Jadi,
ada bukan untuk diri sendiri. Tetapi untuk mereka.

 

3.      Mengelola perbedaan karakter bawahan. Setiap atasan menginginkan
kerukunan didalam teamnya. Makin besar perbedaan karakter bawahan, makin
besar peluang terjadinya pergesekan. Maka tak heran jika banyak pemimpin
yang cenderung mencari orang-orang dengan karkater yang 'sesuai'. Dengan
kesesuaian karakter itu suasana team menjadi adem ayem. Tapi kebanyakan
atasan tidak bisa memilih bawahan, karena teamnya memang sudah ada.
Walhasil, 'menerima perbedaan karakter' menjadi kata kunci dalam
teori-teori kepemimpinan. Gibbs paham jika orang-orang dengan karakter
yang sama itu justru merupakan titik lemah terbesar sebuah team. Dia
justru sangat menyukai teamnya dibangun dari orang-orang yang 'berbeda'
satu sama lain. Sekarang Gibbs sudah bukan sekedar menerima perbedaan
karakter anggota kelompoknya; dia mengelolanya. Jika Anda 'menerima'
perbedaan karakter bawahan, maka apapun adanya mereka Anda terima dengan
lapang dada, dan Anda bisa  meminta setiap orang untuk saling memahami
satu sama lain,  iya kan?

Leroy Jethro Gibbs tahu jika bawahan tidak selalu bisa bersikap
'sedewasa' itu. Faktanya, mereka sering tidak akur, kan? Maka Gibbs
menempatkan diri di titik pusat perbedaan karakter itu. Dan dia
memainkan peran seperti seorang conductor yang menentukan siapa giliran
'berbunyi' dan siapa yang 'diam', serta kapan semuanya harus bergerak
bersama-sama. Disaat banyak pemimpin mencari kesamaan atau menerima
perbedaan karakter bawahan, maka Gibbs; mengelolanya.

 

4.      Buat aturan dalam kelompok. Kata 'rule' alias 'aturan', sering
sekali disebut dalam film itu. Menarik. Karena di setiap perusahaan
sudah ada peraturan baik yang tertulis, maupun tidak. Kebanyakan
peraturan itu sama persis dengan yang berlaku diperusahaan manapun.

Jam masuk dan keluar kerja, misalnya. Namun, ada kalanya aturan itu
hanya tinggal pemanis dokumen saja, tanpa ada realisasinya. Lama
kelamaan setiap orang tidak lagi menghiraukan aturan itu. Pada saat
seperti inilah peran seorang pemimpin diperlukan untuk membangun aturan
di kelompoknya sendiri. Seperti apakah aturan yang harus dibuatnya?
Haruskah sama atau berbeda dengan aturan perusahaan? Berapa banyak
aturannya? Semua pertanyaan itu bisa dijawab dengan sederhana:

cukup satu aturan saja. Begini bunyinya; "Setiap orang di kelompok kita
wajib menjalankan peraturan perusahaan."  Sebagai pemimpin kita memang
bertanggungjawab agar setiap orang dalam team kita patuh kepada  aturan
yang berlaku. Dan itu berarti 3 hal; Pertama, kita memahami aturan itu.
Kedua, kita sendiri mematuhi aturan itu.  Ketiga, kita mengontrol
bagaimana aturan itu bisa dijalankan oleh orang-orang yang menjadi
tanggungjawab kita. Gibbs telah memainkan ketiga peran itu.

Dan usahanya itu menghasilkan sebuah team yang sangat berdisiplin.

Jika team Anda bisa begitu, maka itu akan mudah sekali terlihat ditengah
ketidakperdulian orang terhadap peraturan perusahaan yang sudah sejak
lama diabaikan.

 

5.      Memahami system dan proses kerja.  Tidak segala hal berjalan
seperti yang seharusnya. Ada saja peristiwa tidak terduga yang bisa
terjadi, bukan? Dalam konteks pekerjaan, pemimpinlah yang paling
diharapkan mampu memberi solusi kepada semua anggota team. Namun, jalan
keluar 'dengan cara lain' itu hanya akan bisa ditemukan oleh seseorang
yang benar-benar memahami system dan proses kerja secara menyeluruh.
Pemahaman terhadap system dan proses kerja memungkinkan dirinya untuk
berinovasi atau berimprovisasi tanpa harus melenceng dari aturan main
dan standarnya. Listrik padam ketika Gibbs menangani kasus pembobolan
server penyimpan data-data rahasia. Jika terlambat memecahkan kasus itu,
maka data akan disalahgunakan untuk melakukan teror, atau memindahkan
uang dari rekening jutaan nasabah secara ilegal. Tanpa listrik, semua
hal yang sudah terdigitalisasi menjadi sangat sulit untuk dianalisa.
Tidak ada cara lain selain melakukannya secara  manual. Ketika anak
buahnya menggerutu;"Bisa carikan dinosaurus untuk memberitahu kita cara
kerja alat ini?" Gibbs tiba-tiba datang, lalu menggunakan alat kuno itu.
Kemudian hasilnya dipamerkan dimuka para anak buahnya. Tak satu kata pun
terlontar dari mulut sang pemimpin.

Sejak saat itu, tidak ada yang menggerutu lagi. Banyak orang mengira
kalau sudah menjadi 'boss' pekerjaannya lebih sedikit. Kerja fisik
mungkin iya. Tetapi, itu tidak berlaku untuk urusan kerja otak dan
mental. Sedangkan efektivitasnya sangat ditentukan oleh pemahaman yang
menyeluruh terhadap system dan proses kerjanya.

 

Saya sudah cukup sering melihat hasil survey tentang kepuasan kualitas
kepemimpinan. Baik yang dilakukan secara internal maupun melalui jasa
konsultan. Bagaimanapun juga, survey adalah survey. Artinya, kita tidak
bisa mengelak dari hasilnya. Namun, jika ditilik lebih dalam, survey
sering tidak bisa mewakili kondisi real. Ada pula survey yang sekedar
'mengkompilasikan' pandangan-pandangan subyektif respondennya.

Dan ketika pandangan subyektif itu dikompilasikan secara kolektif,
tiba-tiba saja kita mengiranya sebagai sebuah hasil 'pengukuran
obyektif'. Di era sains seperti saat ini, hasil study tentu sangat
penting. Tapi tentu kita perlu ingat bahwa tidak semua penelitian
dilakukan dengan cara, oleh talenta, dan diolah secara tepat. Khusus
dalam konteks kepemimpinan, sebaiknya kita tidak terpaku pada survey
popular. Melainkan melihat secara aktual apa yang bisa dihasilkan oleh
pemimpin itu bersama teamnya. Istilah gaulnya; "yang jelas-jelas
ajalah, pren!" Kenapa mesti begitu? Karena sebagian besar survey
kepemimpinan mengacu kepada 'teori kepemimpinan'. Sedangkan dalam
prakteknya, kepemimpinan itu sama sekali berbeda dengan textbook. So,
jika Anda pemimpin; fokuslah pada apa yang bisa Anda lakukan bagi
organisasi dan orang-orang yang Anda pimpin. Dan jika Anda belum jadi
pemimpin, fokuslah pada tujuan kelompok; bukan pada cara pemimpin Anda
beramah tamah dengan Anda. Karena efektivitas kepemimpinan, terlihat
jelas pada hasilnya. Sedangkan caranya? Ada banyak zalan menuzu ke roma.

 

Mari Berbagi Semangat!

DEKA - Dadang Kadarusman - 28 November2011 Trainer Bidang Leadership &
Personnel Development Penulis buku "Natural Intelligence
Leadership"(Tahap editing di penerbit)

 

Catatan Kaki:

Hal-hal yang bisa direalisasikan oleh seorang pemimpin jauh lebih valid
dan faktual daripada angka-angka dalam survey kepemimpinan.

 

Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain,
langsung saja; tidak usah minta izin dulu. Tapi tolong, jangan diklaim
sebagai tulisan Anda sendiri supaya pahala Anda tidak berkurang
karenanya.

 

 

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

 

Other related posts:

  • » [breaktime-corner] Artikel [Forward dari millis sebelah] - Sami'udin