[milis-salafy] Perayaan Nifsu Syaban dalam sorotan Islam
- From: "abu salman" <ana@xxxxxxxxxxxxxx>
- To: salafy@xxxxxxxxxxxxx
- Date: Mon, 26 Jan 2004 15:18:40 +0700
Ahad, 25 Januari 2004 - 10:23:23, Penulis
: Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz |
Kategori
: Fatwa_Ulama |
Perayaan Nifsu Syaban dalam sorotan
Islam
|
Segala puji hanyalah bagi Allah,
yang telah menyempurnakan agamaNya bagi kita, dan mencukupkan
ni’matNya kepada kita, semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
pengajak ke pintu taubat dan pembawa rahmat.
Amma ba’du
:
Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman :
]
اليوم أكملت
لكم دينكم
وأتممت
عليكم نعمتي
ورضيت لكم
الإسلام
دينا [.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nu’matKu, dan telah
Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3 ).
]
أم لهم شركاء
شرعوا لهم من
الدين ما لم
يأذن به الله
ولولا كلمة
الفصل لقضي
بينهم وإن
الظالمين
لهم عذاب
أليم [.
“Apakah mereka mempunyai sesembahan
sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diridloi Allah ?, sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah)
tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang orang yang dhalim
itu akan memperoleh azab yang pedih” ( QS. As syuro, 21 ).
Dari
Aisyah, Radliyallahu ‘anhu berkata : bahwa Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
" من
أحدث في
أمرنا هذا ما
ليس منه فهو
رد ".
“Barang siapa yang mengada adakan sesuatu
perbuatan ( dalam agama ) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka tidak akan
diterima”.
Dan dalam riwayat imam Muslim, Rasulullah bersabda
:
" من عمل عملا
ليس عليه
أمرنا فهو رد
".
“Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah
kami perintahkan, maka ia tertolak”.
Dalam shahih Muslim dari
Jabir rodhiAllahu ‘anhu ia berkata : bahwa Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu khutbah Jum’at nya
:
" أما بعد, فإن
خير الحديث
كتاب الله،
وخير الهدي
هدي محمد صلى
الله عليه
وسلم، وشر
الأمور
محدثاتها،
وكل بدعة
ضلالة ".
“Amma ba’du :
sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah Kitab Allah ( Al Qur’an ),
dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan ( dalam agama ) adalah yang diada
adakan, dan setiap bid’ah ( yang diada adakan ) itu sesat” ( HR.
Muslim ).
Masih banyak lagi hadits hadits yang senada dengan hadits
ini, hal mana semuanya menunjukkan dengan jelas, bahwasanya Allah telah
menyempurnakan untuk umat ini agamanya, Dia telah mencukupkan
ni’matNya bagi mereka, Dia tidak akan mewafatkan Nabi Muhammad kecuali
sesudah beliau menyelesaikan tugas penyampaian risalahnya kepada umatnya,
dan menjelaskan kepada mereka seluruh syariat Allah, baik melalui ucapan
maupun perbuatan.
Beliau menjelaskan bahwa segala sesuatu yang akan
diada adakan oleh sekelompok manusia sepeninggalnya dan dinisbatkan kepada
ajaran Islam baik berupa ucapan maupun perbuatan, semuanya itu bad’ah
yang ditolak, meskipun niatnya baik.
Para sahabat dan para ulama
mengetahui hal ini, maka mereka mengingkari perbuatan perbuatan bid’ah
dan memperingatkan kita dari padanya, hal itu disebutkan oleh mereka yang
mengarang tentang penggunaan sunnah dan pengingkaran bid’ah, seperti
Ibnu Waddhoh At Thorthusyi dan As Syaamah dan lain lain.
Diantara
bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid’ah
mengadakan upacara peringatan malam nisfu sya’ban, dan menghususkan
pada hari tersebut dengan puasa tertentu, padahal tidak ada satupun dalil
yang dapat dijadikan sandaran, ada hadits hadits yang menerangkan tentang
fadlilah malam tersebut, tetapi hadits hadits tersebut dhoif, sehingga tidak
dapat dijadikan landasan, adapun hadits hadits yang berkenaan dengan sholat
pada hari itu adalah maudlu / palsu.
Dalam hal ini, banyak diantara
para ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadits hadits yang berkenaan
dengan penghususan puasa dan fadlilah sholat pada hari nisfu sya’ban,
selanjutnya akan kami sebutkan sebagian dari ucapan mereka.
Pendapat
para ahli Syam diantaranya Al Hafidz Ibnu Rajab dalam bukunya “
Lathoiful Ma’arif” mengatakan bahwa perayaan malam nisfu
sya’ban adalah bid’ah, dan hadits hadits yang menerangkan
keutamaanya semuanya lemah, hadits yang lemah bisa diamalkan dalam ibadah
jika asalnya didukung oleh hadits yang shoheh, sedangkan upacara perayaan
malam nisfu sya’ban tidak ada dasar yang shohih, sehingga tidak bisa
didukung dengan dalil hadits hadits yang dlo’if.
Ibnu Taimiyah
telah menyebutkan kaidah ini, dan kami akan menukil pendapat para ulama
kepada para pembaca, sehingga masalahnya menjadi jelas. Para ulama telah
bersepakat bahwa merupakan suatu keharusan untuk mengembalikan segala apa
yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah
Rasul (Al Hadits ), apa saja yang telah digariskan hukumnya oleh keduanya
atau salah satu dari padanya, maka wajib diikuti, dan apa saja yang
bertentangan dengan keduanya maka harus ditinggalkan, serta segala sesuatu
amalan ibadah yang belum pernah disebutkan ( dalam Al Qur’an dan As
Sunnah ) adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan, apalagi mengajak untuk
mengerjakanya dan menganggapnya baik.
Allah subhaanahu wa
ta’ala berfirman dalam surat An Nisa’ :
] يا
أيها الذين
آمنوا
أطيعوا الله
وأطيعوا
الرسول
وأولي الأمر
منكم فإن
تنازعتم في
شيء فردوه
إلى الله
والرسول إن
كنتم تؤمنون
بالله
واليوم
الآخر ذلك
خير وأحسن
تأويلا [
“Hai orang orang yang
beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul(Nya), dan Ulil Amri ( pemimpin )
diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesutu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah ( Al Qur’an ) dan Rasul ( Al Hadits ),
jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu adalah lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya” ( QS. An
nisa’, 59 ).
] وما
اختلفتم فيه
من شيء فحكمه
إلى الله
ذلكم الله
ربي عليه
توكلت وإليه
أنيب [
“Tentang sesuatu apapun kamu
berselisih, maka putusannya ( terserah ) kepada Allah ( yang mempunyai sifat
sifat demikian ), itulah Tuhanku, Kepada -Nya- lah aku bertawakkal dan
kepada –Nya- lah aku kembali” ( QS. Asy syuro, 10 ).
]
قل إن كنتـم
تحـبون الله
فاتبعـوني
يحببكـم
الله ويغفر
لكـم
ذنوبكـم [.
“Katakanlah,
jika kamu ( benar benar ) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah
akan mengasihi dan mengampuni dosa dosamu ” (QS. Ali Imran, 31
).
] فلا وربك
لا يؤمنون
حتى يحكموك
فيما شجر
بينهم ثم لا
يجدوا في
أنفسهم حرجا
مما قضيت
ويسلم
تسليما [.
“Maka demi Tuhanmu,
mereka ( pada hakekatnya ) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa sesuatu keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya ” (QS. An Nisa’,
65 ).
Dan masih banyak lagi ayat ayat Al Qur’an yang semakna
dengan ayat ayat diatas, ia merupakan nash atau ketentuan hukum yang
mewajibkan agar supaya masalah masalah yang diperselisihkan itu dikembalikan
kepada Al Qur’an dan Al Hadits, selain mewajibkan kita agar rela
terhadap hukum yang ditetapkan oleh keduanya. Sesungguhnya hal itu adalah
konsekwensi iman, dan merupakan perbuatan baik bagi para hamba, baik di
dunia atau di aherat nanti, dan akan mendapat balasan yang lebih
baik.
Dalam pembicaraan masalah malam nisfu sya’ban, Ibnu Rajab
berkata dalam bukunya “ Lathoiful Ma’arif” : para Tabiin
penduduk Syam ( Syiria sekarang ) seperti Kholid bin Ma’daan, Makhul,
Luqman bin Amir, dan lainnya pernah mengagung agungkan dan berijtihad
melakukan ibadah pada malam nisfi sya’ban, kemudian orang orang
berikutnya mengambil keutamaan dan bentuk pengagungan itu dari
mereka.
Dikatakan bahwa mereka melakukan perbuatan demikian itu
karena adanya cerita cerita israiliyat, ketika masalah itu tersebar ke
penjuru dunia, berselisihlah kaum muslimin, ada yang menerima dan
menyetujuinya, ada juga yang mengingkarinya, golongan yang menerima adalah
ahli Bashrah dan lainnya, sedangkan golongan yang mengingkarinya adalah
mayoritas penduduk Hijaz ( Saudi Arabia sekarang ), seperti Atho dan Ibnu
Abi Mulaikah, dan dinukil oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Ulama
fiqih Madinah, yaitu ucapan para pengikut Imam Malik dan lain lainnya ;
mereka mengatakan bahwa semua perbuatan itu bid’ah, adapun pendapat
ulama Syam berbeda dalam pelaksanaanya dengan adanya dua pendapat :
1-
Menghidup hidupkan malam nisfu sya’ban dalam masjid dengan berjamaah
adalah mustahab ( disukai Allah ).
Dahulu Khalid bin Ma’daan dan
Luqman bin Amir memperingati malam tersebut dengan memakai pakaian paling
baru dan mewah, membakar kemenyan, memakai sipat (celak), dan mereka bangun
malam menjalankan shalatul lail di masjid, ini disetujui oleh Ishaq bin
Rahawaih, ia berkata : Menjalankan ibadah di masjid pada malam itu secara
berjamaah tidak dibid’ah, keterangan ini dicuplik oleh Harbu Al
Karmaniy.
2- Berkumpulnya manusia pada malam nisfi sya’ban di
masjid untuk shalat, bercerita dan berdoa adalah makruh hukumnya, tetapi
boleh dilakukan jika menjalankan sholat khusus untuk dirinya
sendiri.
Ini pendapat Auza’iy Imam ahli syam, sebagai ahli fiqh
dan ulama mereka, Insya Allah pendapat inilah yang mendekati kebenaran,
sedangkan pendapat Imam Ahmad tentang malam sinf sya’ban ini, tidak
diketahui.
Ada dua riwayat yang menjadi sebab cenderung
diperingatinya malam nisfu sya’ban, dari antara dua riwayat yang
menerangkan tentang dua malam hari raya (iedul fitri dan iedul adha ), dalam
satu riwayat berpendapat bahwa memperingati dua malam hari raya dengan
berjamaah adalah tidak disunnahkan, karena hal itu belum pernah dikerjakan
oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya,
riwayat yang lain berpendapat bahwa memperingati malam tersebut dengan
berjamaah disunnahkan, karena Abdurrahman bin Yazid bin Aswad pernah
mengerjakannya, dan ia termasuk Tabi’in, begitu pula tentang malam
nisfu sya’ban, Nabi belum pernah mengerjakannya atau menetapkannya,
termasuk juga para sahabat, itu hanya ketetapan dari golongan Tabiin ahli
fiqh ( yuris prudensi ) yang di Syam ( syiria ), demikian maksud dari Al
Hafidz Ibnu Rajab ( semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya ).
Ia
mengomentari bahwa tidak ada suatu ketetapan pun tentang malam nisfi
sya’ban ini, baik itu dari Nabi maupun dari para sahabat. Adapun
pendapat Imam Auza’iy tentang bolehnya ( istihbab ) menjalankan sholat
pada malam hari itu secara individu dan penukilan Al Hafidz Ibnu Rajab dalam
pendapatnya itu adalah gharib dan dloif, karena segala perbuatan syariah
yang belum pernah ditetapkan oleh dalil dalil syar’i tidak boleh bagi
seorang pun dari kaum muslimin mengada adakan dalam Islam , baik itu
dikerjakan secara individu ataupun kolektif, baik itu dikerjakan secara
sembunyi sembunyi ataupun terang terangan, landasannya adalah keumuman
hadits Nabi :
" من عمل
عملا ليس
عليه أمرنا
فهو رد ".
“Barang siapa mengerjakan
suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia
tertolak”.
Dan banyak lagi hadits hadits yang mengingkari
perbuatan bid’ah dan memperingatkan agar dijauhi.
Imam Abu
Bakar At thorthusyi berkata dalam bukunya “Al hawadits wal bida”
: diriwayatkan oleh Wadhoh dari zaid bin Aslam berkata : kami belum pernah
melihat seorang pun dari sesepuh dan ahli fiqh kami yang menghadiri perayaan
malam nisfu sya’ban, tidak mengindahkan hadits Makhul yang dloif, dan
tidak pula memandang adanya keutamaan pada malam tersebut terhadap malam
malam lainya.
Dikatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah bahwasanya Zaid An
numairy berkata : pahala yang didapat ( dari ibadah ) pada malam nisfu
sya’ban menyamai pahala lailatul qadar, Ibnu Abi Mulaikah menjawab :
seandainya saya mendengarnya sedang di tangan saya ada tongkat pasti saya
pukul, Zaid adalah seorang penceramah.
Al ‘Allamah Asy Syaukani
menulis dalam bukunya “ Al fawaidul Majmuah” sebagai berikut :
bahwa hadits yang mengatakan :
" يا
علي، من صلى
مائة ركعة
ليلة النصف
من شعبان
يقرأ في كل
ركعة بفاتحة
الكتاب وقل
هو الله عشر
مرات إلا قضى
الله له كل
حاجة ... إلخ.
“Wahai Ali,
barang siapa yang melakukan sholat pada malam nisfu sya’ban sebanyak
100 rakaat, ia membaca setiap rakaat Al fatihah dan Qul huwallah ahad
sebanyak sepuluh kali, pasti Allah memenuhi segala kebutuhannya … dan
seterusnya.
Hadits ini adalah maudhu’, pada lafadz lafadznya
menerangkan tentang pahala yang akan diterima oleh pelakunya adalah tidak
diragukan kelemahanya bagi orang berakal, sedangkan sanadnya majhul ( tidak
dikenal ), hadits ini diriwayatkan dari kedua dan ketiga jalur sanad,
kesemuanya maudhu dan perawi perowinya tidak diketahui.
Dalam kitab
“Al Mukhtashor” Syaukani melanjutkan : hadits yang menerangkan
tentang sholat nisfu sya’ban adalah bathil, Ibnu Hibban meriwayatkan
hadits dari Ali bin Abi Tholib rodhiAllahu ‘anhu : jika datang malam
nisfu sya’ban bersholat malamlah dan berpuasalah pada siang harinya,
adalah dloif.
Dalam buku “ Allaali” diriwayatkan bahwa :
seratus rakaat pada malam Nisfi sya’ban ( dengan membaca surah )Al
ikhlas sepuluh kali ( pada setiap rakaat ) bersama keutamaan keutamaan yang
lain, diriwayatkan oleh Ad Dailami dan lainya bahwa itu semua maudlu’
( palsu ), dan mayoritas perowinya pada ketiga jalur sanadnya majhul ( tidak
diketahui ) dan dloif ( lemah ).
Imam As Syaukani berkata : Hadits
yang menerangkan bahwa dua belas rakaat dengan ( membaca surat ) Al Ikhlas
tiga puluh kali itu maudlu’ ( palsu ), dan hadits empat belas rakaat
… dan seterusnya adalah maudlu’ ( tidak bisa diamalkan dan harus
ditinggalkan, pent ).
Para fuqoha ( ahli yurisprudensi ) banyak yang
tertipu dengan hadits hadits diatas, seperti pengarang Ihya Ulumuddin dan
lainnya, juga sebagian dari para ahli tafsir, karena sholat pada malam ini,
yakni malam nisfu sya’ban telah diriwayatkan melalui berbagai jalur
sanad, semuanya adalah bathil / tidak benar dan haditsnya adalah
maudlu’.
Hal ini tidak bertentangan dengan riwayat Turmudzi dan
hadits Aisyah, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke
Baqi’ dan Tuhan turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban,
untuk mengampuni dosa sebanyak jumlah bulu domba dan bulu kambing, karena
pembicaraan kita berkisar tentang sholat yang diadakan pada malam nisfu
sya’ban itu, tetapi hadits Aisyah ini lemah dan sanadnya
munqothi’ ( tidak sambung ) sebagaimana hadits Ali yang telah
disebutkan diatas, mengenai malam nisfu sya’ban, jadi dengan jelas
bahwa sholat (khusus pada) malam itu juga lemah dasar hukumnya.
Al
Hafidz Al Iraqi berkata : hadits ( yang menerangkan ) tentang sholat nisfi
sya’ban itu maudlu dan pembohongan atas diri
Rasulallah”.
Dalam kitab “Al Majmu” Imam Nawawi
berkata : sholat yang sering kita kenal dengan sholat Roghoib ada (
berjumlah ) dua dua belas rakaat, dikerjakan antara maghrib dan Isya’,
pada malam Jum’at pertama bulan rajab, dan shalat seratus rakaat pada
malam nisfu sya’ban, dua sholat ini adalah bid’ah dan munkar,
tidak boleh seseorang terpedaya oleh kedua hadits itu, hanya karena
disebutkan di dalam buku “Quutul qulub” dan “ Ihya
Ulumuddin” sebab pada dasarnya hadits hadits tersebut bathil ( tidak
boleh diamalkan ), kita tidak boleh cepat mempercayai orang orang yang tidak
jelas bagi mereka hukum kedua hadits itu, yaitu mereka para imam yang
kemudian mengarang lembaran lembaran untuk membolehkan pengamalan kedua
hadits itu, karena ia telah salah dalam hal ini.
Syekh Imam Abu
Muhammad Abdurrahman bin Ismail Al Maqdisi telah mengarang sebuah buku yang
berharga, beliau menolak ( menganggap bathil ) kedua hadits diatas ( tentang
malam nisfu sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan rajab ),
ia bersikap ( dalam mengungkapkan pendapatnya ) dalam buku tersebut, sebaik
mungkin, dalam hal ini telah banyak pendapat para ulama, jika kita hendak
menukil pendapat mereka itu, akan memperpanjang pembicaraan kita. Semoga apa
apa yang telah kita sebutkan tadi, cukup memuaskan bagi siapa saja yang
berkeinginan untuk mendapat sesuatu yang haq.
Dari penjelasan di atas
tadi, seperti ayat ayat Al Qur’an dan beberapa hadits, serta pendapat
para ulama, jelaslah bagi pencari kebanaran ( haq ) bahwa peringatan malam
nisfu sya’ban dengan pengshususan sholat atau lainnya, dan penghususan
siang harinya dengan puasa, itu semua adalah bid’ah dan munkar, tidak
ada landasan dalilnya dalam syariat Islam , bahkan hanya merupakan pengada
adaan saja dalam Islam setelah masa para sahabat rodhiAllahu ‘anhum,
marilah kita hayati ayat Al Qur’an di bawah ini :
]
البوم أكملت
لكم دينكم
وأتممت
عليكم نعمتي
ورضيت لكم
الإسلام
دينا [.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah
Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3 ).
Dan
banyak lagi ayat ayat lain yang semakna dengan ayat di atas, selanjutnya
marilah kita hayati sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
:
" من أحدث في
أمرنا هذا ما
ليس منه فهو
رد ".
“Barang siapa yang mengada adakan sesuatu
perbuatan ( dalam agama ) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka ia
tertolak”.
Dari Abu Hurairah rodhiAllahu ‘anhu berkata :
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
"
لا تخصوا
ليلة الجمعة
بقيام من بين
الليالي،
ولا تخصوا
يومها
بالصيام من
بين الأيام،
إلا أن يكون
في صوم يصومه
أحدكم ". رواه
مسلم.
“Janganlah kamu sekalian
menghususkan malam Jum’at dari pada malam malam lainnya dengan sholat
tertentu, dan janganlah kamu sekalian mengkhusukan siang harinya dari pada
hari hari lainnya dengan berpuasa tertentu, kecuali jika hari bertepatan
dengan hari yang ia biasa berpuasa (bukan puasa khusus tadi )” ( HR.
Muslim ).
Seandainya penghususan malam itu dengan ibadah tertentu
diperbolehkan oleh Allah, maka bukanlah malam Jum’at itu lebih baik
dari pada malam malam lainnya, karena pada hari itu adalah sebaik baik hari
yang disinari oleh matahari ? hal ini berdasarkan hadits hadits Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang shohih.
Ketika Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk menghususkan sholat
pada malam hari itu dari pada malam lainnya, hal itu menunjukkan bahwa pada
malam lainpun lebih tidak boleh dihususkan dengan ibadah tertentu, kecuali
jika ada dalil shohih yang menghususkan / menunjukkan adanya penghususan,
ketika malam lailatul qadar dan malam malam bulan puasa itu disyariatkan
supaya sholat dan bersungguh sungguh dengan ibadah tertentu, maka Nabi
mengingatkan dan menganjurkan kepada umatnya agar supaya melaksanakannya,
beliau pun juga mengerjakannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih
:
" من قام
رمضان
إيمانا
واحتسابا
غفر له ما
تقدم من
ذنبه، ومن
قام ليلة
القدر
إيمانا
واحتسابا
غفر له ما
تقدم من ذنبه
".
“Barang siapa yang berdiri ( melakukan sholat ) pada bulan
ramadlan dengan penuh rasa iman dan harapan ( pahala ), niscaya Allah
subhaanahu wa ta’ala akan mengampuni dosanya yang telah lewat, dan
barang siapa yang berdiri ( malakukan sholat ) pada malam lailatul qadar
dengan penuh rasa iman dan harapan ( pahala ), niscaya Allah akan mengampuni
dosa dosanya yang telah lewat” ( Muttafaqun ‘alaih
).
Jika seandainya malam nisfu sya’ban, malam Jum’at
pertama pada bulan Rajab, serta malam isra’ dan mi’raj itu
diperintahkan untuk dihususkan, dengan upacara atau ibadah tertentu,
pastilah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada
umatnya, atau beliau melaksanakannya sendiri, jika memang hal itu pernah
terjadi niscaya telah disampaikan oleh para sahabat kepada kita ; mereka
tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik baik manusia dan
paling banyak memberi nasehat setelah para Nabi.
Dari pendapat para
ulama tadi anda dapat menyimpulkan bahwasanya tidak ada ketentuan apapun
dari Rasulullah, ataupun dari para sahabat tentang keutamaan malam nisfu
sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab.
Dan
dari sini kita mengetahui bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut
adalah bid’ah yang diada adakan dalam Islam, begitu pula penghususan
malam tersebut dengan ibadah tertentu adalah bid’ah mungkar, sama
halnya dengan malam 27 Rajab yang banyak diyakini orang sebagai malam
isra’ dan mi’raj, begitu juga tidak boleh dihususkan dengan
ibadah ibadah tertentu, selain tidak boleh dirayakan dengan upacara upacara
ritual, berdasarkan dalil dalil yang disebutkan tadi.
Hal ini, jika
(malam kejadian isra’ dan mi’raj itu) diketahui, padahal yang
benar adalah pendapat para ulama yang menandaskan tidak diketahuinya malam
isra’ dan mi’raj secara tepat. Omongan orang bahwa malam
isra’ dan mi’raj itu pada tanggal 27 rajab adalah bathil, tidak
berdasarkan pada hadits hadits yang shoheh, maka benar orang yang mengatakan
:
وخير الأمور
السالفات
على الهدى *
وشر الأمور
المحدثات
البدائع
“Sebaik baik
perkara adalah yang telah dikerjakan oleh para salaf, yang telah mendapatkan
petunjuk dan sejelek jelek perkara ( dalam agama ) adalah yang diada adakan
berupa bid’ah bid’ah”
Allah lah tempat bermohon
untuk melimpahkan taufiq-Nya kepada kita dan kaum muslimin semua, taufiq
untuk berpegang teguh dengan sunnah dan konsisten kepada ajarannya, serta
waspada terhadap hal hal yang bertentangan dengannya, karena hanya Allah lah
MahaPemberi dan MahaMulia.
Semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan
kepada hamba-Nya dan RasulNya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
begitu pula kepada keluarga dan para sahabatnya, Amien.
(Dikutip dari
الحذر من
البدع Tulisan Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz
Bin Baz, Mufti Saudi Arabia. Penerbit Departemen Agama Saudi Arabia. Edisi
Indonesia "Waspada terhadap Bid'ah".)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=472
________________________________________________
Message sent using Webmail 1.0
============================================================================
Web Based Mailing List Salafy di http://webmail.salafy.or.id/
Alamat Email kirim ke Mailing List : "salafy @ freelists.org"
Free Webmail @ assalafi.ath.cx , @ assalafi.cjb.net , @ assalafi.mine.nu , @ assalafi.za.net , @ salafy.ath.cx, @ salafy.cjb.net , @ salafy.mine.nu , @ salafy.za.net , @ salafy.zzn.com , @ s.salafy.or.id , @ user.salafy.or.id
----------------------------------------------------------------------------
Other related posts:
- » [milis-salafy] Perayaan Nifsu Syaban dalam sorotan Islam