[milis-salafy] Istilah-istilah penting : Definisi As Sunnah
- From: "abu salman" <ana@xxxxxxxxxxxxxx>
- To: salafy@xxxxxxxxxxxxx
- Date: Fri, 16 Jan 2004 14:38:08 +0700
Kamis, 14 Januari 2004 - 00:11:11, Penulis
: Ahlus Sunnah wal Jamaah Ma'alimul Inthilaqah
al-Kubra |
Kategori
: Manhaj |
Istilah-istilah penting : Definisi As
Sunnah
|
Definisi
As-Sunnah
As-Sunnah, menurut bahasa Arab, adalah ath-thariqah, yang
berarti metode, kebiasaan, perjalanan hidup, atau perilaku, baik terpuji
maupun tercela. Kata tersebut berasal dari kata as-sunan yang bersinonim
dengan ath-thariq (berarti "jalan"). Dalam sebuah hadits disebutkan,
"Barangsiapa melakukan sunnah yang baik dalam Islam, maka selain memperoleh
pahala bagi dirinya, juga mendapat tambahan pahala dari orang yang
mengamalkan sesudahnya, dengan tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka.
Dan barang siapa melakukan sunnah yang jelek dalam Islam, maka selain
memperoleh dosa bagi dirinya, juga mendapat tambahan dosa dari orang yang
melakukan sesudahnya dengan tanpa mengurangi sedkitpun dosa mereka." (HR
Muslim).
Al-Qadli lyadl berkata bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi
wassalam pernah bersabda, "Sungguh kamu akan mengikuti sunnah-sunnah orang
sebelum kamu." Tulisan (Sin, Nun, Nun) dalam kalimat hadits tersebut (Arab)
jika dibaca sananun berarti "jalan" atau "metode." Adapun jika dibaca
sununun atau sanunun keduanya merupakan bentuk jamak dari sunnah maka
artinya "perjalanan hidup."
Menurut lbnul Atsir, "Kata sunnah dengan
segala variasinya disebutkan berulang-ulang dalam hadits, yang arti asalnya
adalah "perjalanan hidup" dan "perilaku'." (an-Nihayah 2:
409).
Adapun pengertian sunnah dalam istilah syara', menurut para
Ahli Hadits, adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Shalallahu
‘alaihi wassalam, yang berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
karakter, akhlak, ataupun perilaku, baik sebelum maupun sesudah diangkat
menjadi nabi.
Dalam hal ini pengertian sunnah, menurut sebagian
mereka, sama dengan hadits.
Menurut Ahli Ushul, "Sunnah ialah sesuatu
yang dinukil dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam secara khusus. la
tidak ada nashnya dalam Alquran, tetapi dinyatakan oleh Nabi Shalallahu
‘alaihi wassalam dan sekaligus merupakan penjelasan awal dari isi
Alquran." (asy-Syatibi, al-Muwafaqat 4: 47).
Adapun menurut Fuqaha (para
ahli fikih, red), "Sunnah itu berarti ketetapan dari Nabi Shalallahu
‘alaihi wassalam yang bukan fardhu dan bukan wajib." (asy-Syaukani,
lrsyadul Fuhul, him. 31)
Setelah timbulnya perpecahan dan menyebarnya
berbagai bid'ah serta aliran pengikut nafsu, maka sunnah digunakan sebagai
lambang pembeda antara Ahli Sunnah dan ahli bid'ah. Jika dikatakan si Fulan
Ahli Sunnah atau mengikuti sunnah, maka ia adalah kebalikan dari ahli
bid'ah. Disebutkan si Fulan itu "mengikuti sunnah" apabila ia beramal sesuai
dengan yang diamalkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam (aI-Muwafaqat
4:4)
Pengertian sunnah tersebut didasarkan atas dalil syar'i, baik
yang terdapat dalam Alquran maupun berasal dari Nabi Shalallahu
‘alaihi wassalam, atau merupakan ijtihad para sahabat Radiyallahu
‘anhu seperti mengumpulkan mushhaf dan menyuruh orang-orang membaca
Alquran dengan satu bahasa. serta membukukannya. (as-Sunnah, hlm.
48)
Adapun menurut ta'rif kebanyakan Ulama Hadits muta'akhirin, kata
sunnah adalah ibarat (ungkapan) yang dapat menyelamatkan dari keragu-raguan
tentang aqidah, khususnya dalam perkara iman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, takdir, dan
masalah keutamaan para sahabat. Istilah sunnah menurut Ulama Hadits
muta'akhirin tersebut lebih ditekankan pada aspek aqidah, sebab aspek ini
dianggap begitu penting, termasuk bahaya penyelewengannya. Namun jika
diperhatikan dengan seksama, lafazh ini lebih mengacu kepada pengertian
jalan hidup Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya ra,
baik ilmu, amal, akhlak, ataupun segi kehidupan lainnya.
Istilah
sunnah menurut ulama Hadis mutaakhirin tersebut lebih ditekankan pada aspek
akidah, sebab aspek ini dianggap begitu penting, termasuk bahaya
penyelewengannya. Namun, jika diperhatikan dengan seksama, lafaz ini lebih
mengacu kepada pengertian jalan hidup Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam
dan para sahabatnya ra, baik ilmu, amal, akhlak, ataupun segi kehidupan
lainnya.
Untuk membahas ilmu ini, para ulama hadis menyusun beberapa
tulisan yang dinamakan Kitab-kitab Sunnah. Mereka mengkhususkan ilmu ini
dengan nama Sunnah, karena bahayanya besar (bila terjadi penyimpangan),
sedangkan orang yang menentangnya berada di jurang kebinasaan. (lbnu
Rajab)
Menurut lbnu Rajab, Sufyan ats-Tsauri mengatakan, "Perlakukanlah
Ahli Sunnah dengan baik, karena mereka adalah orang-orang asing." Yang
dimaksud sunnah oleh imam-imam itu ialah perjalanan hidup Nabi Shalallahu
‘alaihi wassalam dan para sahabatnya, yang bersih dari syubhat dan
syahwat. Karena itu, al-Fudhail bin lyadh mengatakan, "Ahli Sunnah ialah
orang yang terkenal hanya mau memakan makanan yang halal. Dan memakan
makanan yang halal merupakan perilaku paling penting dalam Sunnah yang
dilakukan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya
Radiyallahu ‘anhu"
Definisi al-Jamaah
Menurut bahasa, kata
jamaah berasal dan al-ijtima' ("berkumpul" atau "bersatu") yang lawan
katanya al-firqah ("berpecah belah"). lbnuTaimiyah menjelaskan, "Al-Jamaah
berarti persatuan, sedangkan lawan katanya adalah perpecahan. Dan lafazh
al-jamaah telah menjadi nama bagi kaum yang bersatu." (Majmu' Fatawa
3:157)
Namun, jika lafazh jama'ah dirangkaikan dengan as-sunnah
menjadi Ahli Sunnah Waljamaah maka yang dimaksud ialah pendahulu umat ini.
Mereka adalah para sahabat dan tabi'in yang bersatu mengikuti kebenaran yang
jelas dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi
wassalam. (Harras, Syarah al-Wasithiyyah, him. 16)
Demikianlah, apa
yang dilakukan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para
sahabatnyaRadiyallahu ‘anhumenimpakan kebenaran yang wajib diteladani
dan diikuti. Setiap orang yang datang sesudah mereka dengan menempuh jalan
mereka dan mengikuti jejak mereka, maka dia itulah "al-Jamaah", baik secara
individu maupun kelompok.
Abu Syamah berkata, "Manakala datang
perintah untuk beriltizam kepada jamaah, maka yang dimaksud iltizam di sini
adalah komitmen terhadap kebenaran dan mengikutinya, sekalipun jumlah
pengikut kebenaran itu lebih sedikit daripada penentangnya. Sebab, kebenaran
itulah yang menjadi pijakan jama'ah generasi pertama dari Nabi Saw dan para
sahabatnya Radiyallahu ‘anhum dengan tidak melihat banyaknya ahli
kebatilan sesudah mereka." (al-Ba'its hlm. 22)
Ketika Abdullah bin
Mubarak, sahabat Rasulullah, ditanya tentang al-jama'ah, beliau menjawab,
"Abu Bakar dan Umar." Ketika dikatakan kepada beliau bahwa Abu Bakar dan
Umar telah wafat, beliau menjawab, "Fulan dan Fulan." Ketika dikatakan
kepada beliau bahwa si Fulan dan Fulan telah wafat, beliau menjawab, "Abu
hamzah as-Sukri adalah jama'ah (aI-Baghawi 1:205)
Istilah jamaah,
menurut penafsiran lbnu Mubarak tersebut, adalah orang yang memiliki
sifat-sifat teladan yang sempurna berdasarkan Alquran dan Sunnah Nabi.
Karena itu, beliau membuat perumpamaan dengan orang-orang yang menjadi
teladan. Maka, disebutlah nama ulama sejamannya, Abu Hamzah as-Sukri, dan
bukan ulama lainnya. Alasan beliau, Abu Hamzah termasuk ahli ilmu yang
memiliki keutamaan dan berlaku zuhud.
Sebagian ulama berbeda pendapat
mengenai penjelasan hadis-hadis Nabi yang mewajibkan beriltizam
(berpegang-teguh, red) kepada jamaah dan melarang keluar daripadanya.
Menurut pengamatan kami, hadits-hadits tersebut sama sekali tidak
bertentangan. Namun, untuk melengkapi pembahasan ini, kami akan menyebutkan
pendapat-pendapat tersebut sebagai berikut:
1.Sebagian ulama berpendapat
bahwa yang dimaksud al-jamaah ialah para sahabat saja, dan bukan orang-orang
sesudah generasi mereka. Sebab, para sahabat itulah yang sesungguhnya telah
menegakkan tonggak-tonggak ad-dien. dan menancapkan paku-pakunya. Dan mereka
tidak berhimpun di atas kesesatan. (Lihat Asy-Syathibi, Al-l'thisham 2:262).
Pendapat ini diriwayatkan dan Umar bin Abdul AzizRadiyallahu ‘anhu
Menurut pendapat ini, lafazh al-jamaah sesuai dengan riwayat lain dalam
sebuah hadis Nabi: "...yakni jalan yang aku tempuh dan para sahabatku."
Kalimat hadits ini menunjuk kepada perkataan, perilaku, dan ijtihad mereka.
Dengan demikian, lafazh tersebut menjadi hujjah secara nuitlak dengan
kesaksian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, khususnya dengan
sabda beliau: "Hendaklah kalian berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnah
para Khalifah ar-Rasyidin..."
2. Ada sementara ulama yang mengartikan
al-jamaah itu adalah Ahli Ilmu, Ahli Fikih, dan Ahli Hadis dari kalangan
Imam Mujtahidin. Sebab, Allah telah menjadikan mereka hujjah atas manusia
dan mereka menjadi panutan dalam urusan ad-dien. (Filthul Bari 13:27).
Pendapat ini dari al-Bukhari dalam kitabnya bab Wa Kazalika Jaalnakum
Ummatan Wasathan (Demikian pula Kami jadikan kamu umat pertengahan) dan
perintah Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam untuk beriltizam kepada
al-jamaah beliau mengatakan bahwa mereka (al-jamaah) itu adalah Ahli llmu.
(Fathul Bari 13:316)
Menurut Turmudzi, para ahli ilmu menafsirkan
al-jamaah dengan ahli fikih, ahli ilmu, ahli hadis. Kemudian beliau
membawakan riwayat dari lbnul Mubarak yang memberikan jawaban, "Abu Bakar
dan Umar" sewaktu ia ditanya mengenai al-jamaah. (Sunan Turmudzi
4:465)
Ibnu Sinan berpendapat, "Mereka (al-jamaah) adalah Ahli ilmu dan
orang-orang yang punya atsar. (Syaraf Ashhabul Hadits, hlm. 26-27).
Berdasarkan pendapat ini, maka al-jamaah adalah Ahli Sunnah yang alim, arif,
dan mujtahid. Maka tidaklah termasuk al-jamaah mereka yang ahli bid'ah dan
orang-orang awam yang taklid. Sebab, mereka tidak bisa diteladani dan
biasanya kaum -yang disebut terakhir ini- hanya mengikuti ulama.
3.
Ada ulama yang mengatakan bahwa al-jamaah ialah jamaah Ahlul Islam yang
bersepakat dalam masalah syara'. Mereka tidak lain adalah Ahli ljma yang
senantiasa bersepakat dalam suatu masalah atau hukum, baik syara'
maupunaqidah. Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi yang artinya: "Umatku
tidak bersepakat dalam kesesatan." (al-I'tisham 2:263)
Ibnu Hajar
mengomentari pendapat Bukhari yang mengatakan bahwa mereka (al-jama'ah)
adalah Ahli ilmu, sebagai berikut: "Yang dimaksud al-jama'ah ialah Ahlul Hal
wal 'Aqdi, yakni mereka yang mempunyai keahlian menetapkan dan memutuskan
suatu masalah pada setiap jaman."
Adapun menurut al-Karmani, "Yang
dimaksud perintah untuk beriltizam kepada jamaah ialah beriltizamnya seorang
mukallaf dengan mengikuti kesepakatan para mujtahidin. Dan inilah yang
dimaksud Bukhari bahwa 'mereka adalah Ahli llmu'." Ayat yang diterjemahkan
Bukhari dijadikan hujjah oleh Ahli Ushul karena ijma' adalah hujjah. Sebab,
mereka (Ahli llmu) dinilai adil, sebagaimana firman Allah (Al-Baqarah 143);
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang
adil...." Pernyataan ayat ini menunjukkan bahwa mereka terpelihara dari
kesalahan mengenai apa yang telah mereka sepakati, baik perkataan maupun
perbuatan. (Fathul Bari 13:316). Pendapat ini merujuk kepada pendapat
kedua.
4. Ada ulama yang mengatakan, jama'ah adalah as-Sawadul A'zham
(Kelompok Mayoritas). Dalam kitab An-Nihayah disebutkan; "Hendaklah kamu
mengikuti as-Sawadul A'zham, yaitu mayoritas manusia yang bersepakat dalam
mentaati penguasa dan menempuh jalan yang lurus. (An-Nihayah 2:419).
Pendapat tersebut diriwayatkaA dari Abi Ghalib yang mengatakan, sesungguhnya
as-Sawadul A'zham ialah orang-orang yang selamat dari perpecahan. Maka
urusan agama yang mereka sepakati itulah kebenaran.
Barangsiapa
menentang mereka, baik dalam masalah syari'at maupun keimanan, maka ia
menentang kebenaran; dan kalau mati, ia mati jahiliah. (Al-I'tisham 2:260).
Di antara orang lain yang berpendapat demikian ialah Abu Mas'ud al-Anshari
dan lbnu Mas'udRadiyallahu ‘anhu Asy-Syathibi berkomentar,
"Berdasarkan pendapat ini, maka yang temasuk al-jamaah ialah para mujtahid,
ulama, dan ahli syariah yang mengamalkannya. Adapun orang-orang di luar
mereka, maka termasuk ke dalam hukum mereka (di luar jamaah), sebab
orang-orang tersebut mengikuti dan meneladani mereka. Maka setiap orang yang
keluar dari jamaah mereka, berarti ia telah menyimpang dan menjadi tawanan
setan. Yang termasuk kelompok ini ialah semua ahli bid'ah, karena mereka
telah menentang para pendahulu umat ini. Sebab itu, mereka sama sekali tidak
termasuk as-Sawadul A'zham." (AI-l'tishaita 2:261)
5. Ada ulama yang
mengatakan bahwa al-jamaah ialah jamaah kaum muslimin yang sepakat atas
seorang amir (penguasa). Ini adalah pendapat ath-Thabari yang menyebutkan
pendapat-pendapat terdahulu. Kemudian ia mengatakan, "Ya benar pengertian
tentang beriltizam kepada jama'ah ialah taat dan bersepakat atas amirnya.
Maka barang siapa melanggar bai'atnya, ia telah keluar dari al-jama'ah."
(Fathul Bari 13:37). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam telah
menyuruh umatnya agar beriltizam kepada pemimpinnya, dan melarang umat
mengingkari kesepakatan tentang pemimpin yang lelah diangkatnya.
(al-l'tisham 2:264).
Menurut Thabari, jika jama'ah itu telah sepakat
dengan ridla untuk mengangkat seorang pemimpin, sedangkan orang yang
menentangnya mati dalam keadaan jahiliah, maka itu al-jama'ah yang
digambarkan Abu Mas'ud al-Anshari. Mereka adalah mayoritas dari ahli ilmu
dan agama serta pengikutnya. Mereka itulah as-Sawadul A’zham,
(al-I'tisham 2:264). Dengan demikian, al-jama'ah menurut pendapat ini- ialah
kesepakatan atas pemimpin yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah. Adapun
kesepakatan yang memyalahi Sunnah berarti telah keluar dari makna al-jamaah
yang disebutkan dalam hadis-hadis Rasul. (al-I'tisham 2:2("5).
Itulah pendapat-pendapat penting mengenai makna aljamaah sehingga
kita diperintahkan untuk beriltizam kepadanya. Dari pendapat-pendapat
tersebut, akhirnya kita dapat menarik dua kesimpulan:
1. Ia disebut
jama'ah apabila bersepakat dalam hal memilih dan mentaati seorang pemimpin
yang sesuai dengan ketentuan syara'. Kita wajib berijtizam kepadanya dan
haram keluar daripadanya.
2. Jama'ah adalah jalan yang ditempuh oleh Ahli
Sunnah yang meninggalkan segala macam bid'ah. inilah yang disebut madzbab
al-haq. Pengertian jama'ah di sini merujuk kepada para sahabat Nabi, ahli
Ilmu, ahli ijma', atau as-Sawadul A'zham.
Semua itu kembali kepada satu
makna, yaitu: "Orang yang mengikuti jalan hidup Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam dan para sahabatnya Radiyallahu ‘anhu, baik
sedikit maupun banyak, sesuai dengan keadaan umat serta perbedaan jaman dan
tempat."
Karena itu, Ibnu Mas'ud berkata: "Al-Jama'ah ialah Orang
yang menyesuaikan diri dengan kebenaran walaupun engkau seorang diri." (Abu
Syamah, al-Hawadits wal Bida', him. 22, Abu Syamah menyebutkan bahwa
pcrkataan ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam
al-Madkhal)
Dalam lafazh lain disebutkan: "Sesungguhnya al-jamaah itu
ialah menaati Allah, walaupun engkau seorang diri." (al-Lalaka'i.
Syarhus-Sunnah 1:108-109).
(Dikutip dari Ahlus Sunnah wal Jamaah
Ma'alimul Inthilaqah al-Kubra, Muhammad Abdul Hadi al-Mishri)
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=434
________________________________________________
Message sent using Webmail 1.0
============================================================================
Web Based Mailing List Salafy di http://webmail.salafy.or.id/
Alamat Email kirim ke Mailing List : "salafy @ freelists.org"
Free Webmail @ assalafi.ath.cx , @ assalafi.cjb.net , @ assalafi.mine.nu , @ assalafi.za.net , @ salafy.ath.cx, @ salafy.cjb.net , @ salafy.mine.nu , @ salafy.za.net , @ salafy.zzn.com , @ s.salafy.or.id , @ user.salafy.or.id
----------------------------------------------------------------------------
Other related posts:
- » [milis-salafy] Istilah-istilah penting : Definisi As Sunnah