[padmanaba] Jogja dan sepeda

  • From: "Sulastama Raharja" <sraharja@xxxxxxxxx>
  • To: padmanaba@xxxxxxxxxxxxx
  • Date: Mon, 22 Jan 2007 14:27:56 +0700

*Bisnis yang Tidak Tergerus Zaman*

Lusiana Indriasari

Sepeda pernah menjadi kendaraan primadona di Yogyakarta. Sekitar tahun
1950-1960, kota ini mendapat julukan sebagai "kota sepeda". Mobilitas
penduduk dari luar daerah ke Yogyakarta telah lama menciptakan peluang untuk
membuka bisnis penitipan sepeda. Ketika keberadaan sepeda semakin tergeser
oleh sepeda motor, bisnis penitipan sepeda tidak mati. Ia justru berkembang
menjadi penitipan sepeda motor.

Setiap hari, banyak penglaju (commuter) yang berdatangan ke Yogyakarta.
Mereka datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Solo, Klaten,
Delanggu, Muntilan, dan Wonosobo. Para penglaju yang bekerja atau menjadi
mahasiswa ini juga berdatangan dari wilayah lain di Yogyakarta, seperti
Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul.

Dengan maraknya moda angkutan umum sekarang, para penglaju ini memang
memilih menggunakan angkutan umum ketika harus menempuh perjalanan jauh.
Mereka membawa sepeda atau sepeda motor untuk kemudian dititipkan di
rumah-rumah warga yang berdekatan dengan lokasi-lokasi tempat pemberhentian
angkutan umum.

Melihat peluang ini, warga yang tinggal di sekitar stasiun kereta, terminal,
pasar ataupun tempat pemberhentian bus di jalan (terminal bayangan)
menjadikan rumahnya untuk tempat penitipan sepeda ataupun sepeda motor.
Bukan hanya halaman rumah, tetapi juga teras, ruang tamu, ruang keluarga,
bahkan ada juga kamar tidur.

Jasa penitipan sepeda dan sepeda motor ini juga menerima penitipan inap atau
penitipan 24 jam. Bahkan, banyak para penglaju yang menitipkan sepeda atau
sepeda motornya selama berhari-hari ketika mereka libur panjang dan pulang
kampung. Bagi yang ingin menitipkan sepeda dikenai biaya Rp 500 per hari,
sedangkan untuk sepeda motor biayanya Rp 1.000 per hari.

*Membantu*

"Awalnya saya hanya membantu orang yang ingin titip sepeda motor di rumah.
Namun, semakin lama semakin banyak yang nitip," tutur Sunarto (60), pemilik
usaha penitipan sepeda dan sepeda motor Terlindung 24 Jam di stasiun kereta
Lempuyangan. Sunarto menggunakan halaman rumah dinasnya yang cukup luas
untuk lahan penitipan. Selain sepeda motor, Sunarto melayani penitipan
sepeda. Kebanyakan orang yang menitipkan sepeda dan sepeda motor di tempat
Sunarto adalah mahasiswa.

Penitipan sepeda dan sepeda motor merupakan bisnis yang tidak pernah
tergerus zaman. Selama masih ada pusat perdagangan, perkantoran, dan tempat
untuk transit angkutan umum, bisnis semacam ini akan tetap ada. Penitipan
sepeda dan sepeda motor di Pasar Beringharjo, misalnya, sudah ada sejak
tahun 1958.

Tempat penitipan yang terletak di seberang Pasar Beringharjo dan menempati
lahan sebuah gereja ini dikelola oleh Stefanus Patimura (54). Stefanus
mengatakan, tempat penitipan itu dikelola secara turun-temurun. "Ayah saya
menjadi salah satu pengelola ketika penitipan ini dibuka pertama kali," kata
Stefanus yang mulai ikut mengelola tempat penitipan itu pada tahun 1973.
Pelanggan tetap yang datang ke tempat Stefanus kebanyakan adalah pedagang di
Pasar Beringharjo dan karyawan toko yang bekerja di sekitar Malioboro. Saat
ini penitipan milik Stefanus bisa menampung sekitar 400-500 sepeda dan
sepeda motor. Dalam sehari, tempat penitipan Stefanus bisa meraup Rp 300.000-
Rp 400.000.

Di sekitar pertigaan Janti, ada tujuh tempat penitipan sepeda dan sepeda
motor. Pertigaan itu sering digunakan sebagai tempat perpindahan penumpang
dari angkutan kota ke angkutan antarkota jurusan Klaten, Delanggu, dan Solo.
Gandung (45), salah satu pemilik tempat penitipan di Janti yang membuka
usahanya di rumah, mengungkapkan, setiap hari mampu mengumpulkan Rp 100.000.


Sementara itu, di Terminal Jombor, ada tiga tempat penitipan sepeda dan
sepeda motor. Para pelanggan yang datang ke tempat ini biasanya adalah para
pekerja yang bertempat tinggal di kawasan Kabupaten Sleman dan bekerja di
kota Yogyakarta atau kota-kota lain, seperti Magelang, Semarang, dan
Wonosobo. Para pelanggan juga datang dari kawasan Muntilan, Magelang,
Ambarawa, dan Semarang yang bekerja di Yogyakarta.

"Biasanya penitip punya dua motor. Motor pertama dipakai dari rumah dan
sampai di terminal di daerah asal motor itu dititipkan. Di daerah tujuan,
mereka mengambil motor yang dititipkan di tempat pemberhentian bis lalu
meluncur ke tempat kerja," tutur Femmy pemilik tempat penitipan Femmy 84 di
Jombor. Untuk pelanggan yang mau membayar bulanan, Femmy memberi harga
khusus, yaitu Rp 20.000.

*Kepercayaan*

Sama dengan bisnis lainnya, bisnis penitipan juga berlandaskan kepercayaan.
Untuk menjaga kepercayaan itu, Sunarto memiliki cara khusus untuk
mengamankan kendaraan yang dititipkan kepadanya. Caranya adalah dengan
memberi kode tertentu pada karcis penitipan. Sementara Heri Purwanto (36),
pemilik penitipan Bares di Dongkelan, Bantul, selalu memberi tanda daun
setiap kali ada pelanggan yang ganti sepeda motor. "Biasanya yang hilang itu
helm. Kalau ada yang hilang, ya saya harus ganti," kata Sunarto.

Para pengelola penitipan sepeda dan sepeda motor ini rata-rata hafal betul
dengan para pelanggannya. Gandung mengaku sangat hafal dengan pemilik
kendaraan dan sepeda atau sepeda motor yang mereka tumpangi. Jika sedang
bertugas, Gandung selalu duduk menghadap ke jalan. Bila melihat ada
pelanggan yang hendak mengambil kendaraan mereka, Gandung langsung tahu mana
kendaraan milik pelanggannya dan mengambilkan kendaraan itu tanpa diminta.
Karena percaya, banyak pula pelanggan yang sengaja menitipkan atau
meninggalkan kunci tetap tergantung di sepeda motor. Kepercayaan juga
melandasi hubungan personal yang terbangun antara pelanggan dan pengelola
atau penjaga tempat penitipan. Tak jarang, para pengelola ataupun penjaga
tempat penitipan bisa meminjam sepeda motor milik pelanggan. Menurut Heri,
pelanggannya tidak keberatan jika dia terkadang meminjam sepeda motor.
"Kalau perginya agak jauh, ya saya ganti bensin," ungkap Heri yang tanpa
beban sering membersihkan kendaraan yang dititipkan di Bares. (AB3/AB9)

https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260406.htm

Artikel lainnya:

*Dititipkan, Biar Tidak Loyo *

Bagi sejumlah orang, tempat penitipan kendaraan sangat diperlukan. Selain
alasan keamanan, mereka juga enggan menempuh perjalanan jauh setelah capai
bekerja maupun belajar.

Yanti (40), warga Magelang, Jawa Tengah, misalnya. Perempuan yang sedang
menempuh kuliah di Universitas Gadjah Mada ini memilih perjalanan dengan
cara "estafet". Dia punya dua sepeda motor yang masing-masing "stand by",
baik di Magelang maupun di Yogyakarta. Selengkapnya di :
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260408.htm



*Sepeda dan Gaya Hidup *

Lusiana Indriasari

Meski sekarang sudah tergusur oleh sepeda motor, pada masanya sepeda pernah
menjadi alat transportasi kebanggaan. Di masa lalu, sepeda banyak digunakan
oleh mereka yang berprofesi sebagai guru dan pamong praja. Ketika kendaraan
bermotor mulai merajai jalanan, sepeda "turun derajatnya" menjadi kendaraan
yang tidak bergengsi. Orang malu naik sepeda dan lebih memilih naik sepeda
motor.

Ketua Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Ahmad Adaby Darban
mengungkapkan, posisi sepeda di masa lalu sama seperti sepeda motor pada
masa sekarang. Pada tahun 1950-1960, para pelajar dan mahasiswa di
Yogyakarta banyak yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi
sehari-hari, sedangkan delman digunakan oleh orang-orang kaya.

Selengkapnya di :
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260469.htm




*Bebas Polusi dan Polisi *

Meski sudah memiliki kendaraan yang memadai, seperti sepeda motor atau
mobil, tidak semua orang lantas meninggalkan sepeda begitu saja. Bagi
mereka, sepeda tetap merupakan alat transportasi yang menyenangkan untuk
dikendarai. "Sepeda itu bebas polusi dan bebas polisi," kata Wakad Basuki
(62).

Warga Ledok Macanan, Yogyakarta, ini sampai sekarang masih sering naik
sepeda meskipun sudah memiliki sepeda motor. Wakad senang bersepeda karena
bisa membuatnya tetap sehat. Selain itu, sepeda juga tidak mengeluarkan
asap. Sepeda yang tidak perlu surat izin mengemudi (SIM) untuk
mengendarainya, menurut Wakad, juga tidak akan kena razia polisi yang
sekarang ini banyak beroperasi di Yogyakarta.

https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260814.htm



*Lokasi Penitipan *

 - Tempat-tempat penitipan sepeda biasanya menyatu dengan tempat penitipan
sepeda motor. Setiap hari, tempat penitipan sepeda dan sepeda motor di
Yogyakarta rata-rata buka dari pukul 04.30-22.00. Namun, ada juga tempat
penitipan yang buka hingga pukul 00.30, seperti beberapa tempat penitipan di
pertigaan Janti.

Selengkapnya di :
https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260749.htm

Other related posts:

  • » [padmanaba] Jogja dan sepeda