*Bisnis yang Tidak Tergerus Zaman* Lusiana Indriasari Sepeda pernah menjadi kendaraan primadona di Yogyakarta. Sekitar tahun 1950-1960, kota ini mendapat julukan sebagai "kota sepeda". Mobilitas penduduk dari luar daerah ke Yogyakarta telah lama menciptakan peluang untuk membuka bisnis penitipan sepeda. Ketika keberadaan sepeda semakin tergeser oleh sepeda motor, bisnis penitipan sepeda tidak mati. Ia justru berkembang menjadi penitipan sepeda motor. Setiap hari, banyak penglaju (commuter) yang berdatangan ke Yogyakarta. Mereka datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Solo, Klaten, Delanggu, Muntilan, dan Wonosobo. Para penglaju yang bekerja atau menjadi mahasiswa ini juga berdatangan dari wilayah lain di Yogyakarta, seperti Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul. Dengan maraknya moda angkutan umum sekarang, para penglaju ini memang memilih menggunakan angkutan umum ketika harus menempuh perjalanan jauh. Mereka membawa sepeda atau sepeda motor untuk kemudian dititipkan di rumah-rumah warga yang berdekatan dengan lokasi-lokasi tempat pemberhentian angkutan umum. Melihat peluang ini, warga yang tinggal di sekitar stasiun kereta, terminal, pasar ataupun tempat pemberhentian bus di jalan (terminal bayangan) menjadikan rumahnya untuk tempat penitipan sepeda ataupun sepeda motor. Bukan hanya halaman rumah, tetapi juga teras, ruang tamu, ruang keluarga, bahkan ada juga kamar tidur. Jasa penitipan sepeda dan sepeda motor ini juga menerima penitipan inap atau penitipan 24 jam. Bahkan, banyak para penglaju yang menitipkan sepeda atau sepeda motornya selama berhari-hari ketika mereka libur panjang dan pulang kampung. Bagi yang ingin menitipkan sepeda dikenai biaya Rp 500 per hari, sedangkan untuk sepeda motor biayanya Rp 1.000 per hari. *Membantu* "Awalnya saya hanya membantu orang yang ingin titip sepeda motor di rumah. Namun, semakin lama semakin banyak yang nitip," tutur Sunarto (60), pemilik usaha penitipan sepeda dan sepeda motor Terlindung 24 Jam di stasiun kereta Lempuyangan. Sunarto menggunakan halaman rumah dinasnya yang cukup luas untuk lahan penitipan. Selain sepeda motor, Sunarto melayani penitipan sepeda. Kebanyakan orang yang menitipkan sepeda dan sepeda motor di tempat Sunarto adalah mahasiswa. Penitipan sepeda dan sepeda motor merupakan bisnis yang tidak pernah tergerus zaman. Selama masih ada pusat perdagangan, perkantoran, dan tempat untuk transit angkutan umum, bisnis semacam ini akan tetap ada. Penitipan sepeda dan sepeda motor di Pasar Beringharjo, misalnya, sudah ada sejak tahun 1958. Tempat penitipan yang terletak di seberang Pasar Beringharjo dan menempati lahan sebuah gereja ini dikelola oleh Stefanus Patimura (54). Stefanus mengatakan, tempat penitipan itu dikelola secara turun-temurun. "Ayah saya menjadi salah satu pengelola ketika penitipan ini dibuka pertama kali," kata Stefanus yang mulai ikut mengelola tempat penitipan itu pada tahun 1973. Pelanggan tetap yang datang ke tempat Stefanus kebanyakan adalah pedagang di Pasar Beringharjo dan karyawan toko yang bekerja di sekitar Malioboro. Saat ini penitipan milik Stefanus bisa menampung sekitar 400-500 sepeda dan sepeda motor. Dalam sehari, tempat penitipan Stefanus bisa meraup Rp 300.000- Rp 400.000. Di sekitar pertigaan Janti, ada tujuh tempat penitipan sepeda dan sepeda motor. Pertigaan itu sering digunakan sebagai tempat perpindahan penumpang dari angkutan kota ke angkutan antarkota jurusan Klaten, Delanggu, dan Solo. Gandung (45), salah satu pemilik tempat penitipan di Janti yang membuka usahanya di rumah, mengungkapkan, setiap hari mampu mengumpulkan Rp 100.000. Sementara itu, di Terminal Jombor, ada tiga tempat penitipan sepeda dan sepeda motor. Para pelanggan yang datang ke tempat ini biasanya adalah para pekerja yang bertempat tinggal di kawasan Kabupaten Sleman dan bekerja di kota Yogyakarta atau kota-kota lain, seperti Magelang, Semarang, dan Wonosobo. Para pelanggan juga datang dari kawasan Muntilan, Magelang, Ambarawa, dan Semarang yang bekerja di Yogyakarta. "Biasanya penitip punya dua motor. Motor pertama dipakai dari rumah dan sampai di terminal di daerah asal motor itu dititipkan. Di daerah tujuan, mereka mengambil motor yang dititipkan di tempat pemberhentian bis lalu meluncur ke tempat kerja," tutur Femmy pemilik tempat penitipan Femmy 84 di Jombor. Untuk pelanggan yang mau membayar bulanan, Femmy memberi harga khusus, yaitu Rp 20.000. *Kepercayaan* Sama dengan bisnis lainnya, bisnis penitipan juga berlandaskan kepercayaan. Untuk menjaga kepercayaan itu, Sunarto memiliki cara khusus untuk mengamankan kendaraan yang dititipkan kepadanya. Caranya adalah dengan memberi kode tertentu pada karcis penitipan. Sementara Heri Purwanto (36), pemilik penitipan Bares di Dongkelan, Bantul, selalu memberi tanda daun setiap kali ada pelanggan yang ganti sepeda motor. "Biasanya yang hilang itu helm. Kalau ada yang hilang, ya saya harus ganti," kata Sunarto. Para pengelola penitipan sepeda dan sepeda motor ini rata-rata hafal betul dengan para pelanggannya. Gandung mengaku sangat hafal dengan pemilik kendaraan dan sepeda atau sepeda motor yang mereka tumpangi. Jika sedang bertugas, Gandung selalu duduk menghadap ke jalan. Bila melihat ada pelanggan yang hendak mengambil kendaraan mereka, Gandung langsung tahu mana kendaraan milik pelanggannya dan mengambilkan kendaraan itu tanpa diminta. Karena percaya, banyak pula pelanggan yang sengaja menitipkan atau meninggalkan kunci tetap tergantung di sepeda motor. Kepercayaan juga melandasi hubungan personal yang terbangun antara pelanggan dan pengelola atau penjaga tempat penitipan. Tak jarang, para pengelola ataupun penjaga tempat penitipan bisa meminjam sepeda motor milik pelanggan. Menurut Heri, pelanggannya tidak keberatan jika dia terkadang meminjam sepeda motor. "Kalau perginya agak jauh, ya saya ganti bensin," ungkap Heri yang tanpa beban sering membersihkan kendaraan yang dititipkan di Bares. (AB3/AB9) https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260406.htm Artikel lainnya: *Dititipkan, Biar Tidak Loyo * Bagi sejumlah orang, tempat penitipan kendaraan sangat diperlukan. Selain alasan keamanan, mereka juga enggan menempuh perjalanan jauh setelah capai bekerja maupun belajar. Yanti (40), warga Magelang, Jawa Tengah, misalnya. Perempuan yang sedang menempuh kuliah di Universitas Gadjah Mada ini memilih perjalanan dengan cara "estafet". Dia punya dua sepeda motor yang masing-masing "stand by", baik di Magelang maupun di Yogyakarta. Selengkapnya di : https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260408.htm *Sepeda dan Gaya Hidup * Lusiana Indriasari Meski sekarang sudah tergusur oleh sepeda motor, pada masanya sepeda pernah menjadi alat transportasi kebanggaan. Di masa lalu, sepeda banyak digunakan oleh mereka yang berprofesi sebagai guru dan pamong praja. Ketika kendaraan bermotor mulai merajai jalanan, sepeda "turun derajatnya" menjadi kendaraan yang tidak bergengsi. Orang malu naik sepeda dan lebih memilih naik sepeda motor. Ketua Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Ahmad Adaby Darban mengungkapkan, posisi sepeda di masa lalu sama seperti sepeda motor pada masa sekarang. Pada tahun 1950-1960, para pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta banyak yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi sehari-hari, sedangkan delman digunakan oleh orang-orang kaya. Selengkapnya di : https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260469.htm *Bebas Polusi dan Polisi * Meski sudah memiliki kendaraan yang memadai, seperti sepeda motor atau mobil, tidak semua orang lantas meninggalkan sepeda begitu saja. Bagi mereka, sepeda tetap merupakan alat transportasi yang menyenangkan untuk dikendarai. "Sepeda itu bebas polusi dan bebas polisi," kata Wakad Basuki (62). Warga Ledok Macanan, Yogyakarta, ini sampai sekarang masih sering naik sepeda meskipun sudah memiliki sepeda motor. Wakad senang bersepeda karena bisa membuatnya tetap sehat. Selain itu, sepeda juga tidak mengeluarkan asap. Sepeda yang tidak perlu surat izin mengemudi (SIM) untuk mengendarainya, menurut Wakad, juga tidak akan kena razia polisi yang sekarang ini banyak beroperasi di Yogyakarta. https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260814.htm *Lokasi Penitipan * - Tempat-tempat penitipan sepeda biasanya menyatu dengan tempat penitipan sepeda motor. Setiap hari, tempat penitipan sepeda dan sepeda motor di Yogyakarta rata-rata buka dari pukul 04.30-22.00. Namun, ada juga tempat penitipan yang buka hingga pukul 00.30, seperti beberapa tempat penitipan di pertigaan Janti. Selengkapnya di : https://www.kompas.com/kompas-cetak/0701/21/kehidupan/3260749.htm