[nasional_list] [ppiindia] (unknown)

  • From: Mira Wijaya Kusuma <la_luta@xxxxxxxxx>
  • To: sastra pembebasan <sastra-pembebasan@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 31 Dec 2008 16:53:05 -0800 (PST)

=======================================
Situs Lowongan kerja dan Beasiswa - Free Job Vacancy and Scholarship Info

1. Job Vacancy Indonesia
http://lowongankerjas.blogs.ie/

2. Situs Info Lowongan Kerja Indonesia
http://kerja.blogs.ie/

3. Free Scholarship info for international students
http://beasiswa.blogsome.com/

4. Scholarship info for Indonesian and international students
http://beasiswa.blogs.ie/

5. Informasi Beasiswa Indonesia dalam negeri dan luar negeri
http://www.beasiswas.com/

6. Cara Membuat blog - Tutorial blog
http://afatih.wordpress.com/
=======================================

        
        
                                                                 Jakarta 12 
Juni 2002



KETUA MAHKAMAH AGUNG
    REPUBLIK INDONESIA



N o m o r       :  KMA / 403/ VI / 200  Kepada
Yth.
Sifat   :  Biasa                         
            Sdr. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lampiran        :  10 (sepuluh) surat.  di
Perihal :  Permohonan Rehabilitasi      J
a k a r t a







Menimbang bahwa, berdasarkan ketentuan Pasal 37 Undang – Undang
Nomor 14 Tahun 1985 Mahkamah Agung dapat memberikan
pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun
tidak , kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.





Menimbang bahwa, Mahkamah Agung banyak menerima surat – surat baik
dari perorangan maupun dari berbagai kelompok masyarakat yang
menyatakan diri sebagai korban Orde Baru, yang pada pokoknya
mengaharapkan agar memperloleh rehabilitasi.





Menimbang bahwa, wewenang memberikan rehabilitasi tidak ada pada
Mahkamah Agung, karena hal tersebut merupakan hak prerogatif  yang
ada pada Saudara Presiden.





Menimbang bahwa, sekalipun demikian dengan dilandasi keinginan untuk
memberikan penyelesaian dan kepastian hukum yang dapat memulihkan
status dan harkat mereka sebagai warga negara yang sama, serta
didorong oleh semangat rekonsiliasi bangsa kita, maka Mahkamah Agung
dengan  ini memberikan pendapat dan mengharapkan langkah-langkah
konkrit kearah penyelesaian tuntutan yang sangat diharapkan tersebut.





Demikianlah pendapat Mahkamah Agung dalam masalah rehabilitasi
tersebut, dan atas perhatian Saudara Presiden diucapkan terima kasih.






KETUA MAHKAMAH AGUNG R.I.






                          
                                                        BAGIR MANAN
Tembusan :
Sdr. Ketua DPR – RI.
        Sdr. Menko Polsoskam.
        Sdr. Ketua Komnas Ham.
        Sdr. Ketua Lembaga Perjuangan
        Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru.
        Sdr. Ketua Tim Advokasi /
        Rehabilitasi Polri.
        Sdr. Ketua Forum Komunikasi ex
        Menteri Kabinet Dwikora.
        Sdr. Korban Penyalahgunaan Surat –
        surat Perintah 11 Maret 1966.
        Sdr. Ketua DPP Paguyuban Korban
        Orde Baru (PAKORBA).
        Sdr. Ketua Tim Advokasi untuk
        Rehabilitasi ex anggota TNI / AL.
        Sdr. Ketua DPP. Solidaritas Korban
        Pelanggaran HAM, SKP.HAM .
        Sdr. Ketua Perhimpunan Bantuan
        Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI).
        Sdr. Ketua Lembaga Penelitian
        Korban Peristiwa 1965.
        Sdr. Ketua Yayasan Penelitian
        Korban Pembunuhan 1965 / 1966.
        Sdr. Ketua Tim Advokasi
        Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Udara (PPAU).



***





                                       
                                                          

                                       
                                                                    
CONFIDENTAL









DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
Jalan Jenderal Gatot
Subroto – Jakarta 10270






Nomor   : KS.02/3947/DPR–RI/2003        Jakarta
, 25 Juli 2003
Sifat   : Penting
Derajat : Segera
Lamp    :     --   

Perihal : Tindak lanjut surat
MA.     KEPADA YTH.
                        SDR. PRESIDEN REPUBLIK NDONESIA
                        JAKARTA







Dengan hormat kami beritahukan bahwa Wakil Ketua DPR-RI/Korpol pada
tanggal 14 Juli 2003 telah menerima Delegasi Forum Koordinasi Tim
Advokasi dan Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban 1965 yang
dipimpin oleh Sdr. Karim DP.





Dalam pertemuan tersebut, Delegasi menyampaikan antara lain hal-hal
sebagai berikut :
Forum Koordinasi Tim
        Advokasi dan Lembaga Perjuangan Rehabililitasi korban 1965 terdiri
        dari 12 organisasi yang memberikan advokasi untuk rehabilitasi
        terhadap korban tahun 1965.






        Tim Advokasi/Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Peristiwa 1965
        yang terdiri dari 12 organisasi/lembaga datang ke DPR sebagai tindak
        lanjut dari telah diterimanya tembusan surat Nomor : KMA/403/VI/2003
        dari Mahkamah Agung kepada Presiden RI yang pada intinya memberikan
        pandangan/pendapat/rekomendasi yang meminta Presiden RI untuk
        mengambil langkah konkrit ke arah penyelesaian hukum dan pemberian
        rehabilitasi umum bagi korban rezim Orde Baru, khususnya korban
        peristiwa 1965.





        Tuntutan rehabilitasi tersebut sebenarnya juga merupakan tuntutan
        program reformasi yang sampai saat ini belum dapat dilaksanakan oleh
        Pemerintah. Berkaitan dengan itu kiranya DPR dapat mengambil langkah
        untuk mendesak Presiden menggunakan, hak prerogatifnya untuk
        memberikan rehabilitasi terhadap korban rezim Orde Baru beserta
        keluarganya yang jumlahnya puluhan juta. Melalui langkah ini
        diharapkan dapat memulihkan hak-hak korban dan mengembalikan harkat
        dan martabatnya sebagai warga negara yang telah dirampas tanpa
        melalui proses hukum. Mereka dan keturunannya telah mengalami
        perlakuan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
        Dengan adanya rehabilitasi terhadap mereka dan keluarganya
        diharapkan dapat menghilangkan stigma yang selama ini dilekatkan
        pada mereka dan menghilangkan dendam di antara elemen bangsa.





        Delegasi juga menuntut agar merehabilitasi Bung Karno sebagai
        proklamator dan Presiden pertama RI dengan mencabut beberapa
        Ketetapan MPRS terkait.





        Mengharapkan  bantuan DPR-RI untuk menindak lanjuti surat dari Ketua
        Mahkamah Agung Nomor KMA / 403 / VI/ 2003 TERTANGGAL 12 Juni  2003
        yang ditujukan kepada Presiden RI perihal tersebut diatas ( poin 2
        ).





        Mengharapkan DPR-RI dapat menyampaikan permasalahan ini kepada
        Presiden RI agar dapat menggunakan hak prerogatifnya untuk
        memberikan rehabilitasi terhadap korban peristiwa 1965 beserta
        keluarganya dan memulihkan hak-hak korban dan mengembalikan harkat
        dan martabatnya sebagai warga negara yang telah dirampas tanpa
        melalui proses hukum.






Sehubungan dengan itu dan mengingat nasib para korban peristiwa tahun
1965 perlu diperhatikan, serta rehabilitasi merupakan hak prerogatif
Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Perubahan Pertama
UUD 1945, dengan ini kami teruskan permohonan dan aspirasi Delegasi
kepada Saudara Presiden guna memperoleh perhatian dan penyelesaian
sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.





Atas  perhatian Saudara Presiden , kami ucapkan banyak terima kasih.

















WAKIL KETUA DPR – RI/KORPOL













M. SOETARDJO  SOERJOGURITNO.BS.C
TEMBUSAN
:
1.
Yth. Sdr. Wakil Presiden RI.  

2.
Yth. Sdr. Ketua Komisi I DPR RI .
3.
Ketua Komisi II DPR-RI.
4.
Yth. Sdr. Menko Polkam.
5.
Yth. Sdr, Menteri Dalam Negeri.
6.
Yth, Panglima TNI .
7.
Yth. Sdr. Kapolri,
8.
Yth  Sekjen DPR-RI.
9.
Yth.  Forum  Koordinasi Tim Advokasi dan Lembaga        
   
perjuangan Rehabilitasi korban 1965  .    







***











KOMISI  NASIONAL HAK ASASI
 MANUSIA
INDONESIA




Jl. Latuharhary No. 48 Menteng
Jakarta Pusat 10310, Telp. 62 – 21 –3925227, E-Mail:
info@xxxxxxxxxxxxxxxx
 Web Site :w.komnasham.go.id



Jakarta, 25 Agustus 2003  




N o m o r       :  147/TUA/VIII/2003       
Kepada Yth.
Lampiran        :  --                         
                  Sdr. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
                                              
          di
Perihal :  Rehabilitasi terhadap            J
a k a r t a
                   Para korban 

                           G 30/S PKI
1965









Dengan hormat,




Bersama ini diberitahukan dengan hormat bahwa Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menerima pengaduan dari Paguyuban
Korban Orde Baru yang meminta Komnas HAM untuk membantu perjuangan
rehabilitasi bagi para korban G 30/S PKI 1965.

Berdasarkan pasal 14 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen disebutkan
bhwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan
Mahkamah Agung. Berkenan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung telah
memberikan pertimbangan utnuk memberikan rehabilitasi terhadap para
korban G 30/S PKI melalui surat tanggal 12 Juni 2003 Nomor :
KMA/403/VI/2003.

Adapun yang menjadi pertimbangan kami mendorong untuk segera
diberikan rehabilitasi tersebut antara lain bahwa mereka tidak pernah
diputuskan bersalah oleh pengadilan dan sudah terlalu lama menanggung
beban penderitaan sebagai akibat perlakuan yang diskriminatif oleh
rezim orde baru. Selain itu, anak cucu mereka juga harus menanggung
beban dosa politik secara turun temurun, padahal mereka tidak
mengetahui sama sekali peristiwa tersebut.

Perlakuan yang diskriminatif serta pembebanan dosa kolektif terhadap
keturunan mereka tersebut merupakan tindakan yang tidak adil dan
melanggar hak asasi manusia, untuk itu pemerintah harus dengan segera
memberikan rehabilitasi dan kompensasi agar mereka dapat menjalani
serta menikmati kehidupan mereka dengan tenang dan damai. Hal ini
sejalan dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang  Hak
Asasi Manusia yang berbunyi “ Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapatkan
kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.

Pemberian rehabilitasi terhadap para korban G 30/S PKI tersebut
adalah untuk memberikan penyelesaian dari kepastian hukum yang dapat
memulihkan harkat dan martabatnya sebagai warga negara Indonesia yang
sama kedudukannya di muka hukum dan pemerintahan dan dalam rangka
terciptanya rekonsiliasi nasional bagi penyelesaian permasalahan hak
asasi manusia.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dengan ini kami mengharapkan
kesediaan ibu Presiden untuk dapatnya mempertimbangkan dan mengambil
langkah nyata bagi pemenuhan tuntutan para korban G 30/S PKI untuk
mendapatkan rehabilitasi.

Atas perkenan ibu Presiden disampaikan terima kasih










                          
                                              Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia
                          
                                             Ketua ,









Abdul Hakim Garuda
Nusantara,SH,LL.M























***








KOMISI  NASIONAL HAK ASASI
 MANUSIA
INDONESIA




Jl. Latuharhary No. 48 Menteng
Jakarta Pusat 10310, Telp. 62 – 21 –3925227, E-Mail:
info@xxxxxxxxxxxxxxxx
 Web Site :w.komnasham.go.id












Jakarta, 8 Februari 2005  




N o m o r       :  33/TUA/II/2005       Kepada Yth.
Lampiran        :  --                         
                PRESIDEN REPUBLIK NDONESIA
Perihal :  Pemulihan Hak Mantan di 

           Tahanan Politik yang                     
Jakarta.        
                           Dikaitkan
dengan Peristiwa
                   “G 30/S PKI “.









Dengan hormat,




Pengamatan yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia sejak September 2002, menunjukkan
bahwa, meskipun rezim”Orde Baru” yang represif sudah berakhir
sejak 1998 berkat gerakan reformasi, ribuan orang yang di masa “Orde
Baru” ditahan tanpa proses hukum. Sebagaimana diketahui, penahanan
tanpa proses hukum tersebut dilakukan “Orde Baru” dengan alasan
bahwa orang-orang tersebut mempunyai pandangan politik, menjadi
anggota organisasi kemasyarakatan , dan telah atau menjalankan
kegiatan yang oleh rezim “Orde Baru” dianggap sejalan dengan
politik Partai Komunis Indonesia (PKI) atau yang dianggap oleh
rezim”Orde Baru” sebagai perencana dan penggerak “Gerakan 30
September 1965” (“G30S”). Sebagaimana diketahui pula anggota
keluarga mereka masih mengalami perlakuan diskriminatif dalam
pelaksanaan dan pemenuhan sejumlah hak asasi dan kebebasan dasar
manusia, mereka semata-mata karena hubungan kekeluargaan mereka
dengan orang-orang yang terkena penahanan tanpa proses hukum
tersebut.

Selain penahanan yang dilakukan tanpa proses hukum, sangat banyak di
antara mereka menjalaninya sampai bertahun-tahun, sangat banyak pula
yang mengalami penyiksaan, merupakan pelanggaran HAM- yang bersifat
sangat dasar. Sejak awal, orang – orang tersebut, yang adalah warga
negara Republik Indonesia lainnya, telah mengalami pelanggaran HAM
yang bersifat sangat dasar yang dilakukan oleh negara, dalam hal ini
rezim “Orde Baru”. Hak sangat dasar yang dimaksudkan itu adalah
hak untuk tidak dikenai penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang
kejam atau tidak manusiawi. Disamping itu, orang-orang tersebut juga
mengalami pelangggaran hak mereka atas persamaan penuh atas
pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang mandiri dan
tidak memihak dalam penentuan mengenai hak dam kewajiban serta
mengenai tindak pidana yang dituduhkan kepada mereka, sekiranya ada.

Hak-hak yang bersifat sangat dasar tersebut diatas sudah diakui
secara universal sejak lama sebelum diakui dan dijamin
penghormatannya oleh peraturan perundang-undangan nasional, seperti
Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan Kedua 2000), Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/MPR/1998, dan Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ditataran Internasional,
hak-hak tersebut diatas sudah dinyatakan sebagai hak yang harus
diakui dan dihormati oleh komunitas internasional sebagaimana
dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang
diproklamasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bansa pada 10 Desember 1948.
Mengenai instrumen internasional ini, sebagaimana diketahui,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan bahwa bangsa Indonesia, sebagai angota Perserikatan
Bangsa-Bangsa, mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk
menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tersebut.

Orang – orang tersebut diatas, walaupun sudah dibebaskan dari
tahanan dan tidak pernah dinyatakan bersalah karena melakukan sesuatu
tindakan pidana dalam suatu putusan pengadilan yang bersifat tetap,
karena mereka memang tidak pernah diajukan ke pengadilan, selama
bertahun-tahun masih terus mengalami perlakuan diskriminatif dalam
pemenuhan hak-hak yang bersumber dan yang melekat pada
kewarganegaraan mereka. Hal ini merupakan pelanggaran salah satu asas
yang paling dasar dalam hak asasi manusia, yakni hak setiap orang
atas perlindungan hak asasi dan kebebasan dasarnya tanpa
diskriminasi. Perlakuan diskriminatif itu diterapkan oleh  Negara,
antara lain dalam bentuk pemberian tanda khusus pada Kartu Tanda
Penduduk yang mengindikasikan bahwa mereka adalah mantan tahanan yang
dikaitkan dengan peristiwa “G30S”. Pemberian tanda khusus ini
mempunyai berbagai implikasi yang membatasi , mengurangi atau bahkan
melanggar sejumlah hak asasi dan kebebasan dasar mereka, pelarangan
mengeluarkan dan menyebar luaskan pendapat, pengingkaran hak untuk
memangku jabatan publik, serta penutupan akses untuk menjadi pegawai
negeri sipil, militer, atau polisi dan untuk mengikuti pendidikan di
lembaga-lembaga  pendidikan negeri, untuk menyebut beberapa diantara
berbagai perlakuan diskriminatif yang diterapkan pada orang-orang
tersebut. Perlakuan diskriminatif  dan pelanggaran hak asasi bahkan
masih berlanjut meskipun rezim “Orde Baru” sudah berakhir dan
bangsa Indonesia memasuki era reformasi menuju sistem kehidupan
berbangsa dan bernegara yang demokratis. Hal ini dapat dilihat,
antara lain dalam pengingkaran hak mereka untuk dipilih dalam
pemilihan umum guna memangku jabatan-jabatan yang pengisiannya
dilakukan melalui pemilihan umum.

Tindak pelanggaran hak asasi dan kebebasan dasar manusia yang lebih
tidak berdasar sama sekali adalah perluasan perlakuan diskriminatif
tersebut sehingga meliputi anggota keluarga yang  mengalami penahanan
tanpa proses hukum tersebut.

Berlanjutnya keadaan sebagaimana digambarkan diatas merupakan
berlanjutnya pelanggaran hak asasi dan hak dasar manusia yang dijamin
pengakuan dan perlindungannya oleh konstitusi, peraturan perundangan
– undangan lainnya mengenai hak asasi dan kebebasan dasar manusia,
serta instrumen internasional mengenai hak asasi dan kebebasan dasar
manusia yang telah diterima oleh Republik Indonesia.

Selain itu , berlanjutnya keadaan tersebut diatas juga tidak
menunjang upaya nasional untuk menciptakan citra Indonesia sebagai
bangsa dan negara yang bertekad sungguh-sungguh untuk meninggalkan
sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang otoriter dan represeif
yang dianut oleh rezim “Orde Baru” dan menggantinya dengan sistem
kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis yang bercirikan
supremasi hukum dan penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia.

Berhubung dengan itu, maka demi tegaknya keadilan, terlindungi dan
terpenuhinya hak asasi dan kebebasan dasar manusia bagi semua orang
tanpa ada kecualinya, pembinanaan citra bangsa yang menjunjung tinggi
supremasi hukum serta penghormatan hak asasi dan kebebasan dasar
manusia, serta untuk menunjang pelaksanaan politik luar negeri
Republik Indonesia, kondisi sebagaimana digambarkan diatas harus
dikoreksi. Koreksi demikian harus dilakukan oleh pemerintah mengingat
bahwa, sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar 1945,
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/MPR/1998, dan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, Komnas HAM mendesak agar
Pemerintah :
Mencabut atau
        menghentikan kebijakan, peraturan, atau praktik diskriminatif dan
        yang merupakan pelanggaran, pengingkaran, atau pembatasan hak asasi
        dan kebebasan dasar manusia oleh rezim”OrdeBaru” yang
        menggunakan dalih keterkaitan mereka dengan peristiwa “G30S; dan




Memulihkan hak asasi
        dan kebebasan dasar manusia orang-orang sebagaimana dimaksud dalam
        huruf (a) diatas sehingga mereka memperoleh perlindungan dan
        mendapat kesempatan bagi pemenuhan hak asasi dan kebebasan dasar
        manusia mereka secara sama degan warga negara Republik Indonesia
        lainnya.




    
 Atas   perhatian kami ucapkan terima kasih.












                KOMISI
NASIONAL HAK ASASI MANUSIA 

                KETUA









                                           
ABDUL HAKIM GARUDA NUSANTARA, .LL.M.            
Tembusan :
Yth.Menteri Koordinator Politik,
        Hukum, dan Keamanan.
        Yth. Menteri Hukum dan Hak Asasi
        Manusia.
        Arsip.













***











MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA






Nomor   :
073.011-017/PAN.MK/2/2004       Jakarta, 25 Februari 2004
Lampiran        : 1 (satu) berkas
Perihal : Pengiriman Salinan    Kepada
Yth.
          Putusan       Sumaun Utomo dkk,
                Jln. Jati Raya No.4 (Blk)
                RT.007 RW.010, Pasar Minggu
                Jakarta




Kami Panitera Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Atas Perintah
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagai berikut :  Mahkamah
Konstitusi wajib mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan
diucapkan” dengan ini menyampaikan kepada :




Sumaun
Utomo dkk.
Ketua
Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim
Orde Baru ( DPP – LPRKROB ) beralamat di Jalan Jati Raya No 4 (Blk)
RT.007  RW. 010 Pasar Minggu , Jakarta Selatan 12520
--------------------------------------  sebagai pemohon II



Salinan
Putusan perkara nomor 011-017/PUU-1/2003 perihal pengujian Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang diucapkan
pada hari Selasa, tangal 24 Februari 2004, pukul 16.00 WIB yang
amarnya berbunyi sebagai berikut :




Mengabulkan permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh
sebagian pemohon I, yakni: 1) Payung Salenda. 2) Goma Hutajalu. 3)
Rhein Robby Sumolang. 4) Ir. Sri Panudju. 5) Suyud Sukma Sendjaya,
dan 6) Margondo Hardono dan seluruh pemohon II, yakni : 1) Sumaun
Utomo. 2) Achmad Soebroto. 3) Mulyono. 4) Said Pradono Bin Djaja. 5)
Ngadiso. 6) Tjasman Bin setyo Prawiro. 7) Makmuri bin Zahzuri;





Menyatakan Pasal 60 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaga Negara Tahun 2003
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4227) bertentangan dengan
undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;





Menyatakan Pasal 60 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Derah (lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 37. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4227) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat;





Demikian Surat Pengiriman Salinan Putusan Ini disampaikan melalui
Juru Panggil Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.






                            Panitera









Drs. H. Ahmad Fadri Sumadi
SH . M. Hum









Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/  ; 
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 


      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

=======================================
Situs Lowongan kerja dan Beasiswa - Free Job Vacancy and Scholarship Info

1. Job Vacancy Indonesia
http://lowongankerjas.blogs.ie/

2. Situs Info Lowongan Kerja Indonesia
http://kerja.blogs.ie/

3. Free Scholarship info for international students
http://beasiswa.blogsome.com/

4. Scholarship info for Indonesian and international students
http://beasiswa.blogs.ie/

5. Informasi Beasiswa Indonesia dalam negeri dan luar negeri
http://www.beasiswas.com/

6. Cara Membuat blog - Tutorial blog
http://afatih.wordpress.com/
=======================================

Other related posts: