[nasional_list] [ppiindia] Zizou

  • From: Nugroho Dewanto <ndewanto@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx,ajisaja@xxxxxxxxxxxxxxx, mediacare@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 11 Jul 2006 14:04:43 +0700

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **
Zizou

JIKA huruf Arab yang mengeja namanya di-Latin-kan dengan lafal Inggris, ia 
adalah Zîn ad-Dîn. Di Indonesia ia akan dipanggil Zainuddin. Konon itu 
berarti ?ornamen iman?.

Orang tuanya datang dari Dusun Taguemoune, di bukit-bukit Aljazair yang 
jauh. Seperti banyak orang dari wilayah Afrika yang dilecut niat 
memperbaiki nasib, Smaïl Zidane, si ayah, pergi merantau ke Paris. Tapi 
kemiskinan tetap menggilas, dan ia pindah ke Marseille, di selatan, sebuah 
kota yang tak teramat jauh dari negeri asal.

Pada pertengahan 1960-an itu, Smaïl bekerja sebagai petugas gudang, sering 
dalam giliran malam. Ia ingat Zainuddin mudah bermimpi buruk bila si bapak 
tak pulang. Sebab itu pada waktu senggangnya ia penuhkan perhatian bagi 
anak yang lembut hati yang dipanggilnya Yazid atau ?Yaz? itu.

Ketika Zidane muda sudah jadi pemain bola termasyhur, dan seluruh Prancis 
mengelu-elukannya sebagai pahlawan, dan para pengagumnya memanggilnya 
?Zizou?, bukan ?Yaz?, ia tak melupakan apa yang diberikan ayahnya. ?Saya 
mendapatkan semangat dari dia,? katanya. ?Ayahlah yang mengajari kami bahwa 
seorang imigran harus bekerja dua kali lipat kerasnya jika dibandingkan 
dengan orang lain--dan tak boleh menyerah.?

Daerah La Castellane, di bagian utara Kota Marseille, tempat Zainuddin 
Zidane dibesarkan, tempat ia bermain bola di lapangan Place de la 
Tartane,   bukanlah wilayah yang ramah. Orang menyebutnya sebagai quartier 
difficile,  perkampungan sulit. Di tepi jalan yang berdebu itu, di deretan 
perumahan kotak-kotak itu, hidup si muslim, si miskin, si minoritas, yang 
akhir-akhir ini merisaukan Prancis: beban, ancaman, atau bantuankah mereka?

Dalam hal itu ?Zizou? mau tak mau memikul sebuah pertanyaan--meskipun kita 
tak tahu sadarkah ia akan hal itu.

Ketika Prancis keluar sebagai kampiun Piala Dunia 1998, sebuah perayaan 
spontan meluap di Paris: satu setengah juta manusia berderet di Champs 
Elysees. Sebuah potret besar Zidane, pencetak gol yang menjadikan negerinya 
sang juara, diproyeksikan di Arc de Triomphe. Ribuan orang berseru, 
tiba-tiba, "Zidane! Président!"

Zainuddin, keturunan minoritas yang disebut les beurs, serta-merta jadi 
sebuah ikon bagi sebuah bangsa yang sering disebut ?paling rasialis? di 
Eropa.

Agaknya Piala Dunia sebuah simptom: kompetisi itu adalah ekspresi 
nasionalisme dalam demamnya yang tak berbahaya. Juga nasionalisme yang tak 
sama dengan rasialisme. Eropa pernah melahirkan Naziisme, tapi ada sesuatu 
yang sering diabaikan: nasionalisme punya kemampuan untuk melupakan.

Prancis semenjak revolusi pada abad ke-18 merupakan contohnya. Dari 
pengalaman itu pada abad ke-19 Ernest Renan mengemukakan pentingnya ?lupa? 
dalam membentuk bangsa: sebuah ?nasion? terjadi ketika ikatan kedaerahan, 
rasial, dan keagamaan tak lagi diingat-ingat. Telah tumbuh hasrat untuk 
berbareng (le désir de l?être ensemble) di antara anasir yang berbeda-beda. 
Sebuah kebersamaan pun terbangun.

Zidane menerima dan diterima oleh kebersamaan itu--yang bernama 
?Prancis?--ketika ada kehendak ?melupakan? ikatannya dengan sesuatu yang 
bukan ?Prancis?. Juga di lapangan hijau itu: ?Prancis? hadir bukan cuma 
pada warna kaus yang seragam, tapi juga pada agresivitas Zidane yang 
melupakan diri bahwa ia seorang pemain Real Madrid--seperti halnya lawannya 
hari itu, Ronaldo dari Brasil.

Demikianlah identitas ?Prancis? berkibar dari lupa dan benturan. Kompetisi 
Piala Dunia memang metafora yang bagus tentang antagonisme, di mana 
perbedaan yang mutlak tak pernah ada. Sebuah pertandingan selalu 
mengasumsikan semacam persamaan: tak ada pihak yang 100 persen ganjil bagi 
pihak lain. Yang terjadi adalah ada yang menang, ada yang kalah.

Sebagaimana dalam kehidupan: ada antagonisme dalam tiap kebersamaan, dan si 
menang naik, si kalah turun. Kesetaraan yang penuh tak bisa tercapai; tiap 
angka 0-0 akan diselesaikan dengan tendangan penalti. Tapi dorongan ke arah 
kesetaraan akhirnya tak dapat dielakkan, dan argumen untuk mengekalkan 
perbedaan akan terguncang. ?Kami berasal dari sebuah keluarga yang tak 
punya apa-apa,? kata Smaïl Zidane menyaksikan tempik-sorak bagi anaknya di 
seantero negeri. ?Kini kami dihormati orang Prancis dari segala jenis.?

Tapi justru karena itulah Zidane membawa sebuah pertanyaan bagi Prancis: 
bisakah logika perbedaan diguncang oleh logika kesetaraan? Bagaimana 
mungkin ?mereka?--yang muslim, yang lain--dianggap sederajat dengan 
?kita?,  mayoritas?

Tampak bahwa di sini yang ditekankan bukanlah lupa, melainkan ingatan--dan 
wajah buruk nasionalisme pun menyeringai.

Setelah kemenangan tim Prancis pada tahun 1998 itu, Jean-Marie Le Pen, 
pemimpin Front National--yang selalu mencurigai minoritas--akhirnya 
menerima Zidane dengan catatan: sang bintang adalah ?putra Aljazair 
Prancis?.  Itulah alasannya kenapa Zainuddin layak diterima di antara 
?kita?: Zizou datang dari keluarga ?harki?, kata Arab untuk menyebut orang 
Aljazair yang bertempur di pihak Prancis, sang penjajah, pada masa perang 
kemerdekaan.

Zainuddin membantah itu: keluarganya bukan pengkhianat. Tapi bisakah ia 
mendefinisikan diri, ketika dunia privat seseorang diserbu kebencian 
hitam-putih orang ramai? Oktober 2001, sebuah pertandingan persahabatan 
dicoba antara tim Prancis dan Aljazair di Stade de France. Pertandingan itu 
simbolik: kedua negeri itu tak pernah bertemu di lapangan bola sejak perang 
kemerdekaan Aljazair. Tapi seperti diceritakan Andrew Hussey dalam The 
Observer,  menjelang hari itu Zidane diancam akan dibunuh. Poster dipasang: 
?Zidane-Harki?. Akhirnya permainan tak selesai. Beberapa anak muda 
keturunan Arab berseru mengelu-elukan Usamah bin Ladin dan mengutuk 
Republik Prancis.

Demikianlah lupa dan ingatan bisa dibongkar pasang untuk diteriakkan, juga 
bagi si pemalu yang bersuara lirih itu, Zinedine Zidane.

Goenawan Mohamad
(Catatan Pinggir Majalah TEMPO, 10 Juli 2006)



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Zizou