[nasional_list] [ppiindia] Wajah Kemiskinan di Media Kita

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 15 Sep 2006 01:38:13 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.tribun-timur.com/view.php?id=33062&jenis=Opini

      Rabu, 13-09-2006  
      Opini Tribun 

      Wajah Kemiskinan di Media Kita
        
      Oleh Farid M Ibrahim 
      Analis Media pada The Private Editors Tokyo 

      Membaca daftar 40 orang terkaya Indonesia yang dirilis majalah Forbes 
Asia edisi awal September 2006, terkesan tidak ada nama baru yang mengejutkan. 
Media massa kita pun tampaknya lebih fokus pada urutan nomor satu, karena 
posisi itu ditempati Sukanto Tanoto yang terlibat kasus bantuan likuidasi Bank 
Indonesia (BLBI) dengan estimasi kekayaan 2,8 milyar dollar AS. Juga 
ditampilkan bagaimana reaksi KPK yang terkejut, karena laporan kekayaan Menko 
Kesra Aburizal Bakrie (urutan ke-6) yang dipegang lembaga ini berbeda dengan 
yang ditampilkan majalah itu, yakni 1,2 milyar dollar AS.
        
      Nama-nama lain adalah mereka yang memang sudah dikenal luas sebagai orang 
kaya Indonesia. Misalnya, Putera Sampoerna di urutan ke-2 dengan estimasi 
kekayaan 2,1 milyar dollar AS. Atau Arifin Panigoro (ke-9) dengan 815 juta 
dollar AS. Ada juga nama HM Aksa Mahmud (ke-28) dengan 195 juta dollar AS, 
Ciputra (ke-30, 145 juta dollar AS), HM Jusuf Kalla (ke-36, 105 juta dollar 
AS), dan Jakob Oetama (ke-39, 95 juta dollar AS). Total kekayaan ke-40 orang 
ini diperkirakan mencapai 22 miliar dollar AS, berada di bawah total kekayaan 
40 orang terkaya Singapura yang mencapai 28 milyar dollar AS. 

      Artikel majalah ini ditulis Justin Doebele dan Chaniga Vorasarun, dibantu 
staf Forbes di Indonesia Shoeb Kagda, Albertus Weldison Nonto, Ishak Rafick, 
John Riady, Reiner Simanjuntak, dan Yus Husni M Thamrin. Memang tidak seperti 
biasanya, daftar orang terkaya kali ini disusun dengan memasukkan estimasi 
kekayaan keluarga masing-masing. Dasar perhitungan yang digunakan, menurut 
penjelasan Forbes, adalah dengan melihat saham perusahaan yang dimiliki ke-40 
orang terkaya ini, baik perusahaan publik maupun perusahaan private. Yang 
dihitung adalah nilai perusahaan yang diperdagangkan dengan menggunakan harga 
saham dan nilai tukar saat ini. Forbes juga mengestimasi nilai perusahaan 
private jika seandainya dibuat menjadi perusahaan publik. 

      Forbes menyimpulkan bahwa dari daftar ini terlihat aset terbesar 
Indonesia adalah rakyatnya yang banyak. Lebih separuh dari daftar termasuk 
kategori pengusaha yang mengandalkan mass-market. Misalnya Rachman Halim 
(ke-4), R Budi Hartono (ke-5), dan Putera Sampoerna (ke-2), semuanya 
mengandalkan penjualan rokok kretek yang pasarnya memang sangat besar (kini 
Sampoerna telah dijual ke Phillip Morris). Lalu, Trihatma Haliman (ke-8, 900 
juta dollar AS) adalah pengusaha real estate. Juga ada pengusaha sabun cuci 
Wings Biru, Eddy William Katuari (ke-7, 1 milyar dollar AS); pengusaha makanan 
Liem Sioe Liong (ke-10, 800 juta dollar AS), dan pengusaha teh botol Soegiharto 
Sosrodjojo (ke-26, 215 juta dollar AS). Semuanya mengandalkan basis pasar 
Indonesia yang besar. 

      Disputable 
      Reaksi adem-adem yang ditampilkan media kita terhadap daftar Forbes itu 
mudah dipahami; pertama karena kriteria yang digunakan masih bisa diperdebatkan 
(disputable). Mereka yang masuk dalam daftar itu menyambut dingin, sebagian 
malah heran dan bergurau "maunya sih benar begitu" sebagaimana diungkapkan 
Aburizal Bakrie. Karenanya, media tampaknya menyadari, bahwa daftar kekayaan 
versi Forbes itu tidak akan mempunyai implikasi hukum, khususnya bagi pejabat 
publik yang kebetulan termasuk di dalamnya. KPK sebagai lembaga anti-korupsi 
yang memegang data kekayaan pejabat-pejabat publik kita, tidak bisa 
mempersoalkan perbedaan angka kekayaan secara legitimatif karena kriteria yang 
digunakan memang berbeda. 

      Kedua, kebetulan pekan-pekan sebelumnya media kita dipenuhi perdebatan 
tentang daftar orang-orang termiskin Indonesia menyusul pidato kenegaraan 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di depan sidang paripurna DPR 16 
Agustus 2006. Karena angka pengangguran dan jumlah orang miskin yang dirilis 
dalam pidato itu menggunakan data lama, sebagian ekonom mempersoalkannya 
sebagai upaya yang disengaja untuk mengesankan keberhasilan pemerintahan ini 
mengatasi problem terbesar bangsa, yakni pengangguran dan kemiskinan. Setelah 
BPS merilis data terbaru per 1 September 2006 ternyata benar, jumlah orang 
miskin mengalami peningkatan. 

      Kepala BPS Rusman Heriawan mengumumkan hasil survei lembaganya dengan 
menyebut jumlah penduduk miskin Indonesia hingga Maret 2006 mencapai 39,05 juta 
orang atau 17,75 persen dari total penduduk 220 juta orang. Ini berarti 
meningkat 3,95 juta orang dibanding Februari 2005. Tambahan penduduk miskin di 
pedesaan mencapai 2,06 juta dan di kota bertambah 1,89 juta. Jika untuk masuk 
kategori 40 orang terkaya Indonesia versi Forbes, seseorang harus memiliki 
kekayaan minimal 80 juta dollar AS (setara Rp 730,5 miliar pada kurs Rp9.132), 
maka untuk masuk ke dalam kategori miskin, BPS menetapkan garis kemiskinan Rp 
152,847 per jiwa tiap bulan. 

      Menurut data BPS, pada 1998 jumlah orang miskin mencapai 49,5 juta orang 
(24,23 persen). Lalu, pada tahun 2001 menjadi 37,9 juta, naik lagi jadi 38,4 
juta pada tahun 2002, dan turun menjadi 35,1 juta orang atau 15,97 persen di 
tahun 2005. Kini, ada tambahan hampir empat juta orang miskin baru, mereka yang 
tidak mempunyai penghasilan mencapai Rp152,847 perbulan. 

      Fokus Liputan 
      Bagi media massa, isu kemiskinan biasanya ditampilkan dengan fokus 
liputan pada angka-angka statistik, baik yang bersumber dari pidato pejabat 
maupun dari lembaga independen seperti BPS dan lembaga penelitian. Fluktuasi 
figur kerap jadi headline karena mengandung unsur immediacy (kesegeraan) dari 
teori informasi yang dianut oleh media massa dimana-mana. Angka dan persentase 
kemiskinan tampak lebih menarik untuk diketahui segera; sehingga publikasi data 
ini lewat pidato pejabat atau hasil survei selalu menarik perhatian media. 

      Apalagi jika dalam pidato pejabat itu terdapat data yang berbeda dengan 
kondisi riil di masyarakat, sebagaimana terjadi dalam pidato kenegaraan 
Presiden SBY. Dapat dipahami jika kontras data inilah yang dipersoalkan dan 
dijadikan fokus liputan media, sementara orang miskinnya sendiri seolah-olah 
terlupakan. Dengan tingkat literasi media yang rendah, mereka bahkan sulit 
mengikuti perdebatan yang terjadi, baik karena tidak mempunyai akses ke media 
maupun karena dengan penghasilan di bawah Rp 152 ribu perbulan, mereka tidak 
punya waktu untuk itu. Perdebatan tentang angka kemiskinan ini pun menjadi 
perdebatan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan orang miskin. Mereka berada di 
luar sana, berjuang mengisi perutnya hari ini, tanpa tahu bahwa di dalam 
ruangan ini ada seorang pemimpin yang merasa malu karena legitimasi 
pemerintahannya sedang digoyang oleh sejumlah ekonom yang tidak puas. 

      Saya dapat mengerti kerisauan Wakil Presiden Jusuf Kalla terhadap 
ekonom-ekonom itu, sebagaimana dikemukakannya dalam keterangan pers di kantor 
Wapres ketika masalah ini sedang hangat dibahas di media. Jika media hendak 
menjawab kerisauan ini, isu kemiskinan kiranya mulai difokuskan pada perjuangan 
riil orang-orang miskin sehari-hari di sekitar kita. Misalnya, ditampilkan 
berita-berita yang menggugah, memberi inspirasi, tentang bagaimana orang miskin 
mengatasi persoalan hidupnya, dan menyekolahkan anak-anaknya. 

      Saya hanya membayangkan bagaimana jika 40 orang terkaya Indonesia versi 
majalah Forbes Asia itu, mengambil tanggung-jawab mengatasi empat juta orang 
miskin baru di tanah air. Masing-masing menangani 100 ribu orang miskin. 
Gampang dan sederhana. Tapi saya tahu, ini cuma angan-angan di siang bolong. 
Malah, mungkin ada yang bilang, "I don't care". (*)
        
     


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Wajah Kemiskinan di Media Kita