[nasional_list] [ppiindia] Uang Kompensasi Ini Tak Ada Artinya + Tugas Pemantauan Pun Terbentur BBM

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 16 Oct 2005 13:34:46 +0200

** Mailing List Nasional Indonesia http://www.ppi-india.org ** 
** Situs milis nasional: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia ** 
** Info Beasiswa Indonesia http://informasi-beasiswa.blogspot.com **
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/10/16/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Uang Kompensasi Ini Tak Ada Artinya
Waktu baru menunjukkan pukul 11.00 WIB, tetapi tiga loket yang disediakan 
kantor pos besar Tangerang di Jalan Daan Mogot Kota Tangerang, Selasa siang 
sudah mulai sepi dari antrean penerima dana kompensasi bahan bakar minyak. 
Maklum, sekitar seribu keluarga miskin sudah antre sejak pukul 06.00 WIB pagi 
kendati loket baru mulai dibuka pukul 08.00 WIB sehingga hanya dalam waktu dua 
jam saja antrean sudah tidak tampak lagi. 

Seorang pria berbadan tegap datang terakhir. Pria itu bernama Komarudin (39). 
Dia mengaku, memilih datang siang karena malas ngantre. Apalagi uang yang bakal 
diperoleh juga tidak banyak. 

Komarudin memang termasuk yang tercatat sebagai penerima dana kompensasi BBM. 
Sekilas terlihat pria ini sehat. Tapi setelah didekati akan diketahui dia 
merupakan salah satu penderita kusta yang tinggal dalam lingkungan rumah sakit 
kusta Sitanala Tangerang di RT 03 RW 13 Kelurahan Karangsari Kecamatan 
Neglasari Kota Tangerang. Tangan dan kakinya cacat. Berbeda dengan sebagian 
besar penderita kusta lainnya yang lebih banyak mencari nafkah dengan menjadi 
pengemis, maka Komarudin memilih bekerja dengan cara yang menurutnya lebih 
terhormat, yakni sebagai penambal ban. 

Dengan seorang istri dan tiga anak yang semuanya sudah sekolah, Komarudin 
membiayai hidupnya dengan bekerja apa saja. Mulai sebagai tukang sapu di rumah 
dokter yang merawatnya atau menjadi pencuci mobil hingga menjadi tukang tambal 
ban sepeda. Namun, tingginya kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk 
membiayai sekolah tiga anaknya yang terbesar duduk di STM kelas II, nomor dua 
di SMU kelas I dan terkecil di bangku TK membuat keluarga ini kerap hidup 
prihatin bahkan cenderung kekurangan. 

Namun Komarudin tidak mengeluh. Dia mungkin menjadi sedikit penderita kusta 
yang tidak mau menjadi pengemis. Bahkan dia mengakui sebenarnya segan menerima 
bantuan uang tunai dari pemerintah yang disebut kompensasi BBM tersebut. Karena 
menurut dia yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan 
bantuan modal buat dia berusaha. "Kalau dikasih uang segini cukup apa? Paling 
dibawa ke pasar habis. Tapi kalau diberi modal untuk mengembangkan usaha sangat 
jauh lebih berman-faat," katanya. 

Memang, menurut Komarudin, uang Rp 300.000 cukup besar bagi mereka yang selama 
ini hidup pas-pasan. Tetapi dengan naiknya semua harga kebutuhan, membuat 
jumlah yang diterima itu menjadi tidak berarti. Walaupun demikian dia 
mengatakan uang yang dia terima itu akan digunakan untuk menambah modal 
usahanya sebagai tukang tambal ban. 

"Memang jauh lebih enak menerima uang dari kerja keras sendiri daripada 
menerima dana bantuan seperti ini. Tapi sepertinya kami tidak punya jalan lain 
seperti mendapatkan modal mengembangkan usaha. Jadinya uang ini akan saya 
gunakan untuk itu," ujarnya. 


Tidak Tahu 

Dengan menjadi tukang tambal ban ditambah sebagai tukang sapu dan pencuci mobil 
di rumah dokter yang pernah merawatnya selama setahun sebagai penderita kusta, 
Komarudin bisa menyekolahkan anaknya. "Saya memang mengutamakan pendidikan 
anak. Walaupun saya orang tak punya apa-apa, tapi yang terpenting anak saya 
bisa sekolah," ungkapnya. 

Komarudin mengakui tidak tahu bagaimana proses mendapatkan dana kompensasi itu. 
Yang dia tahu, dia hanya pernah didata oleh RT setempat dan kemudian diberikan 
kartu penerima dana kompensasi BBM. Dia mengakui tidak semua warga di 
lingkungan dia menerima dana kompensasi itu. Yang dia tahu mereka yang menerima 
adalah warga yang lama sudah menempati lahan pemerintah itu dan memang termasuk 
keluarga tidak mampu. "Saya tidak tahu bagaimana bisa dapat. Pak RT yang 
mendatanya, mungkin karena memang saya termasuk tidak mampu," ujarnya. 

Jika Komarudin untuk modal usaha, maka bagi Sinang (69) warga Jalan Sukatani RT 
01 RW 10, Kelurahan Sukasari, Tangerang mengatakan, uang Rp 300 ribu yang telah 
diperolehnya akan digunakan untuk membeli atap rumah yang sering bocor. "Rumah 
saya sudah tidak bernilai, bocor di sana-sini. Kalaupun dibakar mungkin sudah 
tak ada abunya. Tapi bagi saya, rumah itu tetap penting, jadi uangnya buat saya 
beli seng bekas supaya rumah tidak bocor lagi," ujar Sinang, yang mengaku telah 
mengantre dari pukul tujuh pagi. Hari itu memang jatah untuk Kelurahan 
Panunggangan Barat, Karangsari Neglasari dan Karanganyar dengan kuota pencairan 
1.133 keluarga miskin. 

Penerimaan dana kompensasi BBM di kota Tangerang masih menjadi pembicaraan 
sejumlah warga miskin yang tidak kebagian jatah. Seperti yang dikatakan Suria 
Jaya warga Jalan H Pentil 11 Rt 06/07 Buaran Indah Tangerang. Dia merasa sangat 
heran banyak warga miskin termasuk dirinya di kampung tempat tinggalnya yang 
tidak dapat jatah. Sementara yang mendapat jatah, justru mereka yang bekerja di 
pabrik. 

Padahal sebagai pekerja serabutan dengan empat anak, Suria harus bekerja 
membanting tulang sebagai penjaga kantor yang gajinya hanya Rp 250.000 per 
bulan. 

Dia menilai, ketua RT di tempat tinggalnya tidak fair saat mencatat mereka yang 
pantas menerima dana kompensasi BBM. "Kalau keluarga dekat baru dimasukkan, 
sementara kita-kita tidak terdaftar," keluhnya. 

Pembaruan/Dewi Gustiana  

Last modified: 14/10/05 

++++

http://www.suarapembaruan.com/News/2005/10/16/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Tugas Pemantauan Pun Terbentur BBM 
Laut teduh saat itu. Ombak hanya memukul kecil di bibir pantai berpasir putih 
di Pulau Kodingareng, Makassar, Sulawesi Selatan, saat Pembaruan mengunjungi 
pulau yang memiliki menara suar itu. 

 

Sebenarnya, tujuan awal adalah perjalanan ke lokasi mercu suar tertua di 
perairan Makassar, MS Debrill, yang didirikan pada 1886. MS Debrill, yang 
pendiriannya diresmikan oleh ZM Willem III, merupakan mercu suar terpenting di 
Perairan Makassar. Karena di samping bangunan tua, tempat itu dipenuhi karang 
sehingga kehadirannya sangat penting dan dibutuhkan bagi kapal-kapal rute 
Selatan/Timur agar tidak karam. Apalagi di sekitarnya tidak terdapat pulau, 
sehingga mercu suar itu merupakan satu-satunya bangunan di sekitar perairan 
itu. Bahkan pulau karang tersebut, dalam bahasa Makassar disebut Taka Dewataya, 
atau karang keramat, dan dapat juga diartikan lokasi tempat makhluk halus 
berada. 

Namun sayangnya, perjalanan ke mercu suar yang membutuhkan waktu sembilan jam 
dari Pelabuhan Makassar, urung dilakukan. Sungguh ironis, kapal milik 
Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Distrik Navigasi 
Kelas I Makassar, tidak memiliki bahan bakar minyak (BBM). 

''Ke Debrill itu membutuhkan tujuh ton solar. Sementara anggaran untuk bahan 
bakar belum turun. Apalagi sekarang ini harga BBM naik, jadi belum tersedia 
BBM,'' ujar Kepala Distrik Navigasi, Faruk Masmichan. 

Tidak dinyana, kesulitan BBM bukan hanya dirasakan masyarakat tapi juga sebuah 
departemen. Persediaan BBM memang dihemat dan hanya dikhususkan untuk rotasi 
para penjaga mercu suar setiap tiga bulan sekali, di 17 menara suar yang berada 
di Perairan Makassar. 

Tujuan ke Debrill pun terpaksa diarahkan ke Pulau Kodingareng yang lokasinya 
hanya satu jam dari Kota Makassar. Namun, kerinduan untuk melihat secara 
langsung menara suar tua tersebut terobati saat petugas-petugas di Kodingareng 
menceritakan pengalaman mereka berada di Debrill. 

Bagi MA Rasyid (50), menjaga mercu suar di Debrill sudah dilakoninya sebanyak 
15 kali. Bahkan tugas pertamanya sebagai penjaga menara suar langsung di 
Debrill pada 1982. Saat itu, ia baru melepaskan masa lajangnya sehingga 
bertugas di menara suar yang terasing itu pun cukup membuatnya terhenyak. 

''Tapi itu tugas, jadi saya jalani. Saat kapal mengantar kami ke sana dan 
teman-teman yang di kapal masih menemani kami beberapa hari, belum terasa 
terasing. Tetapi saat mereka meninggalkan Debrill menuju menara suar yang lain, 
saat itulah kami baru merasa sepi dan hanya berlima di dalam menara suar itu,'' 
kenang Rasyid. 

Tidak ada pulau lain di sekitar tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya laut 
dan karang-karang di sekitar menara. Bila air surut, mereka dapat turun dari 
menara suar dan memungut kerang-kerang yang ada di dekat karang. Nelayan pun 
hanya datang ke tempat itu bila laut tenang, sekitar Maret hingga September. 

Biasanya, bila berada di Debrill, rasa persaudaraan dan saling melindungi 
antarpenjaga bertambah kental. Mereka pun bertugas bergantian untuk menjaga 
lampu suar dari pukul 18.00 WITA hingga 06.00 WITA. Umumnya, yang menjaga pada 
pukul 22.00 WITA hingga 02.00 WITA adalah kepala tim. 

Apalagi, mereka jauh dari keluarga dan hanya bersosialisasi dengan orang lain 
selain petugas menara suar, bila para nelayan mulai mencari ikan di sekitar 
menara Debrill. 

Uniknya, karena tempat itu disebut Karang Keramat, para nelayan memiliki 
tradisi yang tetap dipertahankan hingga saat ini, yakni membawa sesajian saat 
melaut ke tempat itu. Biasanya mereka membawa ayam atau kambing, dan 
ditambatkan di pinggir menara suar tersebut. 

Namun, saat memasuki musim barat atau angin kencang pada Desember hingga 
Januari, tidak satu pun nelayan yang berani ke lokasi itu karena takut karam. 
Beberapa kapal, memang ada yang karam di sekitar menara suar Debrill itu. Salah 
satu kapal yang karam yakni KRI Raden Saleh. 

''Kalau berada di menara suar Debrill, biasanya watak asli segera terlihat. Ada 
yang mudah marah atau tersinggung karena mungkin merasa terasing itu dan tidak 
bertemu keluarga. Tetapi banyak juga penjaga suar yang akan melanjutkan 
pendidikan memilih Debrill sebagai tempat bertugas, karena bisa belajar dengan 
tenang,'' ujar Domeng (45), petugas menara suar. 

Kendati demikian, menjadi penjaga menara suar di Debrill memberikan perasaan 
bangga. Sebab menara itu sangat penting bagi pelayaran di Perairan Makassar. 
Hal itu mengingat Debrill menjadi pintu masuk dan keluar menuju Pelabuhan 
Makassar, sehingga kapal-kapal yang hendak berlayar ke Indonesia Barat ataupun 
ke Indonesia Timur, melewati Debrill. 

''Lampu suar juga menolong para nelayan untuk mencari ikan,'' ujar Rasyid. 



 

Tidak Ada BBM 

Sebenarnya, keberadaan menara suar sudah tercatat dalam sejarah kuno, baik 
sejarah Yunani kuno, Romawi, Cina, maupun Jepang. Dulunya berupa nyala api pada 
malam hari dan asap mengepul pada siang hari, sebagai tanda bagi para navigator 
pembawa kapal. 

Dalam perkembangannya, menara suar kini mengandalkan lampu dan solar sel dari 
energi matahari. Dilengkapi dengan sarana komunikasi yang berada di menara 
suar. 

Selain menara suar, terdapat juga rambu suar dan pelampung suar yang fungsinya 
sebagai penuntun kapal untuk memasuki suatu pelabuhan, dan juga sebagai alat 
batas negara. 

Untuk Perairan Makassar yang memiliki panjang garis pantai 1.106 mil dan luas 
wilayah 13.260 mil persegi, terdapat 17 menara suar, 64 rambu suar dan 8 
pelampung suar. 

Menurut Faruk Masmichan, Distrik Navigasi Kelas I Makassar memiliki satu kapal 
kelas I dan dua kapal kelas II. Sebenarnya, selain melakukan rotasi terhadap 
para penjaga menara suar, kapal-kapal tersebut juga dipergunakan untuk 
mengawasi sarana navigasi lainnya, yakni rambu suar maupun pelampung suar yang 
ada di Perairan Makassar. 

Sayangnya, sejak 1997 perawatan dan pengawasan terhadap rambu suar serta 
pelampung suar menjadi terhambat karena kurangnya BBM. Pihaknya memprioritaskan 
untuk rotasi penjaga menara suar yang memang harus dilakukan tiga bulan sekali 
sesuai dengan jadwal. 

''Harusnya frekuensi untuk mengawasi rambu suar dan pelampung suar itu cukup 
banyak, tetapi kendalanya kurangnya BBM,'' ujarnya. 

Untuk mengakali hal ini, terpaksa kapal yang bertugas untuk merotasi petugas, 
dalam perjalanannya juga harus menyisiri rambu suar dan pelampung suar yang 
berada searah dengan menara suar yang dituju. Padahal, bila ada kapal yang 
khusus untuk mengawasi rambu suar dan pelampung suar, maka kapal yang akan 
digunakan untuk rotasi penjaga dapat menghemat perjalanan dengan langsung 
menuju ke menara suar. 

Kurangnya pengawasan terhadap rambu suar dan pelampung suar itu, menyebabkan 
banyak masyarakat yang mencuri besi-besi di rambu suar. Apalagi, kalau 
kesadaran masyarakatnya kurang terhadap pentingnya keberadaan rambu suar dan 
pelampung suar, tak ada jaminan benda-benda tersebut tetap utuh di perairan. 

''Kalau di daerah pelabuhan, rambu suar dan pelampung suar itu terjamin. Tapi 
daerah-daerah yang jauh dan kapal jarang lewat, sering hilang,'' ujar Faruk. 

Sehingga, untuk rute Selatan di Perairan Makassar yang jarang dilewati 
kapal-kapal niaga, rambu maupun pelampung suar kerap hilang. 

Dari sisi anggaran, untuk belanja pegawai di Distrik Navigasi Kelas I Makassar 
sebesar Rp 2,5 miliar per tahun, belanja barang yang di dalamnya termasuk 
belanja BBM sebesar Rp 4,3 miliar per tahun, dan belanja modal sebesar Rp 906 
juta. Sementara untuk kebutuhan sekali merotasi petugas menara suar dibutuhkan 
25 ton solar. 

Sehingga bila rotasi itu dilakukan selama setahun dibutuhkan, kurang lebih 75 
ton solar, belum ditambah untuk pemantauan sarana bantu navigasi pelayaran, 
yakni rambu suar dan pelampung suar. 

Sedangkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) diantaranya bersumber dari uang 
rambu perkapalan, rata-rata per tahun sebesar Rp 1,5 miliar hingga Rp 2 miliar. 
Para petugas menara suar menerima tunjangan dari PNBP ini sebesar Rp 150.000 
per bulan. 

Untuk kebutuhan BBM, Faruk Masmichan juga sudah mengajukan permintaan 
penambahan dana untuk kapal negara sebesar Rp 1 miliar. 

Bila membandingkan dengan negara lain yang dalam pemantauan sarana navigasi 
pelayaran menggunakan helikopter, maka sangat miris saat kita mendapati kapal 
untuk pemantauan di Indonesia terseok-seok kesulitan BBM. Padahal, bila dilihat 
pentingnya sarana navigasi pelayaran, rasanya pemantauan terhadap sarana 
navigasi pelayaran itu tidak dapat diabaikan. u 

Pembaruan/Lince Eppang 


Last modified: 14/10/05




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.org **
** Beasiswa Indonesia, http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Uang Kompensasi Ini Tak Ada Artinya + Tugas Pemantauan Pun Terbentur BBM